tag:blogger.com,1999:blog-24216517618831776962024-03-13T22:52:14.970-07:00Renungan HatiBarangkali hanya sekedar perpindahan dari satu blok ke blok laen saja, namun dengan niat yang baik meluaskan pitutur becik, kanggo mbangun pribadi kang luhur.bagussamiajiblogspothttp://www.blogger.com/profile/03082448887657518369noreply@blogger.comBlogger10125tag:blogger.com,1999:blog-2421651761883177696.post-77306118847924239482009-07-24T03:24:00.000-07:002009-07-24T03:44:03.080-07:00Wali Songo<span class="fullpost"><b><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman";">Wali Songo</span></b></span><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman";"><br /><span class="fullpost"><br /></span></span><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman";"><span class="fullpost">Mereka yang dianggap sebagai penyiar terpenting yang sangat giat menyebarkan agama Islam diberi julukan Wali-Ullah dan di Jawa dikenal sebagai Wali Sanga (9), yang merupakan dewan Dakwah/Mubaligh. Kelebihan mereka dibanding kepercayaan/agama penduduk lama adalah tentang kekuatan bathin yang lebih, ilmu yang tinggi dan tenaga gaib. Sehingga mereka selalu dihubungkan dengan tasawwuf serta sangat kurang dalam pengajaran fiqh ataupun qalam. Mereka tidak hanya berkuasa dalam agama, tapi juga dalam hal pemerintahan dan politik.</span></span><br /><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman";"><span class="fullpost"><br />Wali Songo merupakan perkumpulan anggota dewan wali yang terdiri dari sembilan orang, yang masing-masing memiliki peran penting dalam sejarah penyebaran agama islam di tanah Jawa pada khususnya, dan Indonesia pada umumnya.<br /><br />Dewan wali ini ternyata terdiri dari lima generasi, yang konon karena alasan politis, sejarah ini pernah ditolak untuk disebarluaskan, namun inilah sejarah kita suka dan tidak suka inilah adanya.</span></span><span style="font-size: 12pt; font-family: "Times New Roman";"><span class="fullpost"><br /><br />Sayang sekali didalam sejarah yang beredar luas dimasyarakat, hanya sedikit sekali yang mengupas tuntas siapa mereka, kecuali pada periode akhir dewan wali ini, yakni angkatan V.<br /><br /></span>Berikut mungkin sedikit membantu para sahabat yang ingin mengetahui lebih dalam, siapa beliau, ini saya dapetkan dari artikel blok saudara kita <span style="font-weight: bold; font-family: verdana; font-style: italic;">"Budal Taek Mulih Tembelek"</span> (sayang namanya bloknya, semoga bukan itu kandungannya) dari artikel <span style="font-weight: bold; font-style: italic;">"Sejarah Kita Sendiri".</span>......................<br /><br /><span class="fullpost">Menurut kitab Kanzul Ulum Ibnul Bathuthah, Wali Sanga berganti susunan orangnya sebanyak 5 (lima) kali yaitu :</span><br /><br /><span class="fullpost"><b>Dewan I </b>tahun 1404 M :</span><br /><span class="fullpost">Syeh Maulana Malik Ibrahim, asal Turki, ahli mengatur negara, dakwah di Jawa Timur, wafat di Gresik tahun 1419;</span><br /><span class="fullpost">Maulana Ishaq, asal Samarkan Rusia, ahli pengobatan, dakwah di Jawa lalu pindah dan wafat di Pasai (Singapura) ;</span><br /><span class="fullpost">Maulana Ahmad Jumadil Kubra, asal Mesir, dakwah keliling, makam di Troloyo - Triwulan Mojokerto;</span><br /><span class="fullpost">Maulana Muhammad Al Maghrobi, asal Maghrib - Maroko, dakwah keliling, makamnya di Jatinom Klaten tahun 1465;</span><br /><span class="fullpost">Maulana Malik Isro’il, asal Turki, ahli mengatur negara, dimakamkan di Gunung Santri antara Serang Merak di tahun 1435;</span><br /><span class="fullpost">Maulana Muhammad Ali Akbar, asal Persia/Iran, ahli pengobatan, dimakamkan di Gunung Santri tahun 1435;</span><br /><span class="fullpost">Maulana Hasanuddin, asal Palestina, dakwah keliling, dimakamkan tahun 1462 di samping masjid Banten Lama;</span><br /><span class="fullpost">Maulana Aliyuddin, asal Palestina, dakwah keliling, dimakamkan tahun 1462 di samping masjid Banten Lama;</span><br /><span class="fullpost">Syeh Subakir, asal Persia, ahli menumbali tanah angker yang dihuni jin jahat, beberapa waktu di Jawa lalu kembali dan wafat di persia tahun 1462.</span><br /><br /><span class="fullpost"><b>Dewan II</b> tahun 1436 M :</span><br /><span class="fullpost">Raden Rahmad Ali Rahmatullah berasal dari Cempa Muangthai Selatan, datang tahun 1421 dan dikenal sebagai Sunan Ampel (Surabaya) menggantikan Malik Ibrahim yang wafat;</span><br /><span class="fullpost">Sayyid Ja’far Shodiq, asal Palestina, datang tahun 1436 dan tinggal di Kudus sehingga dikenal sebagai Sunan Kudus, menggantikan malik Isro’il ;</span><br /><span class="fullpost">Syarif Hidayatullah, asal Palestina, datang tahun 1436 menggantikan Ali Akbar yang wafat.</span><br /><br /><span class="fullpost"><b>Dewan III</b> tahun 1463 M :</span><br /><span class="fullpost">Raden Paku/Syeh Maulana A’inul Yaqin pengganti ayahnya yang pulang ke Pasai, kelahiran Blambangan, putra dari Syeh Maulana Ishak, berjuluk Sunan Giri dan makamnya di Gresik;</span><br /><span class="fullpost">Raden Said atau Sunan Kalijaga, putra adipati Tuban bernama Wilatikta, yang menggantikan Syeh Subakir yang kembali ke Persia;</span><br /><span class="fullpost">Raden Makdum Ibrahim atau Sunan Bonang kelahiran Ampel, putra Sunan Ampel yang menggantikan Hasanuddin yang wafat;</span><br /><span class="fullpost">Raden Qosim atau Sunan Drajad kelahiran Ampel, putra Sunan Ampel yang menggantikan Aliyyuddin yang wafat.</span><br /><br /><span class="fullpost"><b>Dewan IV</b> tahun 1466 M :</span><br /><span class="fullpost">Raden Patah putra raja Brawijaya Majapahit (tahun 1462 sebagai adipati Bintoro, tahun 1465 membangun masjid Demak dan menjadi raja tahun 1468) murid Sunan Ampel, menggantikan Ahmad Jumadil Kubro yang wafat;</span><br /><span class="fullpost">Fathullah Khan, putra Sunan Gunung jati, menggantikan Al Maghrobi yang wafat.</span><br /><br /><span class="fullpost"><b>Dewan V</b> :</span><br /><span class="fullpost">Raden Umar Said atau Sunan Muria, putra Sunan Kalijaga, yang menggantikan wali yang telah wafat;</span><br /><span class="fullpost">Syeh Siti Jenar adalah wali serba kontraversial, dari mulai asal muasal yang muncul dengan berbagai versi, ajarannya yang dianggap menyimpang dari agama Islam tapi sampai saat ini masih dibahas di berbagai lapisan masyarakat, masih ada pengikutnya, sampai dengan kematiannya yang masih dipertanyakan caranya termasuk dimana ia wafat dan dimakamkan.</span><br /><span class="fullpost">Sunan Tembayat atau adipati Pandanarang yang menggantikan Syeh Siti jenar yang wafat (bunuh diri atau dihukum mati).</span></span>bagussamiajiblogspothttp://www.blogger.com/profile/03082448887657518369noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2421651761883177696.post-24509765585696205782009-07-03T02:47:00.001-07:002009-07-09T01:32:17.166-07:00SULUK LING LUNGKapethik Saking Blok Sesepuh Kakang <span style="font-style: italic; font-weight: bold;">Kumitir</span><h2><!--[endif]--></h2> <h2><!--[if gte vml 1]><v:shapetype id="_x0000_t75" coordsize="21600,21600" spt="75" preferrelative="t" path="m@4@5l@4@11@9@11@9@5xe" filled="f" stroked="f"> <v:stroke joinstyle="miter"> <v:formulas> <v:f eqn="if lineDrawn pixelLineWidth 0"> <v:f eqn="sum @0 1 0"> <v:f eqn="sum 0 0 @1"> <v:f eqn="prod @2 1 2"> <v:f eqn="prod @3 21600 pixelWidth"> <v:f eqn="prod @3 21600 pixelHeight"> <v:f eqn="sum @0 0 1"> <v:f eqn="prod @6 1 2"> <v:f eqn="prod @7 21600 pixelWidth"> <v:f eqn="sum @8 21600 0"> <v:f eqn="prod @7 21600 pixelHeight"> <v:f eqn="sum @10 21600 0"> </v:formulas> <v:path extrusionok="f" gradientshapeok="t" connecttype="rect"> <o:lock ext="edit" aspectratio="t"> </v:shapetype><v:shape id="_x0000_s1026" type="#_x0000_t75" alt="Sunan_kali_jaga" style="'position:absolute;margin-left:-18pt;margin-top:-9pt;width:502.1pt;"> <v:imagedata src="file:///C:\DOCUME~1\SARDI~1.SCT\LOCALS~1\Temp\msohtml1\01\clip_image001.jpg" href="http://alangalangkumitir.files.wordpress.com/2009/06/sunan_kali_jaga.jpg?w=97&h=129"> </v:shape><![endif]--><!--[if !vml]--><span style="position: relative; z-index: -2;"><span style="position: absolute; left: -24px; top: -12px; width: 669px; height: 888px;"><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/SARDI%7E1.SCT/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image002.jpg" alt="Sunan_kali_jaga" shapes="_x0000_s1026" height="888" width="669" /></span></span><!--[endif]--></h2> <h2><span style="color:aqua;">1. <a href="http://alangalangkumitir.wordpress.com/2009/06/26/guru-suci-tanah-jawi-bagian-01/" title="Taut Tetap ke GURU SUCI TANAH JAWI (Bagian 01)"><span style="color:aqua;">GURU SUCI TANAH JAWI </span></a><o:p></o:p></span></h2> <h4 style="text-align: justify; color: rgb(51, 51, 51);">SUNAN <span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Kalijaga mendapat gelar agung sebagai guru suci Tanah Jawi. Kocap kacarita, Raden Mas Sahid putra kanjeg Adipati Tuban, sudah menjadi alim ulama yang cerdik dan pandai. Bahkan beliu sudah dapat merasakan mati di dalam hidup. Tingkatan pendakian tauhid yang sangat tinggi, dan patut diacungi jempol. Namun beliu belum puas dengan apa yang sudah didapat. Dia mempunyai himatulaliyyah atau cita-cita yang tinggi yaitu bertujuan inging memperoleh petunjuk diri seseorang yang sudah menemukan hakikat kehidupan, yang nantinya dapat mengantarkanya agar mendapat petunjuk yang dipagang para Nabi Wali atau Imam Hidayah.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify; color: rgb(51, 51, 51);"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Tekadnya semakin membaja, menyebabkan beliu melakukan perjalanan hidup yang tidak mempedulikan dampak atau akibat apapun yang akan terjadi, nafsunya menuntut ilmu semakin membara tak perduli samudra api menghadang. Bukankah Rasulullah pernah bersabda, <em>“Tuntutlah ilmu biarpun harus menyeberang samudra api!”</em>.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify; color: rgb(51, 51, 51);"><em><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Ling lang ling lung</span></em><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >, Raden Mas Sahid hatinya bimbang dan pikirannya bingung. Siapa yang tidak bingung! Segala ilmu yang diketahui dan dipahami diamalkan dengan penuh pengabdian kepada Allah, namun beliu merasa selalu tergoda oleh nafsunya, dan merasa tidak mampu mengatasinya. Berbagai usaha ditempuh agar akhir hidupnya nanti, mampu mengatasi nafsunya, jangan sampai terlanjur terlantur, hanya puas makan dan tidur. Namun tetap saja dirinya merasa hatinya kalah perang dengan nafsunya. Akhirnya beliu pasrah kepada Allah tempat berserah diri.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify; color: rgb(51, 51, 51);"><em><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Ling lang ling lung</span></em><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >, Raden Mas Sahid memohon kepada Allah Tuhan Yang Terpilih, semoga dibukakan oleh Tuhan Pembuat Nyawa, agar istiqomah hatinya, selaras dengan kehendak hatinya, jalan menuju sembah dan puji. Dan tiada putus-putusnya dia berdoa, biarpun terselip kekhawatiran dosa dan kekhilafan yang pernah dilakukannya semasa muda, mungkin tak termaafkan oleh Gusti Allah. Sekian lama beliu berdoa, namun tak ada tanda-tanda terkabulnya doa. Akhirnya beliu mawas diri. Mengapa petunjuk yang ditunggu-tunggu belum juga datang? Apakah caranya beribadah dan bersyukur yang salah? Apakah yang dilakukan selama ini acak-acakan tanpa dasar ilmu yaqin?<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify; color: rgb(51, 51, 51);"><em><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Ling lang ling lung</span></em><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >, akhirnya Raden Mas Sahid diam tak mau berdoa lagi. Beliu menyendiri dan menjauhi urusan duniawi (uzlah). Buak dari laku ini, dirasanya masih saja ada gejolak batin, saling bertengkar dua sura dalam batingnya sendiri, bisikan Malaikat dan bisikan Syaitan. Pertentangan suaranya tidak lantang sebagaimana layaknya orang bertengkar, tetapi pertengkaran hebat itu tidak kunjung berhenti! Bukankah bisikan baik dan buruk saling merebut kemenangan? Apa sih yang diperebutkan? Padahal tidak ada yang diperebutkan! Perang batin ini, kalau diibaratkan seperti perebutan Kerajaan Ngastina oleh Kurawa dan Pandawa yang masih termasuk keluarga sendiri atau darah daging sendiri!<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify; color: rgb(51, 51, 51);"><em><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Ling lang ling lung</span></em><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >, Raden Mas Sahid menyadari laku uzlah yang dijalankannya tak menghasilkan petunjuk yang diharapkan. Akhirnya tanpa malu-malu, karena didesak oleh hasrat mengetahui petunjuk, beliu berusaha bertapa berlapar-lapar, kalau ada teman datang, ikut makan dengan rakusnya, kalau temannya pergi tidak makan seumur hidupnya, sebab tidak ada yang dimakan. <em>Ling lang ling lung</em>, menuruti kesenangan memperindah diri, selalu meminta upah. <em>Ling lang ling lung</em>, Raden Mas Sahid meminta upah dari laku bertapa berlapar-lapar ternyata tiada hasil. Beliu akhirnya menyadari kebodohannya dan tersemyun sendiri. Mengapa sampai teganya Dia menagih tak henti-hentinya kepada Allah, padahal tanpa piutang? Gusti Allah yang ditagih wajar kalau diam saja, memang kenyataanya tidak berhutang! Biarpun yang menagih datang dan pergi, semua itu tidak ada bedanya, dan Allah Yang Maha Karya berhak tidak melunasi karena tidak pernah berhutang kepada Raden Mas Sahid. Akhirnya beliu memutuskan diri untuk berguru dengan Kanjeng Sunan Bonang, barangkali dengan itu, beliu dapat petunjuk iman hidayah.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify; color: rgb(51, 51, 51);"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Mulailah Raden Mas Sahid berguru kepada seseorang yang tinggi ilmunya yang bersunyi diri di Desa Bonang yang bergelar Kanjeng Sunan Bonang. Beliu mohon kepada Kanjeng Sunan Bonang untuk ditunjukkan hakikat kehidupan. Syekh Malaya disaat mulai berguru kepada Kanjeng Sunan Bonang diperintah bertapa menunggu pohon gurda dan dilarang meninggalkan tempat.</span><span style="font-weight: normal;font-size:10;" ><o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><em style="color: rgb(51, 51, 51);"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Ling lang ling lung</span></em><span style="font-weight: normal;font-size:10;" ><span style="color: rgb(51, 51, 51);">, Syekh Malaya dapat dikatakan orang hebat, karena keinginanya yang kuat serta tek</span>ad batinnya, tak dapat dibandingkan dengan yang lainnya. Maklumlah beliu berdarah luhur, putra Kanjeng Adipati Tuban Wilwatikta II bernama Raden Mas Sahid, waktu tua bergelar Sunan Kalijaga. Rupanya sudah terlebih dahulu mendapat anugrah Kasih Sayang Gusti Allah Pencipta Nyawa yang sudah menjadi kemulian Tuhan Yang terpilih, timbul dari kasih Sayang Allah. Syekh Malaya berguru menuntut ilmu sudah cukup lama, namun merasa belum dapat manfaat yang nyata, rasanya Cuma penderitaan yang didapat, sebab disuruh memperbanyak bertapa, oleh Kanjeng Sunan Bonang, diperintah <em><span style="color:maroon;">“menunggui pohon gurda”</span></em> yang berada ditengah hutan belantara dan tidak boleh meninggalkan tempat, sudah dilaksanakan selama setahun.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Laku tapa yang kedua, disuruh <em><span style="color:maroon;">“ngaluwat”</span></em><span style="color:maroon;"> </span>yaitu ditanam di tengah hutan di dalam goa Sorowiti Panceng Tuban. Setelah setahun mulut gua yang mulanya ditutup dengan batu-batu, kemudia dibongkar oleh Kanjeng Sunan Bonang. Kemudian laku tapa yang ketiga, yaitu <em><span style="color:maroon;">“tarak brata di tepi sungai”</span> </em>selama setahun, dan tidak boleh tidur ataupun makan, lalu ditinggal ke Mekah oleh Kanjeng Sunan Bonang.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Nyatanya sudah genap setahun, Syekh Malaya ditengok, ditemui masih tarak brata saja, Kanjeng Sunan bonang bersabda, <em><span style="color: rgb(51, 51, 0);">“wahai siswaku sudahilah tarak bratamu, kamu mulai sekarang sudah menjadi Wali dan bergelar Sunan Kalijaga. Kamu diangkat sebagai wali Sembilan penutup maksudnya melengkapi Wali Sanga atau Wali Sembilan yang saat itu jumlah kurang satu wali. Tugasmu ikut menyiarkan agama Islam dan perbaikilah ketidakaturan yang ada. Agama itu tata krama, kesopanan untuk Kemuliaan Tuhan Yang Maha Mengetahui. Kau harus berpegang pada syariat Islam, serta segala ketentuan iman hidayah. Hidayah itu dari Gusti Allah Yang Maha Agung, yang sangat besar kanugrahan-Nya menumbuhkan kekuatan luar biasa dan keberanian, serta meliputi segala kebutuhan perang, yang demian itu tidak lain adalah anugrah yang besar, paling utama dari segala yang utama (keutamaan). Keutamaan ibarat bayi, siapapun ingn memelihara, yang mencukupi bayi, menguasai pula terhadap dirimu, tapi kamu tak punya hak menentukan, karena kau ini juga yang menentukan Gusti Allah Yang Maha Agung, karena itu mantapkanlah hatimu dalam pasrah diri pada-Nya”</span></em><span style="color: rgb(51, 51, 0);">.</span><o:p></o:p></span></h4> <h2><span style=";font-size:10;color:blue;" >2. </span><span style="font-size:10;"><a href="http://alangalangkumitir.wordpress.com/2009/06/26/merasakan-hidayah-iman-bagian-02/" title="Taut Tetap ke MERASAKAN HIDAYAH IMAN (Bagian 02)">MERASAKAN HIDAYAH IMAN</a><o:p></o:p></span></h2> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Syekh Malaya berkata lemah lembut kepada Kanjeng Sunan Bonang, “sugguh hamba sangat bermatur nuwun, semua nasihat akan kami junjung tinggi, tapi hamba memohon pada guru, mohon agar sekalian dijelaskan, tentang maksud sebenarnya dari sukma luhur atau ruh yang berderajat tinggi, yang sering disebut <em><span style="color: rgb(0, 0, 153);">iman hidayah</span></em>. Hamba harus mantap berserah diri kepada Gusti Allah, bagaimanakah cara melaksanakan dengan sebenar-benarnya? Hamba mohon penjelasan yang sejelas-jelasnya. Kalau hanya sekedar ucapan semata hamba pun mampu mengucapkannya. Hamba takut kalau menemui kesalahan dalam berserah diri, karena menjadikan hamba ibarat asap belaka, tanpa guna menjalankan semua yang kukerjakan.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Kanjeng Sunan Bonang menjawab lembut, <em><span style="color: rgb(0, 0, 153);">“Syekh Malaya benar ucapanmu, pada saat bertapa kau bertemu denganku, yang dimaksud berserah diri ialah selalu ingat perilaku atau pekerjaan, seperti ketika awal mula diciptakan, bukankah itu sama halnya seperti asap? Itu tadi seperti hidayah wening atau petunjuk yang jernih, serupa dengan iman hidayah, apakah itu nampak dengan sebenarnya? Namun ketahuilah semua tidak dapat diduga sebelum mempunyai kepandaian untuk meraihnya, kejelasan tentang hidayah, hanya keterangan yang saya percayai, karena keterangan itu berasal dari sabda Gusti Allah”</span></em>.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Berkata Kanjeng Sunan Kalijaga, “ Kanjeng Rama Guru yang bijaksana, hamba mohon dijelaskan, apakah maksudnya, <em><span style="color: rgb(0, 0, 153);">ada nama tanpa sifat, ada sifat tanpa nama</span></em>? Saya mohon petunjuk, tinggal itu yang saya tanyakan yang terakhir kali ini saja”. Kanjeng Sunan Bonang bersabda lemah lembut, <em><span style="color: rgb(0, 0, 153);">“Kalai kamu ingin keterangan yang jelas tuntas, matikanlah dirimu sendiri, belajarlah kamu tentang mati, selagi kau masih hidup. Caranya bersepi dirilah kamu ke hutan rimba, dan jangan sampai ketahuan manusia”</span></em>.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Sudah habis segala penjelasan yang disampaikan Kanjeng Sunan Bonang segera meninggalkan tempat, dari hadapan Sunan Kalijaga, timur laut arah langkah yang dituju. Kira-kira baru beberapa langkah berlalu, Syekh Malaya ikut meninggalkan tempat itu, masuk kehutan belantara.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Raden Mas Sahid menjalankan laku kidang, berbaur dengan kidang menjangan, segala gerak laku kidang ditirunya, kecuali bila ingin tidur, ia mengikuti cara tidur berbalik, tidak seperti tidurnya kidang. Kalau pergi mencari makan mengikuti seperti caranya anak kidang. Bila ada manusia yang mengetahui, para kidang berlari tunggal langgang, Sunan Kalijaga juga ikut berlari kencang jangan sampai ketahuan manusia. Larinya dengan merangkak, seperti larinya kidang, pontang panting jangan sampai ketinggalan, mengikuti sepak terjang kidang.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Nyata sudah cukup setahun, Syekh Malaya menjalani laku kidang, bahkan melebihi yang telah ditetapkan, ketika itu Kanjeng Sunan Bonang, bermaksud sholat ke Mekah, dlam sekejap mata sudah sampai, setelah sholat segera datang kembali. Kanjeng Sunan Bonang menuju hutan untuk memberi tahu Syekh Malaya bahwa laku kidangnya telah selesai. Sesampai di dalam hutan ia melihat kidang sama berlari, sedang anaknya sempoyongan mengikuti. Sunan Bonang ingat dalam hati, kalau Wali Syekh Malaya berlaku seperti anak kidang, segera ia mendekati gerombolan kidang, barangkali di <st1:place st="on"><st1:city st="on">sana</st1:city></st1:place> ditemukan Syekh Malaya.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Syekh Malaya yang kebutulan sedang berlaku meniru kidang tahu akan didekati gurunya. Beliu ingat pesan gurunya, bahwa dirinya tidak boleh diketahui manusia, gurunya juga manusia maka ia harus menghidari jangan sampai didekati manusia biarpun oleh gurunya, larinya tunggang langgang, tanpa memperhitungkan jurang tebing, ditubruk tidak tertangkap, dijaring dan diberi jerat, kalau kena jerat dapat lolos, kalau kena jaring dapat melompat.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Marahlah sang guru Kanjeng Sunan Bonang, bersumpah dalam hatinya<em>, <span style="color: rgb(0, 0, 153);">“Wali wadat pun aku tak peduli, memanaskan hati kau kidang, bagiku memegang angin yang lebih lembut saja tidak penar lolos, yang kasar akan lebih mudah ditangkap mustahil akan gagal! Kalau tidak berhasil sekali ini, lebih baik aku tidak usah menjadi manusia, lebih pantas kalau jadi binatang saja!”</span></em>.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Kanjeng Sunan Bonang bergerak dengan penuh amarah. Beliu berusaha menciptakan nasi tiga kepal atau genggam. Dalam sekejap tangannya telah siap nasi 3 genggam, sgera ia mundur ancang-ancang siap mengejar Kidang Syekh Malaya untuk melemparkanya. Kanjeng Sunan Bonang segera menerobos ke dalam hutan yang lebih lebat dan sulit dilewati, setelah benar-benar menemukan yang sedang laku kidang, tengah berlari. Segera dilemparnya dengan nasi satu kepal, tepat mengenai punggungnya.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Syekh Malaya agak lambat larinya terkena lemparan nasi sekepal. Lalu lemparan yang kedua, mengenai lambungnya, jatuh terduduk Syekh Malaya kemudian dilempar lagi, nasi satu kepal, Syekh Malaya ingat dan sadar kemudia berbakti pada Kanjeng Sunan Bonang.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;">Syekh Malaya berlutut hormat mencium kaki Kanjeng Sunan Bonang. Berkata sang guru Kangjeng Sunan Bonang <em><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >“<span style="color: rgb(0, 0, 153);">Anakku ketahuilah olehmu, bila kau ingin mendapat kepandaian, yang bersifat hidayatullah, naiklah haji, menuju Mekah dengan hati tulus suci dan ikhlas. Ambillah air zam-zam ke Mekah, itu adalah air yang suci, serta sekaligus mengaharapkan berkah syafaat, Kanjeng Nabi Muhammad yang menjadi suri tauladan manusia”</span></span></em>. Syekh Malaya berbakti, mencium kaki gurunya dan mohon diri untuk melaksanakan tugas yaitu segera menuju Mekah. Kanjeng Sunan Bonang lebih dahulu melangkahkan kaki menuju desa Bonang Tuban yang sepi.<span style="font-weight: normal;font-size:10;" ><o:p></o:p></span></h4> <h2><span style="font-size:14;">3. <a href="http://alangalangkumitir.wordpress.com/2009/06/30/naik-haji-ke-mekah-bagian-03/" title="Taut Tetap ke NAIK HAJI KE MEKAH (Bagian 03)">NAIK HAJI KE MEKAH </a><o:p></o:p></span></h2> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Syekh Malaya menerobos hutan, naik gunung, turun jurang, tetebingan di dakinya memutar, melintasi jurang dan tanjakan. Tanpa terasa perjalanannya telah sampai di tepi pantai. Hatinya bingung, kesulitan menempuh jalan selanjutnya karena terhalang oleh samudera luas, sejauh memandang tampak air semata. Dia diam tercenung lama sekali di tepi samodera memutar otak mencari jalan yang sebaiknya ditempuh.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Kocap kacarita tersebutlah seorang manusia, yang bernama Sang Mahyuningrat, mengetahui kedatangan seorang yang tengah bingung yaitu Syekh Malaya. Sang Mahyuningrat tahu segala perjalanan yang dialami oleh Syekh Malaya dengan sejuta keprihatinan karena ingin meraih iman hidayah. Berbagai cara telah ditempuh, juga melalui penghayatan kejiwaan dan berusaha mengungkap berbagai rahasia yang tersembunyi, namun mustahil dapat menemukan hidayah, kecuali kalau mendapatkan kanugrahan Allah yang haq.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Syekh Malaya ternyata sudah terjun merenangi samudra luas, dan tidak mempedulikan nasib jiwanya sendiri. Semakin lama Syekh Malaya sudah hampir sampai tengah samudra, mengikuti jalan untuk mencapai hakikat yang tertinggi dari Allah, tidak sampai lama, sampailah di tengah samudra. Beliu kehabisan tenaga untuk merenangi samudra menuju Mekah. Dengan sisa-sisa tenaga yang ada ia berusaha mempertahankan diri jangan sampai tenggelam di dasar laut. Yang tampak kini. Syekh Malaya timbul-tenggelam di permukaan laut berjuang menyelamatkan nyawanya.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Ternyata disaat Syekh Malaya dalam keadaan yang kritis itu berjuang antara hidup dan mati, tiba-tiba penglihatannya melihat seseorang yang sedang berjalan di atas air dengan tenangnya, yang tidak dari mana datangnya. Seketika itu pula, tahu-tahu Syekh Malaya sudah dapat duduk tenang diatas air.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Orang yang mendekati Syekh Malaya tidak lain adalah Kanjeng nabi Khidir yang menyapa Syekh <st1:place st="on">Malaya</st1:place> dengan lemah lembut, “Syekh Malaya apakah tujuanmu mendatangi tempat ini? Apakah yang kau harapkan? Ketahuilah di sini tidak ada apa-apa! Tidak ada yang ditemubuktikan, apalagi untuk dimakan dan berpakaian pun tidak ada. Yang ada hanyalah daun kering yang tertiup yang jatuh di depanku, itu yang saya makan, kalau tidak ada tentu tidak makan. Senangkah kamu melihat kenyataan semua itu?”.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Sunan Kalijaga heran mengetahui penjelasan ini. Kanjeng Nabi Khidir berkata lagi kepada Sunan Kalijaga, “Cucuku, di sini ini banyak bahayanya, kalau tidak mati-matian berani bertaruh nyawa, tentu tidak mungkin sampai di sini. Di tempat ini segalanya tidak ada yang dapat diharapkan hasilnya. Mengandalkan pikiranmu saja belum apa-apa, biarpun kamu tidak takut mati. Kutegaskan sekali lagi, di sini kau tidak mungking mendapat apa yang kau maksudkan!”.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Syekh Malaya bingung tidak tahu apa yang harus diperbuat, dia menjawab pertanyaan Kanjeng Nabi Khidir, bahwa dia tidak mengetahui akan langkah yang sebaiknya perlu ditempuh setelah ini. Tidak tahu apa yang akan dilakukannya kemudian! “Syekh Malaya pasrah diri kepada Kanjeng Nabi Khidir , katanya terasa memilukan”. Sang guru Kanjeng Nabi Khidir menebak, “Apakah kamu juga sangat mengharapkan hidayatullah Allah?”.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Akhirnya Kanjeng Nabi Khidir menjelaskan, “ikutilah petunjukku sekarang ini!” “Kamu telah berusaha menjalankan petunjuk gurumu kanjeng Sunan Bonang yang menyuruhmu menuju <st1:place st="on"><st1:city st="on">kota</st1:city></st1:place> Mekah, dengan keperluan naik haji. Maka ketahuilah olehmu, makna tugas itu yaitu : sungguh sulit menjalankan lika-liku kehidupan ini”. “Jangan pergi kalau belum tahu yang kau tuju dan jangan makan kalau belum tahu rasanya yang dimakan, jangan berpakaian kalau belum tahu kegunaan berpakaian. Lebih jelasnya tanyalah sesama manusia sekaligus dengan persamaannya, kalau sudah jelas amalkanlah!”.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >“Demikianlah seharusnya hidup itu, ibarat ada orang dari gunung, akan membeli emas, oleh tukang emas biarpun diberi kuningan tetap dianggap emas mulia. Demikianlah pula dengan orang berbakti, bila belum yakin benar, pada siapakah yang harus disembah?” Syekh Malaya ketika mendengar itu, spontan duduk berlutut mohon belas kasihan, setelah mendapati kenyataan Kanjeng Nabi Khidir betul-betul serba tahu yang tersimpan di hatinya. Dengan duduk bersila dia berkata, “Yang kami dengar akan kami laksanakan apa pun jadinya nanti. “Syekh Malaya meminta kasih sayang, memohon keterangan yang jelas’, siapakah nama tuan? Mengapa di sini sendirian? Sang Mahyuningrat menjawab, “sesungguhnya saya ini Kanjeng Nabi Khidir”.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Syekh Malaya berkata, “saya menghaturkan hormat sedalam-dalamnya kepada tuan junjunganku dan mohon petunjuk serta perlu dikasihani, saya juga tidak tahu benar tidaknya pengabdianku ini. Tidak lebih bedanya dengan hewan di hutan, itupun masih tidak seberapa, bila mau menyelidiki kesucian diriku ini. Dapat dikatakan lebih bodoh dan dungu serta tercela ibarat keris tanpa kerangka dan ibarat bacaan tanpa isi tersirat”.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Maka berkata dengan manisnya Sang Kanjeng Nabi Khidir kepada Sunan Kalijaga. “Jika kamu berkehendak naik haji ke Mekah, kamu harus tahu tujuan yang sebenarnya menuju ke Mekah itu. Ketahuilah mekah itu hanya tapak tilas saja! Yaitu bekas tempat tinggal Nabi Ibrahim zaman dahulu. Beliulah yang membangun Ka’bah Masjidil Haram serta yang menghiasi Ka’bah itu dengan benda yang berupa batu hitam (Hajar Aswad) yang tergantung didinding Ka’bah tanpa digantungkan. Apakah Ka’bah itu yang hendak kamu sembah? Kalau itu yang menjadi niatmu, berarti kamu sama halnya menyembah berhala atau bangunan yang dibuat dari batu. Perbuatanmu itu tidak jauh berbeda dengan yang diperbuat oleh orang kafir, karena hanya sekedar menduga-duga saja wujud Allah yang disembah, dengan senantiasa menghadap kepada berhalanya. Oleh karenanya itu, biarpun kamu sudah naik haji, bila belum tahu tujuanya yang sebenernya dari ibadah haji tentu kamu akan rugi besar. Maka dari itu, ketahuilah bahwa Ka’bah yang sedang kau tuju itu, bukannya yang terbuat dari tanah atau kayu apalagi batu, tetapi Ka’bah yang hendak kau kunjungi itu sebenarnya Ka’bahtullah (Ka’bah Allah). Demikian itu sesunggunya <em>iman hidayah</em> yang harus kamu yakinkan dalam hati”.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Kanjeng Nabi Khidir memerintah, “Syekh Malaya segeralah kemari secepatnya! Masuk ke dalam tubuhku!” Syekh Malaya terhenyak hatinya tak dapat dicegah lagi, keluarlah tawanya, bahkan sampai mengeluarkan air mata seraya berkata halu. “Melalui jalan manakah harus masuk ke dalam tubuhmu, padahal saya tinggi besar melebihi tubuhmu, kira-kira cukupkah? Melalui jalan manakah usaha saya untuk masuk? Padahal nampak olehku buntu semua?.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Kanjeng Nabi Khidir berkata dengan lemah lembut. “Besarmana kamu dengan bumi, semua ini beserta isinya, hutan rimba dan samudera serta gunung tidak bakal penuh bila dimasukkan kedalam tubuhku, jangan khawatir bila tak cukup masuklah di dalam tubuhku ini. Syekh Malaya setelah mendengarnya semakin takut sekali dan bersedia melaksanakan tugas memasuki badan Kanjeng Nabi Khidir, namun bingung tak tahu cara melaksanakannya. Menolehlah Kanjeng Nabi Khidir, ini jalan di telingaku ini”.<o:p></o:p></span></h4> <h2><span style="font-size:14;">4. <a href="http://alangalangkumitir.wordpress.com/2009/07/01/mutiara-ilmu-syariat-bagian-04/" title="Taut Tetap ke MUTIARA ILMU SYARIAT (Bagian 04)">MUTIARA ILMU SYARIAT </a><o:p></o:p></span></h2> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" ><o:p> </o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Syekh Malaya masuk dengan segera melalui telinga Kanjeng Nabi Khidir. Sesampainya di dalam tubuh Kanjeng Nabi Khidir, Syekh Malaya melihat samudera luas tiada bertepi sejauh mata memandang, semakin diamati semakin jauh tampaknya. Kanjeng Nabi Khidir bertanya keras-keras, “hai apay yang kamu lihat?”<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Syekh Malaya segera menjawab, “Angkasa Raya yang kuamati, kosong melompong jauh tidak kelihatan apa-apa, kemana kakiku melangkah, tidak tahu arah utara selatan barat timur pun tidak kami kenal lagi, bawah dan atas serta muka belakan, tidak mampu saya bedakan. Bahkan semakin membingungkanku”.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Kanjeng Nabi Khidir berkata lemah-lembut, “usahakan jangan sampai bingung hatimu”. Tiba-tiba Syekh Malaya melihat suasana terang benderang. Dihadapannya nampak Kanjeng Nabi Khidir, Syekh Malaya melihat Kanjeng Nabi Khidir malayang di udara kelihatan memancarkan cahaya gemerlapan. Saat itu Syekh Malaya melihat arah utara selatan, barat dan timur sudah kelihatan jelas, atas serta bawah juga sudah terlihat dan mampu menjaringf matahari, tenang rasanya sebab melihat Kanjeng Nabi Khidir, rasanya berada di alam yang lain dari yang lain.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Kanjeng Nabi Khidir berkata lembut, “jangan berjalan hanya sekedar berjalan, lihatlah dengan sungguh-sungguh apa yang terlihat olehmu”. Syekh Malaya menjawad, “<st1:place st="on"><st1:city st="on">Ada</st1:city></st1:place> warna empat macam yang nampak padaku semua itu sudah tidak kelihatan lagi, hanya empat macam yang kuingat yaitu hitam merah kuning dan putih”.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Berkata Kanjeng Nabi Khidir, “yang pertama kau lihat <em>cahaya mencorong</em> tapi tidak tahu namanya ketahuilah itu adalah <em>pancamaya</em>, yang sebenarnya ada di dalam dirimu sendiri yang mengatur dirimu. Pancamaya yang indah itu disebut <em>mukasyafah</em>, bila mana kamu mampu membingbing dirimu ke dalam sifat terpuji, yaitu sifat yang asli. Maka dari itu jangan asal bertindak, selidikilah semua bentuk jangan sampai tertipu nafsu. Usahakan semaksimal mungkin agar hatimu menduduki sifat asli, perhatikan terus hatimu itu, supaya tetap dalam jati diri!” Tentramlah hati Syekh Malaya, setelah mengerti itu semua dan baru mantap rasa hatinya serta gembira.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Kanjeng Nabi Khidir melanjutkan penjelasannya, “adapun yang kuning, merah, hitam serta putih itu adalah penghalanya. Sebab isinya dunia ini sudah lengkap, yaitu terbagi kedalam tiga golongan, semuanya adalah penghalang tingkah laku, kalau mampu menjauhi itu pasti dapat berkumpul dengan ghaib, itu yang menghalangi meningkatkan citra diri. Hati yang tiga macam yaitu hitam, merah dan kuning, semua itu menghalangi pikiran dan kehendak tiada putus-putusnya. Maksudnya akan menghalangi menyatunya hamba dengan Tuhan yang membuat nyawa lagi mulia. Jika tidak tercampur oleh tiga hal itu, tentu terjadi hilangnya jiwa, maksudnya orang akan mencapai tingkatan Maqom Fana dan akan masuk Maqom Baqo atau abadi. Maksudnya senantiasa berdekatan rapat dengan Sang Pencipta. Namun yang perlu diperhatikan dan diingat dengan seksama, bahwa penghalang yang ada dalam dihati, mempunyai kelebihan yang perlu kamu ketahui dan sekaligus sumber inti kekuatannya. Yang hitam lebih perkasa, pekerjaanya marah, mudah sakit hati, angkara murka secara membabi buta. Itulah hati yang menghalangi, menutup kepada kebajikan.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Sedangkan yang berwarna merah, ikut menunjukkan nafsu yang tidak baik, segala keinginan nafsu keluar dari si merah, mudah emosi dalam mencapai tujuan, hingga menutup kepada hati yang sudah jernih tenang menuju akhir hidup yang baik (khusnul khatimah). Adapun yang berwarna kuning, kemampuannya mengahalangi segala hal, pikiran yang baik maupun pekerjaan yang baik. Hati kuninglah yang menghalangi timbulnya pikiran yang baik hanya membuat kerusakan, menelantarkan ke jurang kehancuran. Sedangkan yang putih itulah yang sebenarnya, membuat hati tenang serta suci tanpa ini itu, pahlawan dalam kedamaian”.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Kanjeng Nabi Khidir memberi kesempatan bagi Syekh Malaya untuk merenungkan penjelasannya tadi. Selanjutnya beliu berkata, “hanya itulah yang dapat dirasakan manusia akan kesaksiannya. Sesungguhnya yang terwujud adanya, hanya menerima anugrah semata-mata dan hanya itulah yang dapat dilaksanakan. Kalau kamu tetap berusaha agar abadi berkumpulnya diri dekat Tuhan, maka senantiasalah menghadapi tiga musuh yang sangat kejam, besar dan tinggi hati (bohong). Ketiga musuhmu saling kerjasama, padahal si putih tanpa teman, hanya sendirian saja, makanya sering dapat dikalahkan. Kalau sekiranya dapat mengatasi akan segala kesukaran yang timbul dari tiga hala itu, maka terjadilah persatuan erat wujud, tanpa berpedoman itu semua tidak akan terjadi persatuan eret antara manusia dan Penciptanya”. Syekh Malaya sudah memahaminya, dengan semangat mulai berusaha disertai tekad membaja demi mendapatkan pedoman akhir kehidupan, demi kesempurnaan dekatnya dengan Allah SWT.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Kanjeng Nabi Khidir kembali melanjutkan wejanganya, “Setelah hilang empat macam warna ada hal lain lagi nyala satu delapan warnanya”. Syekh Malaya berkata, “Apakah namanya, nyala satu delapan warnanya, apakah namanya, nyala satu delapan warnanya, apakah yang dimaksud sebenarnya? Nyalanya semakin jelas nyata, ada yang tampak berubah-ubah warna menyambar-nyambar, ada yang seperti permata yang berkilau tajam sinarnya”.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Sang Kanjeng Nabi Khidir berpesan, “Nah, itulah sesungguhnya tunggal. Pada dirmu sendiri sudah tercakup makna di dalamnya, rahasianya terdapat pada dirimu juga, serta seluruh isi bumi tergambar pada tubuhmu dan juga seluruh alam semesta. Dunia kecil tidak jauh berbeda. Ringkasnya, utara, barat, selatan, timur, atas serta bawah. Juga warna hitam, merah, kuning dan putih itulah isi kehidupan dunia. Didunia kecil dan alam semesta, dapat dikatakan semua isinya. Kalau ditimbang dengan yang ada dalam dirimu dalam dirimu ini, kalau hilang warna yang ada, dunia kelihatan kosong kesulitannya tidak ada, dikumpulkan kepada wujud rupa yang satu, tidak lelaki tidak pula perempuan. Sama pula dengan bentuk yang ada ini, yang bila dilihat berubah-ubah putih. Camkanlah dengan cermat semua itu”. Syekh Malaya mengamati, “yang seperti cahaya berganti-ganti kuning, cahayanya terang benderang memancar, melingkar mirip pelangi, apakah itu yang dimaksudkan wujud dari Dzat yang dicari dan didambakan? Yang merupakan hakikat wujud sejati?”<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Kanjeng Nabi Khidir menjawab dengan lemah lembut, “itu bukan yang kau dambakan, yang dapat mmenguasai segala keaadaan. Yang kamu dambakan tidak dapat kamu lihat, tiada bentuk apalagi berwarna, tidak berwujud garis, tidak dapat ditangkap mata, juga tidak bertempat tinggal hanya dapat dirasakan oleh orang yang awas mata hatinya, hanya berupa pengambaran-pengambaran (simbol) yang memenuhi jagad raya, dipegang tidak dapat. Bila itu yang kamu lihat, yang nampak seperti berubah-ubah putih, yang terang benderang sinarnya, memancarkan sinar yang menyala-nyala. Sang Permana itulah sebutannya.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Hidupnya ada pada dirimu. Permana itu menyatu pada dirmu sendiri, tetapi tidak merasakan suka dan duka, tempat tinggalnya pada ragamu. Tidak ikut suka dan duka, juga tidak ikut sakit dan menderita jika Sang Permana meninggalkan tempatnya, raga menjdi tak berdaya dan pastilah lemahlah seluruh badanmu, sebab itulah letak kekuatannya, ikut merasakan kehidupan, yang mengerti rahasia di dunia. Dan itulah yang sedang mengenai pada dirimu, seperti diibaratkan pula pada hewan, yang tumbuh di sekitar raga.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Hidupnya karena adanya Permana, dihidupi oleh nyawa yang mempunyai kelebihan, mengusai seluruh badan. Permana itu bila mati ikut menggung, namun bila bila telah hilang nyawanya kemudian yang hidup hanya sukma atau nyawa yang ada. Kehilangan itulah yang didapatkan, kehidupan nyawalah yang sesungguhnya, yang sudah berlalu diibaratkan seperti rasanya pohon yang tidak berbuah, sang Permana yang mengetahui dengan sadar, sesungguhnya satu asal.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Menjawablah Syekh Malaya, “Kalau begitu manakah warna bentuk sebenarnya?” kanjeng Nabi Khidir berkata, “Hal itu tidak dapat kamu pahami di dalam keadaan nyata semata-mata, tidak semudah itu untuk mendapatkannya”, Syekh Malaya menyela pembicaraan< “Saya mohon pelajaran lagi, sampai saya paham betul, sampai putus. Saya menyerahkan hidup dan mati, demi mengharapkan tujuan yang pasti, jangan sampai tanpa hasil”.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Kanjeng Nabi Khidir berkata lembut dan manis yang isinya bercampur perlambang dan sindiran, “Misalnya ada orang membicarakan sesuatu hal, lotnya seharusnya baik, nyatanya lotnya justru merupakan bumbunya yang bercampur dengan rahasia yang terasa sebagai jiwa suci. Nubuwah yang penuh rahasia itu sebenarnya rahasia ini. Yaitu ketika masih berada di sifat jamal ialah jauhar awal. Bila sudah keluar menjadi jauhar akhir yang sudah dewasa, yang awal itulah rahasia sejati. Si jauhar akhir itu ternyata dalam satu wujud, satu mati dan satu hidup dengan jauhar, ketika dalam kesatuan satu wujud, satu raksa, satu hidup menyatu dalam keadaan sehidup-semati. Segala ulah jauhar akhir selamanya bersikap pasrah, sedangkan jauhar batin ini ialah yang dipuji dan disembah hanyalah Allah yang sejati. Tidak ada sama sekali rasa sakit karena sebenarnya kamu ini nukad ghaib. Nukad ghaib ialah ketika di masa awal atau kuna, ia tidak hidup juga tidak mati. Sebenarnya yang dikatakan nukad itu, tidak lain ghaib jugalah namanya itu. Setelah datangnya nukad itu, yang sudah hidup sejak dulu, dicipta menjadi <strong><span style="font-weight: normal;">Alif</span></strong>. Alif itu sendiri jisim latif. Dan keberadaanmu yang sebenarnya itulah yang disebut atau dinamakan <strong><span style="font-weight: normal;">neqdu</span></strong>”.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Sambil menghela nafas Kanjeng Nabi Khidir berkata pelan, “Sekarang jauhar sejati, yaitu namamu itu semasa hidup ialah syahadat jati. Dalam hidup dan kehidupanmu disebut juga darah hidup. <em>Darah hidup itu sendiri ialah yang dinamakan Rasulullah rasa sejati</em>. Syahadat jati adalah darah, tempat segala Dzat atau makhluk merasakan rasa yang sebenarnya tentang hidup dan kehidupan. Yang sama dengan satuan Jibril-Muhammad-Allah. Sedangkan keempatnya adalah yang disebut darah hidup. Jelasnya coba perhatikan orang mati! Apa daranya? Darah itu kini hilang, hilangnya bersama atau menyatu dengan sukma. Sukma atau ruh hilang dan kembali pada Alif itu disebut Ruh Idhafi. Pengertian jisim Latif ialah Jisim Angling yang sudah ada terdahulu kala yaitu Alif yang disebut Angling. Padahal alif itu tanpa mata, tidak berkata-kata dan tidak mendengar, tanpa perilaku dan tidak melihat. Dan itulah Alif, yang artinya, menjadi Alif itu karena dijabarkan atau dikembangkang. Bukankah ruh Idhafi itu bagian Dzatullah”?.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Setelah mengajarkan semua pelajaran sampai selesai, tentang Ruh Idhafi yang menjadi inti pembahasannya. Kanjeng Nabi Khidir berkata, “Adapun wujud sesungguhnya alif itu, asal muasalnya berasal dari jauhar alif itu. Yang dinamakan Kalam Karsa. Timbullah hasrat kehendak Allah untuk menjadikan terwujudnya dirimu. Dengan adanya wujud dirimu menunjukkan akan adanya Allah dengan sesungguhnya. Allah tidak mungkin ada dua apalagi tiga. Siapa yang mengetahui asal muasal kejadian dirinya, saya berani memastikan bahwa orang itu tidak akan membanggakan dirinya sendiri! Adapu sifat jamal (sifat yang bagus) itu ialah, sifat yang selalu berusaha menyebutkan bahwa pada dasarnya adanya dirinya itu, karena adanya yang mewujudkan keberadannya”.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Kanjeng Nabi Khidir menandaskan penjelsannya, “Demikianlah yang difirmankan Allah kepada Nabi Muhammad yang menjadi kekasih-Nya, bunyi firman-Nya sebagai berikut : kalau tidak ada dirimu, Saya (Allah) tidak akan dikenal atau disebut. Hanya dengan sebab adanya kamulah yang menyebut akan keberadaan-Ku. Sehingga kelihatan seolah-olah satu dengan dirimu. Adanya Aku (Allah), menjadikan ada dirimu. Wujudmu menunjukkan adanya wujud Dzat-Ku.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Dan untuk menjelaskan jati dirmu, tidakkah kau sadari, bahwa hampir ada persamaan Asma-Ku yang baik (Asmaul Husna) dengan sebutan manusia yang baik itu semua kau maksudkan untuk memudahkan pengambaran perwujudan tentang Diri-Ku. Padahal kau tahu, Aku berada dengan dirimu, yang tak mungkin dapat disamakan satu sama lain. Dan kamu pasti mengalami dan tidak mungkin dapat melukiskan atau menyebutkan Asma-Ku dengan setepat-tepatnya. Namamu yang baik dapat menyerupai nama-Ku yang baik (Asmaul Husna)”. Selanjutnya Kanjeng Nabi Khidir bertanya, “Apakah kamu sudah dapat meraih sebutan nama yang baik itu? Baik di dunia maupun di akhirat? Kamu ini merupakan penerus atau pewaris Muhammad Rasulullah, sekaligus Nabi Allah. Ya Illahi, ya Allah ya Tuhanku……”.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Kanjeng Nabi Khidir mengakhiri pembacaan Firman Allah SWT, kemudian melanjutkan memberi penjelasan pada Sunan Kalijaga, “Tanda-tanda adanya Allah itu, ada pada dirimu sendiri harap direnungkan dan diingat betul. Asal mula Alif itu akan menjadikan dirimu bersusah-payah selagi hidup, Budi Jati sebutannya. Yang tidak terasa, menimbulkan budi atau usaha untuk mengatasi lika-liku kehidupan. Bagi orang yang senang membicarakan dan memuji dirinya sendiri, akan dapat melemahkan semangat usahanya, antara tidak dan ya, penuh dengan kebimbangan. Sedang yang dimaksudkan dengan jauhar budi (mutiara budi) ialah, bila sudah mengetahui maksud dan budi iman yaitu menjalankan segala tingkah laku dengan didasari keimanan kepada Allah. Alif tercipka karena sudah menjadi ketentuan yang sudah digariskan. Sesungguhnya Alif itu, tetap kelihatan apa adanya dan tidak dapat berubah. Itulah yang disebur Alif. Adapun bila terjadi perubahan, itulah yang disebut <em>Alif Adi</em>, yang menyesuaikan diri dengan keadaanmu Mutiara awal kehidupan (jauhar awal) dimaksudkan dengan kehidupan tempo dulu yang betul-betul terjadisebagaimana tinja junub dan jinabat. Jauhar awal ibarat bebauan atau aroma akan tiba saatnya, tidak boleh tidak akan kita laksanakan dan rasakan di dalam kehidupan kita didunia. Jelasnya, kehidupan yang telah digariskan sebelumnya oleh jauhar itu, telah memuat garis hidup dan mati kita. Segalanya telah ditentukan di dalam jauhar awal.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Dari keterangan tentang jauhar awal tadi, tentu akan menimbulkan pertanyaan, diantaranya, mengapa kamu wajib shalat di dalam dunia ini? Penjelasannya demikian : Asal mula diwajibkan menjalankan shalat itu ialah disesuaikan dengan ketentuan di zaman azali, kegaiban yang kau rasakan, bukankah juga berdiri tegak, bersidakep mencipkatakan keheningan hati, bersidekep menyatukan konsentrasi, menyatukan segala gerakmu? Ucapanmu juga kau satukan, akhirnya kau rukuk tunduk kepada yang menciptakanmu. Merasa sedih karena malu, sehingga menimbulkan keluar air matamu yang jernih, sehingga tenanglah segala kehidupan ruhmu. Rhasia iman dapat kau resapi. Setelah merasakan semua itu, mengapa harus sujud ke bumi? Pangkal mula dikerjakan sujud bermula adanya cahaya yang memberi pertanda pentingnya sujud. Yaitu merasa berhadapan dengan wujud Allah, biarpun tidak dapat melihat Allah sesungguhnya, dan yakin bahwa Allah melihat segala gerak kita (pelajaran tentang ikhsan). Dengan adanya agama Islam yang dimaksudkan, agar makhluk yang ada di bumi dan di langit termasuk dirimu itu, beribadah sujud kepada Allah dengan hati yang ikhlas sampai kepala diletakkan di muka bumi, sehingga bumi dengan segala keindahannya tidak tampak dihadapanmu, hatimu hanya ingat Allah semata-mata. Ya demikianlah seharusnya perasaanmu, senantiasa merasa sujud dimuka bumi ini. Mengapa pula menjalankan duduk diam seakan-akan menunggu sesuatu? Melambungkan pengosongan diri dengan harapan ketemu Allah. Padahal sebenarnya itu tidak dapat mempertemukan dengan Allah. Allah yang kau sembah itu betul-betul ada. Dan hanya Allah-lah tempat kamu mengabdikan diri dengan sesungguhnya.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><!--[if gte vml 1]><v:shape id="_x0000_s1027" type="#_x0000_t75" alt="sujud-tahajud" style="'position:absolute;left:0;"> <v:imagedata src="file:///C:\DOCUME~1\SARDI~1.SCT\LOCALS~1\Temp\msohtml1\01\clip_image003.jpg" href="http://alangalangkumitir.files.wordpress.com/2009/07/sujud-tahajud.jpg?w=267&h=268"> </v:shape><![endif]--><!--[if !vml]--><span style="position: absolute; z-index: -1; left: 0px; margin-left: -48px; margin-top: 101px; width: 267px; height: 268px;"><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/SARDI%7E1.SCT/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image003.jpg" alt="sujud-tahajud" shapes="_x0000_s1027" height="268" width="267" /></span><!--[endif]--><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Dan janganlah sekali-kali dirimu menggap sebagai Allah. Dan dirimu jangan pula menganggap sebagai Nabi Muhammad. Untuk menemukan rahasia (rahsa) yang sebenarnya herus jeli, sebab antara rahasia yang satu berbeda dengan rahasia yang lain. Dari Allah-lah Nabi Muhammad mengetahui segala rahasia yang tersembunyi. Nabi Muhammad sebagai makhluk yang dimuliakan Allah. Beliu sering menjalankan puasa. Dan akan dimuliakan makhluk-Nya, kalau mau mengeluarkan shodagoh. Dimuliakan makhluk-Nya bagi yang dapat naik haji. Dan makhluk-Nya akan dimuliakan, kalau melakukan ibadah shalat”.</span></h4> <h2><span style=";font-size:14;color:white;" >5. <a href="http://alangalangkumitir.wordpress.com/2009/07/04/mutiara-ilmu-makrifat-bagian-05/" title="Taut Tetap ke MUTIARA ILMU MAKRIFAT (Bagian 05)"><span style="color: rgb(0, 0, 0);">MUTIARA ILMU MAK</span><span style="color:#000000;">RIFAT </span></a><o:p></o:p></span></h2> <h4 style="text-align: justify;"><span style="color: rgb(0, 0, 0); font-weight: normal;font-size:10;" >Kanjeng Nabi Khidir berhenti sejenak,</span><span style="font-weight: normal;font-size:10;" ><span style="color: rgb(0, 0, 0);"> lalu berkata “matahari berbeda dengan bulan, perbedaannya terdapat pada cahaya yang dipancarkannya. Sudahkah hidayah iman terasa dalam dirimu? Tauhid adalah pengetahuan penting untuk menyembah pada Allah, juga makrifat harus kita miliki untuk mengetahui kejelasan yang terlihat, ya ru’yat (melihat dengan mata telanjang) sebagai saksi adanya yang terlihat dengan nyata. Maka dari itu kita dalami sifat dari Allah, sifat Allah yang sesungguhnya, Yang Asli, asli dari Allah. Sesungguhnya Allah itu, allah yang hidup. Segala afalnya (perbuatanya) adalah bersal dari Allah. Itulah yang demaksud dengan ru’yati. Kalau hidupmu senantiasa kamu gunakan ru’yat, maka itu namanya khairat (kebajikan hidup). Makrifat itu hanya ada di dunia. Jauhar awal khairat (mutiara awal kebajikan hidup), sudah berhasil kau dapatkan. Untuk itu secara tidak langsung sudah kamu sudah mendapatkan pengawasan kamil (penglihatan yang sempurna). </span><em style="color: rgb(0, 0, 0);">Insan Kamil</em><span style="color: rgb(0, 0, 0);"> (manusia yang sempurna) berasal dari Dzatullah (Dzatnya Allah). Sesungguhnya ketentuan ghaib yang tersurat, adalah kehendak Dzat yang sebenarnya. Sifat Allah berasal dari Dzat Allah. Dinamakan </span><em style="color: rgb(0, 0, 0);">Insan Kamil </em><span style="color: rgb(0, 0, 0);">kalau mengetahui keberadaan Allah itu. Bilamana tidak tertulis namamu, di dalam nuked ghaib </span><em style="color: rgb(0, 0, 0);">insan kamil</em><span style="color: rgb(0, 0, 0);">, itu bukan berarti tidak tersurat. Ya, itulah yang dinamakan puji budi (usaha yang terpuji). Berusaha memperbaiki hidup, akan menjadikan kehidupan nyawamu semakin baik. Serta badannya, akan disebut badan Muhammad, yang mendapat kesempurnaan hidup”.</span><o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Syekh Malaya berkata lemah lembut, “mengapa sampai ada orang mati yang dimasukkan neraka? Mohon penjelasan yang sebenarnya”.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Kanjeng Nabi Khidir berkata dengan tersemyum manis, “Wahai Malaya! Maksudnya begini. Neraka jasmani juga berada di dalam dirimu sendiri, dan yang diperuntukkan bagi siapa saya yang belum mengenal dan meniru laku Nabiyullah. Hanya ruh yang tidak mati. Hidupnya ruh jasmani itu sama dengan sifat hewan, maka akan dimasukkan ke dalam neraka. Juga yang mengikuti bujuk rayu iblis, atau yang mengikuti nafsu yang merajalela seenaknya tanpa terkendali, tidak mengikuti petunjuk Gusti Allah SWT. Mengandalkan ilmu saja, tanpa memperdulikan sesama manusia keturunan Nabi Adam, itu disebut iman tadlot. Ketahuilah bahwa umat manusia itu termasuk badan jasmanimu. Pengetahuan tanpa guru itu, ibarat orang menyembah tanpa mengetahui yang disembah. Dapat menjadi kafir tanpa diketahui, karena yang disembah kayu dan batu, tidak mengerti apa hukumnya, itulah kafir yang bakal masuk neraka jahanam.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Adapun yang dimaksudkan Rud Idhafi adalah sesuatu yang kelak tetap kekal sampai akhir nanti kiamat dan tetap berbentuk ruh yang berasal dari ruh Allah. Yang dimaksud dengan cahaya adalah yang memancar terang serta tidak berwarna, yang senantiasa meserangi hati penuh kewaspadaan yang selalu mawas diri atau introspeksi mencari kekurangan diri sendiri serta mempersiapkan akhir kematian nanti. Merasa sebagai anak Adam yang harus mempertanggungjawabkan segala perbuatan. Ruh Idhafi seudah ada sebelum tercipta. Syirik itu dapat terjadi, tergantung saat menerima sesuatu yang ada, itulah yang disebut <em>Jauhar Ning</em>. keenamnya jauhar awal. Jauhar awal adalah mutiara ibaratnya. Mutiara yang indah penghias raga <st1:place st="on"><st1:city st="on">agra</st1:city></st1:place> nampak menarik. Mutiara akan tampak indah menawan. Bermula dari ibarat ketujuh, dikala mendengarkan sabda Allah, maka Ruh Idhafi akan menyesuaikan, yang terdapat di dalam Dzat Allah Yang Mutlak. Ruh serba psrah kepada Dzatullah, itullah yang dimaksudkan Ruh Idhafi. Jauhar awal itu pula, yang menimbulkan <em>Shalat Daim</em>. Shalat Daim tidak perlu mengunakan air wudhu, untuk membersihkan khadas tidak disyaratkan. Itulah shalat batin yang sebenarnya, diperbolehkan makan tidur syahwat maupun buang kotoran. Demikianlah tadi cara shalat Daim. Perbuatan itu termasuk hal terpuji, yang sekaligus merupakan perwujudan syukur kepada Allah. Jauhar tadi bersatu padu menghilangkan sesuatu yang menutupi atau mempersulit mengetahui keberadaan Allah Yang Terpilih. Adanya itu menujukkan adanya Allah, yang mustahil kalau tidak berwujud sebelumnya.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Kehidupan itu seperti layar dengan wayangnya, sedang wayang itu tidak tahu warna dirinya. Akibat junub sudah bersatu erat tetap bersih badan jisimmu. Adapun Muhammad badan Allah. Nama Muhammad tidak pernah pisah dengan nama Allah. Bukakah hidayah itu perlu diyakini? Sebagai pengganti Allah? Dapat pula disebut utusan Allah. Nabi Muhammad juga termasuk badan mukmin atau orang yang beriman. Ruh mukmin identik pula dengan Ruh Idhafi dalam keyakinanmu. Disebut iman maksum, kalau sudah mendapat ketetapan sebagai panutan jati. Bukankah demikian itu pengetahuanmu? Kalau tidak hidup begitu, berarti itu sama dengan hewan yang tidak tahu adanya sesuatu di masa yang telah lewat. Kelak, karena tidak mengetahui ke-Islaman, maka matinya tersesat, kufur serta kafir badannya. Namun bagi yang telah mendapatkan pelajaran ini, segala permasalahan dipahamilebih seksama baru dikerjakan, Allah itu tidak berjumlah tiga. Yang menjadi suri tauladan adalah Nabi Muhammad. Bukankah sebenarnya orang kufur itu, mengingkari empat masalah prinsip. Di antaranya bingung karena tiada pedoman manusia yang dapat diteladani. Kekafiran mendekatkan pada kufur kafir. Fakhir dekat dengan kafir. Sebabnya karena kafir itu, buta dan tuli tidak mengerti tentang surga dan neraka. Fakhir tidak akan mendekatkan pada Tuhan. Tidak mungkin terwujud pendekatan ini, tidak menyembah dan memuji, karena kekafirannya. Seperti itulah kalau fakhir terhadap Dzatullah. Dan sesungguhnya Gusti Allah, mematikan kefakhiran manusia, kepastianny ada di tanga Allah semata-mata. Adapun wujud Dzatullah itu, tidak ada stu makhluk pun yang mengetahui kecuali Allah sendiri. Ruh Idhafi menimbulkan iman. Ruh Idhafi berasal dari Allah Yang Maha Esa, itulah yang disebut iman tauhid. Meyakini adanya Allah juga adanya Muhammad sebagai Rasulullah. Tauhid hidayah yang sudah ada padamu, menyatu dengan Tuhan Yang Terpilih. Menyatu dengan Gusti Allah, baik di dunia maupun di akhirat. Dan kamu harus menyatu bahwa Gusti Allah itu ada dalam dirimu. Ruh Idhafi ada di dalam dirimu. Makrifat itu sebutannya. Hidupnya disebut Syahadat, hidup tunggal didalam hidup. Sujud rukuk sebagai penghiasnya. Rukuk berarti dekat dengan Tuhan Pilihan. Penderitaan yang selalu menyertai menjelang ajal tidak akan terjadi padamu, jangan takut menghadapi sakaratil maut. Jangan ikut-ikutan takut menjelang pertemuanmu dengan Allah. Perasaan takut itulah yang disebut dengan sekarat.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Ruh Idhafi tidak akan mati. Hidup mati, mati hidup. Akuilah sedalam-dalamnya bahwa keberadaanmu itu, terjadi karena Allah itu hidup dan menghidupi dirimu, dan menghidupi segala yang hidup. Sastra Alif (huruf alif) harus dimintakan penjelasannya pada guru. Jabar jer-nya pun harus berani susah payah mendalaminya. Terlebih lagi poengetahuan tentang kafir dan syirik! Sesungguhnya semua itu, tidak dapat dijelaskan dengan tepat maksud sesungguhnya. Orang yang menjelaskan syariat itu berarti sudah mendapatkan anugrah sifat Gusti Allah. Sebagai sarana pengabdian hamba kepada Gusti Allah. Yang menjalankan shalat sesungguhnya raga. Raga yang shalat itu terdorong oleh adanya iman yang hidup pada diri orang yang menjalankannya. Seandainya nyawa tidak hidup, maka Lam Tamsyur (maka tidak akan menolong) semua perbuatan yang dijalankan. Secara yang tersurat, shalat itu adalah perbuatan dan kehendak orang yang menjalankan, namun sebenarnya Allah-lah yang berkehendak atas hambanya. Itulah hakikat dari Tuhan penciptanya. Ruh Idhafi berada di tangan orang mukmin. Semua ruh berada di tangan-Nya. Yaitu terdapat pada Ruh Idhafi. Ruh Idhafi adalah sifat jamal (sifat yang bagus atau indah) keindahan yang berasal Dzatullah. Ruh Idhafi nama sebuah tingkatan (maqom), yang tersimpan pada diri utusan Allah (Rasulullah). Syarat jisim lathif (jasad halus0 itu, harus tetap hidup dan tidak boleh mati.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Cahayanya berasal dari ruh itu, yang terus menerus meliputi jasad. Yang mengisayaratkan sifat jalal (sifat yang perkasa) dan sekaligus mengisyaratkat adanya sifat jamal (sifat keindahan). Jauhar awal mayit (mutiara awal kematian) itu, memberi isyarat hilangnya diri ini. Setelah semua menemui kematian di dunia, maka akan berganti hidup di akherat. Kurang lebih tiga hari perubahan hidup itu pasti terjadi. Asal mula manusia terlahir, dari adanya Ayah, Ibu serta Tuhan Yang Maha Pencipta. Satu kelahiran berasal dari tiga asal lahir. Ya, itulah isyarat dari tiga hari. Setelah dititipkan selama tujuh hari, maka dikembalikan kepada yang meninipkan (yang memberi amanat). Titipan itu harus seperti sedia kala. Bukankah tauhid itu sebagai srana untuk makrifat? Titipan yang ketiga puluh hari, itu juga termasuk juga titipan, yang ada hanya kemiripan dengan yang tujuh hari. Kalau menangis mengeluarkan air mata karena menyesali sewaktu masih hidup. Seperti teringat semasa kehidupan itu berasal dari Nur. Yang mana cahayanya mewujudkan dirimu. Hal itulah yang menimbulkan kesedihan dan penyesalan yang berkepanjangan. Tak terkecuali siapun yang merasakan itu semua, sebagaimana kamu mati, saya merasa kehilangan.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Mati atau hilang bertepatan hari kematian yang keempat puluh hari. Bagaimanakah yang lebih tepat untuk melukiskan persamaan sesama makhluk hidup secara keseluruhannya? Allah dan Muhammad semuannya berjumlah satu. Seratuspun dapat dilukiskan seperti satu bentuk, seperti diibaratkan dengan adanya cahaya yang bersember dari cahaya Muhammad yang sesungguhnya. Sama hal pada saat kamu memohon sesuatu. Ruh jasad hilang di dalamnya, kehadirat Tuhan Yang Maha Pemberi. Tepat pada hari keseribu, tidak ada yang tertinggal. Kembalinya pada allah sudah dalam keaadaan yang sempurna. Sempurna seperti mula pertama dalam keadaan yang sempurna. Sempurna seperti mula pertama diciptakan”.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Syekh Malaya terang hatinya, mendengarkan pelajaran yang baru diterima dari gurunya Syekh Mahyuningrat Kanjeng Nabi Khidir. Syekh Malaya senang hatinya sehingga beliu belum mau keluar dari dalam tubuh Kanjeng Nabi Khidir. Syekh Malaya menghaturkan sembah, sambil berkata manis seperti gula madu. “Kalau begitu hamba tidak mau keluar dari raga dalam tuan. Lebih nyaman di sini saja yang bebas dari sengsara derita, tiada selera makan tidur, tidak merasa ngantuk dan lapar, tidak harus bersusah payah dan bebas dari rasa pegal dan nyeri. Yang terasa hanyalah rasa nikmat dan manfaat”. Kanjeng Nabi Khidir memperingatkan, “yang demikian tidak boleh kalau tanpa kematian”.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Kanjeng Nabi Khidir semakin iba kepada pemohon yang meruntuhkan hatinya. Kata Kanjeng nabi Khidir, “kalau begitu yang awas sajalah terhadap hambatan upaya. Jangan sampai kau kembali. Memohonlah yang benar dan waspada. Anggaplah kalau sudah kau kuasai, jangan hanya digunakan dengan dasar bila ingat saja, karena hal itu sebagai rahasia Allah. Tidak diperkenankan mengobrol kepada sesama manusia, kalau tanpa seizin-Nya! Sekiranya akan ada yang mempersolakan, memperbincangkan masalah ini! Jangan sampai terlanjur! Jangan sampai membanggakan diri! Jangan peduli terhadap gangguan, cobaan hidup! Tapi justru terimalah dengan sabar! Cobaan hidup yang menuju kematian, ditimbulkan akibat buah pikir. Bentuk yang sebenarnya ialah tersimpan rapat di dalam jagadmu! Hidup tanpa ada yang menghidupi kecuali Allah saja. Tiada antara lamanya tentang adanya itu. Bukankah sudah berada di tubuh? Sungguh, bersama lainnya selalu ada dengan kau! Tak mungkin terpisahkan! Kemudian tidak pernah memberitahunakan darimana asalnya dulu. Yang menyatu dalam gerak perputaran bawana. Bukankah berita sebenarnya sudah ada padamu? Cara mendengarnya adalah denga ruh sejati, tidak menggunakan telinga. Cara melatihnya, juga tanpa dengan mata. Adpun telingannya, matanya yang diberikan oleh allah. <st1:place st="on"><st1:city st="on">Ada</st1:city></st1:place> padamu itu. Secara batinnya ada pada sukma itu sendiri. Memang demikianlah penerapannya. Ibarat seperti batang pohon yang dibakar, pasti ada asap apinya, menyatu dengan batang pohonnya. Ibarat air dengan alunnya. Seperti minyak dengan susu, tubuhnya dikuasai gerak dan kata hati. Demikian pun dengan Hyang Sukma, sekiranya kita mengetahui wajah hamba Tuhan dan sukma yang kita kehendaki ada, diberitahu akan tempatnya seperti wayang ragamu itu. Karena datanglah segala gerak wayang. Sedangkan panggungnya jagd. Bentuk wayang adalah sebagai bentuk badan atau raga. Bergerak bila digerakkan. Segala-galanya tanpa kelihatan jelas, perbuatan dengan ucapan. Yang berhak menentukan semuanya, tidak tampak wajahnya. Kehendak justru tanpa wujud dalam bentuknya. Karena sudah ada pada dirimu. Permisalan yang jelas ketika berhias.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Yang berkaca itu Hyang Sukma, adapun bayangan dalam kaca itu ialah dia yang bernama manusia sesungguhnya, terbentuk di dalam kaca. Lebih besar lagi pengetahuan tentang kematian ini dibandingkan dengan kesirnaan jagad raya, karena lebih lembutseperti lembunya air. Bukankah lebih lembut kematian manusia ini? Artinya lembut kesirnaan manusia? Artinya lebih dari, karena menentukan segalanya. Sekali lagi artinya lembut ialah sangat kecilnya. Dapat mengenai yang kasar dan yang kecil. Mencakup semua yang merangkak, melata tiada bedanya, benar-benar serba lebih. Lebih pula dalam menerima perintah dan tidak boleh mengandalkan pada ajaran dan pengetahuan. Karena itu bersungguh-sungguhlah menguasainya. Pahamilah liku-liku solah tingkah kehidupan manusia! Ajaran itu sebagai ibarat benih sedangkan yang diajari ibarat lahan.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Misal kacang dan kedelai. Yang disebar di atas batu. Kalau batunya tanpa tanah pada saat kehujanan dan kepanasan, pasti tidak tidak akan tumbuh. Tapi bila kau bijaksana, melihatmu musnahkanlah pada matamu! Jadikanlah penglihatanmu sukma dan rasa. Demikian pula wujudmu, suaramu. Serahkan kembali kepada yang Empunya suara! Justru kau hanya mengakui saja sebagai pemiliknya. Sebenarnya hanya mengatasnamai saja. Maka dari itu kau jangan memiliki kebiasaan yang menyimpang, kecuali hanya kepada Hyang Agung. Dengan demikian kau Hangraga Sukma. Yaitu kata hatimu sudah bulat menyatu dengan kawula Gusti. Bicarakanlah manurut pendapatmu! Bila pendapatmu benar-benar meyakinkan, bila masih merasakan sakit dan was-was, berarti kejangkitan bimbang yang sebenarnya. Bila sudah menyatu dalam satu wujud. Apa kata hatimu dan apa yang kau rasakan. Apa yang kau pikir terwujud ada. Yang kau cita-citakan tercapai. Berarti sudah benar untukmu. Sebagai upah atas kesanggupanmu sebagai khalifah di dunia. Bila sudah memahami dan menguasai amalan dan ilmu ini, hendaknya semakin cermat dan teliti atas berbagai masalah.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Masalah itu satu tempat dengan pengaruhnya. Sebagai ibaratnya sekejap pun tak boleh lupa. Lahiriah kau landasilah dengan pengetahuan empat hal. Semuanya tanggapilah secara sama. Sedangkan kelimanya adalah dapat tersimpan dengan baik, berguna dimana saja! Artinya mati di dalam hidup. Atau sama dengan hidup di dalam mati. Ialah hidup abadi. Yang mati itu nafsunya. Lahiriah badan yang menjalani mati. Tertimpa pada jasad yang sebenarnya. Kenyataannya satu wujud. Raga sukma, sukma muksa. Jelasnya mengalami kematian! Syekh Malaya, terimalah hal ini sebagai ajaranku dengan senang hatimu! Anugrah berupa wahyu akan datang kepadamu. Seperti bulan yang diterangi cahaya temaram. Bukankah turnya wahyu meninggalkan kotoran? Bersih bening, hilang kotorannya”.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Kemudian Kanjeng Nabi Khidir berkata dengan lembut dan tersenyum. “Tak ada yang dituju, semua sudah tercakup haknya. Tidak ada yang diharapkan dengan keprawiraan, kesaktian semuanya sudah berlalu. Toh semuanya itu alat peperangan”. Habislah sudah wejangan Kanjeng Nabi Khidir. Syekh Malaya merasa sungkan sekali di dalam hati. Mawas diri ke dalam dirinya sendiri. Kehendak hati rasanya sudah mendapat petunjuk yang cukup. Rasa batinya menjelajah jagad raya tanpa sayap. Keseluruh jagad raya, jasadnya sudah terkendali. Menguasai hakekat semua ilmu. Misalnya bunga yang masih lam kuncup, sekarang sudah mekar berkembang dan baunya semerbak mewangi. Karena sudah mendapat san Pancaretna, kemudian Sunan Kalijaga disuruh kelura dari raga Kanjeng Nabi Khidir kembali ke alamnya semula”.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Lalu Kanjeng Nabi Khidir berkata, “He, <st1:place st="on">Malaya</st1:place>. Kau sudah diterima Hyang Sukma. Berhasil menyebarkan aroma Kasturi yang sebenarnya. Dan rasa yang memanaskan hatimu pun lenyap. Sudah menjelajahi seluruh permukaan bumi. Artinya godaan hati ialah rasa qonaah yang semakin dimantapkan. Ibarat memakai pakaian sutra yang indah. Selalu mawas diri. Semua tingkah laku yang halus. Diserapkan kedalam jiwa, dirawat seperti emas. Dihiasi dengan keselamatan, dan dipajang seperti permata, agar mengetahui akan kemauan berbagai tingkah laku manusia. Perhaluslah budi pekermu atau akhlak ini! Warna hati kita yang sedang mekar baik, sering dinamakan Kasturi Jati. Sebagai pertanda bahwa kita tidak mudah goyah, terhadap gerak-gerik, sikap hati yang ingin menggapai sesuatu tanpa ilmu, ingin mendalami tentang ruh itu justru keliru. Lagi pula secara penataan, kita itu ibaratnya busana yang dipakai sebagai kerudung. Sedangkan yang ikat kepala sebagai sarungmu. Kemudian terlibat ingatan ketika dulu. Ibarat mendalami mati ketika berada di dalam rongga ragaku.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Tampak oleh Sunan Kalijaga cahaya. Yang warnanya merah dan kuning itu, sebagai hambatan yang menghadang agar gagal usaha atauu ikhtiar atau cita-citanya. Dan yang putih di tengah itulah yang sebenarnya harus diikuti. Kelimanya harus tetap diwaspadai. Kuasailah seketika jangan sampai lupa! Bisa dipercaya sifatnya. Berkat kesediaanku berbuat sebagai penyekat. Untuk alat pembebas sifat berbangga diri. Yang selalu didambakan siang dan malam. Bukankah aku banyak sekali melekat atau mengetahui caranya pemuka agama yang ternyata salah dalam penafsiran. Dan penyampaian keterangannya? Anggapannya sudah benar. Tak tahunya malah mematikan pengertian yang benar. Akibatnya terperosok dalam penerapannya. <st1:place st="on"><st1:city st="on">Ada</st1:city></st1:place> pemuka agama yang ibaratnya menjadi murung. Ia hanya sekedar mencari tempat bertengger saja. Yaitu pada batang kayu yang baik rimbun, lebat buahnya, kuat batangnya. Untuk kemuliaan hidup baru. <st1:place st="on"><st1:city st="on">Ada</st1:city></st1:place> orang yang berkedudukan, ada yang ikut orang kaya. Akhirnya di masyarakatkan. Ibaratnya seperti sekedar memperoleh kemuliaan sepele. Jadinya tersesat-sesat. <st1:place st="on"><st1:city st="on">Ada</st1:city></st1:place> pula yang justru memiliki jalan terpaksa.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Menumpuk kekayaan harta dan istri banyak. <st1:place st="on"><st1:city st="on">Ada</st1:city></st1:place> pula yang memilih jalan menguasai putranya. Putra yang bakal menguasai hak asasi orang per orang. Semuanya ingin mendapatkan yang serba lebih di dalam memiliki jalan mereka. Kalau demikian halnya, menurut pendapatku, belumlah mereka disebut pemuka agama yang berserah diri sepenuhnya kepada Allah, tapi masih berkeinginan pribadi atau berambisi. Agar semua itu menjunjung harkat dan martabat. Tatanan yang tidak pasti, belum bisa disebut manusia utama. Yang demikian itu menurut anggapannya dan perasaannya mendapatkan kebahagiaan, kekayaan dan mengerti hak yang benar. Bila kemudian tertimpa kedudukan, terlanjur terbiasa. Memilih jalan sembarang tempat, tanpa mengahasilkan jerih payahnya dan tanpa hasil. Dalam arti mengalami kegagalan total. Setidak-tidaknya menimbulkan kecurigaan. Apa kebiasaan ketika hidup didunia. Ketika menghadapi datangnya maut, disitulah biasanya tidak kuat menerima ajal. Merasa berat meninggalkan kehidupan dunia yang tersangkal lagi. Pokoknya masih lekat sekali pada kehidupan duniawi. Begitulah beratnya amencari kemuliaan. Tidak boleh lagi merasa terlekat kepada anak-istri. Pada saat-saat menghadap ajatnya. Bila salah menjawab pertanyaannya bumi, lebih baik jangan jadi manusia! Kalau matinya tanpa pertanggungjawaban. Bila kau sudah merasa hatimu benar. Akan hidup abadi tanpa hisab. Akibatnya, tubuh bumi itu keterdiamannya tidak membantu. Kesepiannya tidak mencair. Tidak mempedulikan pembicaraan orang lain yang ditujukan kepadanya. Yaitu bagaimana hilang dan mati bersama raganya ialah diidamkannya. Sehingga mempertinggi semedinya, untuk mengejar keberhasilan. Tapi sayang tanpa petunjuk Allah, apalagi hanya semedi semata. Tidak disertai dukungan ilmu.<o:p></o:p></span></h4> <h2><span style="font-size:14;">6.<a href="http://alangalangkumitir.wordpress.com/2009/07/08/mencapai-derajat-insan-kamil-tamat/" title="Taut Tetap ke MENCAPAI DERAJAT INSAN KAMIL (Tamat)">MENCAPAI DERAJAT INSAN KAMIL (Tamat)</a><o:p></o:p></span></h2> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Akibatnya hasilnya kosong melompong. Karena hanya mengandalkan pikirnya. Ini berarti belum mendapat tata cara hidup yang benar hakiki yang seperti ini adalah idman yang sia-sia. Bertapanya sampai kurus kering, karena sedemikian rupa caranya menggapai kematian. Akhirnya meninggalnya tanpa ketentuan yang benar. Karena terlalu serius.adapun cara yang benar adalah tapa itu hanya sebagai ragi atau pemantap pendapat. Sedangkan ilmu itu sebagai pendukung. Tapa tanpa ilmu tidak akan berhasil. Bila ilmu tanpa tapa, rasanya hambar tidak akan memberi hasil. Berhasil atau tidaknya tergantung pada penerapannya. Dicegah hambatannya yang besar, sabar dan tawakal. Bukankah banyak agamawan palsu. Ajarannya stengah-setengah. Kepada sahabatnya merasa pintar sendiri. Yang tersimpan dihati, segera dilontarkan segala uneg-unegnya. Disampaikan kepada gurunya. Penyampaiannya hanya berdasarkan pikiran belaka.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Dahulunya belum mendapatkan pelajaran. Sampai tobatnya tidak merasa enak kalau menyanggah. Lalu ikut-ikutan mendengarkan. Dengan menamakan rohaniwan yang terbesar. Dianggapnya sudah pasti pendapatnya benar. Pendapatnya atau ilmunya adalah wahyunya itu anugrah yang khusus diberikan pribadi. Akhirnya sahabatnya diaku sebagai anak. Ditekan-tekankan tuntutan besar berupa ikatan batin. Oleh guru bila sudah akan mejang atau menyampaikan ajaran, duduk merasa sering berdekatan. Sehingga sahabat dikuasai oleh guru, dan sang guru menjadi sahabat batin. Luansnya tanggapan bahwa segalanya merupakan merupakan wahyu Allah. Kebaikannya, keduannya antara guru dan sahabat saling memahami. Kalau seorang diantara mereka dianggap sebagai orang yang berilmu. Harus ditaati segala apapun yang diucapkan itu. Misalnya berjalan juga harus disembah biasanya bertempat di pucuk-pucuk gunung.*****<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Pengaruh ajarannya sangat mengundang perhatian menemui perguruannya. Bila ada yang berguru atau menghadap, nasihatnya macam-macam dan banyak sekali. Seperti gong besar yang dipukul. Bukankah ajarannya yang dibeber tidak bermutu atau berbobot. Akibatnya rugilah mereka yang berguru? Janganlah seperti itu orang hidup. Anggaplah ragamu sebagai wayang. Digerakkan ditempatnya. Terangnya blencong itu ibarat panggung kehidupanmu. Lampunya bulan purnama, layar ibarat alam jagad raya yang sepi kosong. Yang selalu menunggu-nunggu buah pikir atau kreasi manusia. Batang pisang ibarat bumi tempat bermukim manusia. Hidupnya ditunjang oleh yang nanggap. Penanggapnya ada di dalam rumah, istana. Tidak diganggu oleh siapun. Boleh berbuat menurut kehendaknya. Hyang Permana dalangnya. Wayang pelakunya. Adakalanya digerakkan ke utara oleh sutradara. Bila semuanya digerakkan berjalan. Semua ada di tangan dalang. Dialognya menyampaikan pesan juga. Bila bercakap lisannya itu menyampaikan berbagai nasihat, menurut kehendaknya. Penonton dibuat terpesona, diarahkan melekat pada dalang. Adapun yang nanggap itu selamanya tidak akan tahu. Karena ia tanpa bentuk dan ia berada di dalam puri atau rumah atau istana. Ia tanpa warna itulah dia Hyang Sukma. Cara Hyang Permana mendalang, mempercakapkan tanpa dirimu. Tanpa membedakan sesama titah. Di samping itu, bukankah dia tidak terlibat sebagai pelaku? Misalnya berada dalam tubuhmu? Atau ibarat minyak di dalam susu? Atau api dalam kayu?.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Berhasrat sekali karena belum diberi petunjuk sehingga menggelar doa di kayu, dakon dan gesekan. Dengan beralatkan sesama batang pohon. Gesekan itu disebabkan oleh angin. Hangusnya kayu, keluarlah kukunya. Tak lama kemudian apinya. Api dan asapnya keluar dari kayu itu. Bermula dari ingat pada saat awal mulanya. Semua yang tergelar ini berasal dari tiada. Manusia diciptakan lebih dari makhluk yang lain. Bukankah itu yang disebut rahasia atau rahsa? Manusia itu tidak paling mulia daripada ciptaan yang lain. Maka dari itu janganlah mudah terpengaruh oleh buah pikirmu yang bulat. Bulat atas segala gerak dan kehendak. Adapun isi jagad itu jangan mengira hanya manusia saja, tapi berisi segala macam titah. Hanya saja manusia itu satu. Penguasanya satu. Yang menghidupi jagad seisinya. Demikianlah tekad yang sempurna. Hei Syekh Malaya segeralah menyudahi! Kembalilah kau ke pulau Jawa! Bukankah sebenarnya kau mencari dirimu juga?.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Syekh Malaya bergegas. Bersembah dan berkata dengan berbelas kasih untuk memenuhinya, yang disebut Kalingga Murda,”Hamba setia dan taat”. Kanjeng Nabi Khidir lalu musnah dan lenyap. Syekh malaya tampak berdoa di samudera. Tapi tidak tersentuh air.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Syekh Malaya sangat berjanji dalam hati atas peringatan atau ajaran sang guru yang sempurna. Bukankah ia masih sangat ingat? Hasrat hati yang telah memiliki atau mengetahui ilmu kawekas. Isinya jagad telah terkuasai dalam hati, merasa mantap dan disimpan dalam ingatan. Sehingga serba mengetahui dan tak akan keliru lagi. Diresapi dalam jiwa dan dijunjung sampai mati. Ia telah lulus dari sumber aroma kasturi yang sebenarnya. Sehingga sifat panasnya hati lenyap.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Sesudah itu Syekh Malaya kondur (pulang). Hatinya sudah tidak goyah lagi karena segala ajaran itu tampak jelas dalam hati. Ia tidak salah lagi melihat dirinya siapa sebenarnya. Penjelmaan jiwanya menyatu dalam satu wujud. Walau secara lahiriah dirahasiakan. Norma atau prilaku tat cara jiwa kesatria, berhasil dikuasai. Bukankah ia sudah menggunakan mata batinnya yang tajam atau peka? Ibarat hewan dengan bebannya! Sudah tak ada atau terjadi, kematian dalam kehidupan. Setelah bagaimana ia menerima ajaran gurunya. Sama sekali tidak diragukan lagi. Seluruh ajaran gurunya sudah tamat dan di kuasai dengan tersimpan dalam hati, serta diimankan dengan cermat. Mematuhi semua ajaran guru. Perbuatan, pikiran dan rasa bukankah diuji dalam hati yang suci dan bening? Benar-benar terasa sebagai anugrah Tuhan.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Sesungguhnya sang guru benar-benar sudah hilang raganya, sudah tidak ada. Akan tetapi selalu terbayang dalam hatinya. Dan sudah ditetapkan sebagai kekasihnya. Adapun segala ketercelaan hati sudah lenyap. Rasanya tenanglah dunia dan akhirat. Karena kebersihan dan kesucian jiwa sudah diketemukan. Sukma suci dalam segala tingkah lakunya itu memahami sepaham-pahamnya.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Bukankah sudah memahami lewat petunjuk? Sehingga tidak takut akan kematian yang sering timbul dalam buah pikiran? Ia sudah mengharapkan bahwa raganya akan ikhlas kalau kematian yang mulia. Yang diridhai oleh Tuhan atau Sang Hyang Widi. Namun sebenarnya tidak ada tanggapan perasaan. Yaitu rasa seperti itu. Tiadanya pandang atau wawasan seperti itu. Bukankah sudah lenyap semuanya. Tinggal jiwa suci yang terpuji mulia? Mulia seperti zaman dahulu atau awalnya. Tidak meragukan kematian yang sebenarnya. Yang menjemput maut setiap saat. Tidak merasakan akan kematiannya. Toh yang rusak itu nafsu dan badan, jiwa hidup abadi dan aman sejahtera. Senang, mulia dan merdeka, semuanya itu sudah diterapkan dalam hati. Sehingga berpegang pada kuasa-Nya. Sudah mengetahui akan makna kematian yang sebenarnya, ia tidak merasa takut kapanpun maut menjemput. Yang sempurna ialah sudah aman, sejahtera, mulia, itulah makna yang sempurna. Yaitu tidak meninggalkan hak-Nya. Ketujuh alam sudah lenyap. Bukankah lenyapnya alam ini sudah jelas? Kini yang lain ibarat kau sajalah!<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Penguasa alam bukankah sudah kita ketahui? Yang bernama Abirawa yang artinya beerkuasa dan berkehendak. Adapun alam yang keenam artinya ialah yang telah lenyap : timur, barat, utara, selatan, atas, bawah serta kayu dan batu dan diri sendiri. Bila kita telah mati yang ada hanya kosong dan sepi. Yang terdengar hanya deru angin, debur air dan kobaran api di alam dahana. Matahari, bulan, bukankah termasuk alam juga? Dua puluh tiga alam yang serba nafsu itu, semuanya habis belaka. Walaupun bukankah sama dahulunya?.****<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Syekh Malay sudah memahami hal itu semua? Kalau itu semua adalah alam serba nafsu. Dan alam yang sebenar-benarnya sudah jelas yaitu penguasa alam semua. Sedang penyelarasnya hanyalah alam anbiyak ini. Alam anbiyak itu baunya harum dan mewangi. Tapi bukan pribadi majazi. Yang hakiki yang menyelaraskan alam. Menjadi terang dan mulia semua.<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: justify;"><span style="font-weight: normal;font-size:10;" >Dan alam berarti itu ialah tempat jiwa suci, terang, bersih. Itulah alam malakut. Artinya ialah sudah tiba menjelang alam kemuliaan. Ibarat ruangan, sekat sebagai pemisah. Adapun alam anbiyak ialah alam mulia yang masih akan digapai. Sifat hidup itulah kehidupannya. Tentang mana mirah mana intan. Sudah jelas nilai dari Kumala Adi. Yaitu sebagus-bagusnya warna dari intan itu sendiri. Lenyapnya bukankah sama dengan lainnya? Itulah alam anbiya.*********<o:p></o:p></span></h4> <h4 style="text-align: center;" align="center"><strong><span style="color:blue;">Tamat</span></strong><o:p></o:p></h4> <h4 style="text-align: justify;"><em><span style="color:maroon;"><o:p> </o:p></span></em></h4> <h4 style="text-align: justify;"><em><span style="color:maroon;"><o:p> </o:p></span></em></h4> <h4 style="text-align: justify;"><em><span style="color:maroon;"><br /></span></em></h4> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <h4 style="text-align: justify;"><em><span style="color:maroon;">Alang Alang Kumitir.</span></em></h4>bagussamiajiblogspothttp://www.blogger.com/profile/03082448887657518369noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2421651761883177696.post-91945350395579403542009-05-29T01:34:00.000-07:002009-05-29T01:40:27.176-07:00Kapetik soko bloke sederek Kariyan (http://www.karyakariyan.blogspot.com/),<br /><br /><br /><h2 class="title">HADIAH dari SITI JENANG</h2> <div class="widget-content"> <a href="http://sitijenang.blogspot.com/"><span style="text-decoration: underline; color: rgb(51, 255, 255);"><span style="font-weight: bold;">MAKANA HURUF JAWA</span></span></a><br /><br /><ul><li><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 102, 255);">Ha</span> Hana hurip wening suci - <span style="font-style: italic; font-weight: bold; color: rgb(51, 255, 51);">adanya hidup adalah kehendak dari yang Maha Suci</span></li><li><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 102, 255);">Na</span>Nur candra, gaib candra, warsitaning candara - <span style="font-style: italic; font-weight: bold; color: rgb(51, 255, 51);">pengharapan manusia hanya selalu ke sinar Illahi</span></li><li><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 102, 255);">Ca</span> Cipta wening, cipta mandulu, cipta dadi - <span style="font-weight: bold; font-style: italic; color: rgb(51, 255, 51);">arah dan tujuan pada Yang Maha Tunggal</span></li><li><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 102, 255);">Ra</span> Rasaingsun handulusih - <span style="font-weight: bold; font-style: italic; color: rgb(51, 255, 51);">rasa cinta sejati muncul dari cinta kasih nurani</span></li><li><span style="font-weight: bold;"><span style="color: rgb(51, 102, 255);">Ka</span> </span>Karsaningsun memayuhayuning bawana - <span style="font-weight: bold; font-style: italic; color: rgb(51, 255, 51);">hasrat diarahkan untuk kesajeteraan alam</span></li><li><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 102, 255);">Da</span>Dumadining dzat kang tanpa winangenan - <span style="font-weight: bold; font-style: italic; color: rgb(51, 255, 51);">menerima hidup apa adanya</span></li><li><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 102, 255);">Ta</span>Tatas, tutus, titis, titi lan wibawa - <span style="font-weight: bold; font-style: italic; color: rgb(51, 255, 51);">mendasar, totalitas, satu visi, ketelitian dalam memandang hidup</span></li><li><span style="font-weight: bold;"><span style="color: rgb(51, 102, 255);">Sa</span> </span>Sifat ingsun handulu sifatullah - <span style="font-weight: bold; font-style: italic; color: rgb(51, 255, 51);">membentuk kasih sayang seperti kasih Tuhan</span></li><li><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 102, 255);">Wa</span> Wujud hana tan kena kinira - <span style="font-weight: bold; font-style: italic; color: rgb(51, 255, 51);">ilmu manusia hanya terbatas namun implikasinya bisa tanpa batas</span></li><li><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 102, 255);">La</span>Lir handaya paseban jati - <span style="font-weight: bold; font-style: italic; color: rgb(51, 255, 51);">mengalirkan hidup semata pada tuntunan Illahi</span></li><li><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 102, 255);">Pa</span>Papan kang tanpa kiblat - <span style="font-weight: bold; font-style: italic; color: rgb(51, 255, 51);">Hakekat Allah yang ada disegala arah</span></li><li><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 102, 255);">Dha</span> Dhuwur wekasane endek wiwitane - <span style="font-weight: bold; font-style: italic; color: rgb(51, 255, 51);">Untuk bisa diatas tentu dimulai dari dasar</span></li><li><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 102, 255);">Ja</span>Jumbuhing kawula lan Gusti - <span style="font-weight: bold; font-style: italic; color: rgb(51, 255, 51);">Selalu berusaha menyatu memahami kehendak-Nya</span></li><li><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 102, 255);">Ya</span> Yakin marang samubarang tumindak kang dumadi - <span style="font-weight: bold; font-style: italic; color: rgb(51, 255, 51);">yakin atas titah/kodrat Illahi</span></li><li><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 102, 255);">Nya</span> Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diuruki -<span style="font-weight: bold; font-style: italic; color: rgb(51, 255, 51);">memahami kodrat kehidupan</span></li><li><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 102, 255);">Ma</span> Madep mantep manembah mring Ilahi - <span style="color: rgb(51, 255, 51); font-weight: bold;">y</span><span style="font-weight: bold; font-style: italic; color: rgb(51, 255, 51);">akin/mantap dalam menyembah Ilahi</span></li><li><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 102, 255);">Ga</span>Guru sejati sing muruki - <span style="font-weight: bold; font-style: italic; color: rgb(51, 255, 51);">belajar pada guru nurani</span></li><li><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 102, 255);">Ba</span> Bayu sejati kang andalani - <span style="font-weight: bold; font-style: italic; color: rgb(51, 255, 51);">menyelaraskan diri pada gerak alam</span></li><li><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 102, 255);">Tha</span> Tukul saka niat - <span style="font-weight: bold; font-style: italic; color: rgb(51, 255, 51);">sesuatu harus dimulai dan tumbuh dari niatan</span></li><li><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 102, 255);">Nga</span>Ngracut busananing manungso - <span style="font-weight: bold; font-style: italic; color: rgb(51, 255, 51);">melepaskan egoisme pribadi manusia.</span></li></ul> </div>bagussamiajiblogspothttp://www.blogger.com/profile/03082448887657518369noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2421651761883177696.post-83724802519688707572009-05-15T01:10:00.000-07:002009-05-15T01:12:06.894-07:00Sosok Nabi Muhammad Dimata Merekahttp://www.kaskus.us/showthread.php?t=882902&page=12<br /><br /> <p class="MsoNormal"><b><span style="color: darkred;">Beberapa Komentar Tokoh mengenai Islam dan Rosulullah SAW</span></b></p> <p class="MsoNormal"><b>Spoiler</b> for <i>detail</i>: </p> <p class="MsoNormal">Quote:</p> <table class="MsoNormalTable" style="width: 100%;" border="0" cellpadding="0" cellspacing="0" width="100%"> <tbody><tr style=""> <td style="border: 1pt inset ; padding: 4.5pt;"> <p class="MsoNormal">Originally Posted by <strong>admien</strong> <a href="http://www.kaskus.us/showthread.php?p=60090225#post60090225"><span style="text-decoration: none;"><!--[if gte vml 1]><v:shapetype id="_x0000_t75" coordsize="21600,21600" spt="75" preferrelative="t" path="m@4@5l@4@11@9@11@9@5xe" filled="f" stroked="f"> <v:stroke joinstyle="miter"> <v:formulas> <v:f eqn="if lineDrawn pixelLineWidth 0"> <v:f eqn="sum @0 1 0"> <v:f eqn="sum 0 0 @1"> <v:f eqn="prod @2 1 2"> <v:f eqn="prod @3 21600 pixelWidth"> <v:f eqn="prod @3 21600 pixelHeight"> <v:f eqn="sum @0 0 1"> <v:f eqn="prod @6 1 2"> <v:f eqn="prod @7 21600 pixelWidth"> <v:f eqn="sum @8 21600 0"> <v:f eqn="prod @7 21600 pixelHeight"> <v:f eqn="sum @10 21600 0"> </v:formulas> <v:path extrusionok="f" gradientshapeok="t" connecttype="rect"> <o:lock ext="edit" aspectratio="t"> </v:shapetype><v:shape id="_x0000_i1025" type="#_x0000_t75" alt="View Post" href="http://www.kaskus.us/showthread.php?p=60090225#post60090225" style="'width:9pt;" button="t"> <v:imagedata src="file:///C:\DOCUME~1\SARDI~1.SCT\LOCALS~1\Temp\msohtml1\01\clip_image001.gif" href="http://www.kaskus.us/images/buttons/viewpost.gif"> </v:shape><![endif]--><!--[if !vml]--><span style=""><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/SARDI%7E1.SCT/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image001.gif" alt="View Post" title="View Post" class="inlineimg" shapes="_x0000_i1025" border="0" height="12" width="12" /></span><!--[endif]--></span></a></p> <p class="MsoNormal"><b><i>MAHATMA GANDHI (Komentar mengenai karakter Muhammad di YOUNG <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">INDIA</st1:place></st1:country-region>)</i></b><i><o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><b><i>Spoiler</i></b><i> for : <o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><i>“Pernah saya bertanya-tanya siapakah tokoh yang paling mempengaruhi manusia… Saya lebih dari yakin bahwa bukan pedanglah yang memberikan kebesaran pada Islam pada masanya. Tapi ia datang dari kesederhanaan, kebersahajaan, kehati-hatian Muhammad; serta pengabdian luar biasa kepada teman dan pengikutnya, tekadnya, keberaniannya, serta keyakinannya pada Tuhan dan tugasnya. Semua ini (dan bukan pedang ) menyingkirkan segala halangan. Ketika saya menutup halaman terakhir volume 2 (biografi Muhammad), saya sedih karena tiada lagi cerita yang tersisa dari hidupnya yang agung. <o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><i><br /> <br /> <b>Sir George Bernard Shaw (The Genuine Islam,’ Vol. 1, No. 8, 1936.)</b><o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><b><i>Spoiler</i></b><i> for : <o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><i>“Jika ada agama yang berpeluang menguasai Inggris bahkan Eropa - beberapa ratus tahun dari sekarang, Islam-lah agama tersebut.”<br /> <br /> Saya senantiasa menghormati agama Muhammad karena potensi yang dimilikinya. Ini adalah satu-satunya agama yang bagi saya memiliki kemampuan menyatukan dan merubah peradaban. Saya sudah mempelajari Muhammad sesosok pribadi agung yang jauh dari kesan seorang anti-kristus, dia harus dipanggil ’sang penyelamat kemanusiaan”<br /> <br /> “Saya yakin, apabila orang semacam Muhammad memegang kekuasaan tunggal di dunia modern ini, dia akan berhasil mengatasi segala permasalahan sedemikian hingga membawa kedamaian dan kebahagiaan yang dibutuhkan dunia: Ramalanku, keyakinan yang dibawanya akan diterima Eropa di masa datang dan memang ia telah mulai diterima Eropa saat ini.<br /> <br /> “Dia adalah manusia teragung yang pernah menginjakkan kakinya di bumi ini. Dia membawa sebuah agama, mendirikan sebuah bangsa, meletakkan dasar-dasar moral, memulai sekian banyak gerakan pembaruan sosial dan politik, mendirikan sebuah masyarakat yang kuat dan dinamis untuk melaksanakan dan mewakili seluruh ajarannya, dan ia juga telah merevolusi pikiran serta perilaku manusia untuk seluruh masa yang akan datang.<br /> <br /> Dia adalah Muhammad (SAW). Dia lahir di Arab tahun 570 masehi, memulai misi mengajarkan agama kebenaran, Islam (penyerahan diri pada Tuhan) pada usia 40 dan meninggalkan dunia ini pada usia 63. Sepanjang masa kenabiannya yang pendek (23 tahun) dia telah merubah Jazirah Arab dari paganisme dan pemuja makhluk menjadi para pemuja Tuhan yang Esa, dari peperangan dan perpecahan antar suku menjadi bangsa yang bersatu, dari kaum pemabuk dan pengacau menjadi kaum pemikir dan penyabar, dari kaum tak berhukum dan anarkis menjadi kaum yang teratur, dari kebobrokan ke keagungan moral. Sejarah manusia tidak pernah mengenal tranformasi sebuah masyarakat atau tempat sedahsyat ini bayangkan ini terjadi dalam kurun waktu hanya sedikit di atas DUA DEKADE.” <o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><i><br /> <b>MICHAEL H. HART (THE 100: A RANKIN G OF THE MOST INFLUENTIAL PERSONS IN HISTORY, New York, 1978)</b><o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><b><i>Spoiler</i></b><i> for : <o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><i>Pilihan saya untuk menempatkan Muhammad pada urutan teratas mungkin mengejutkan semua pihak, tapi dialah satu-satunya orang yang sukses baik dalam tataran sekular maupun agama. (hal. 33). Lamar tine, seorang sejarawan terkemuka menyatakan bahwa: “Jika keagungan sebuah tujuan, kecilnya fasilitas yang diberikan untuk mencapai tujuan tersebut, serta menakjubkannya hasil yang dicapai menjadi tolok ukur kejeniusan seorang manusia; siapakah yang berani membandingkan tokoh hebat manapun dalam sejarah modern dengan Muhammad? Tokoh-tokoh itu membangun pasukan, hukum dan kerajaan saja. Mereka hanyalah menciptakan kekuatan-kekuatan material yang hancur bahkan di depan mata mereka sendiri.<br /> <br /> Muhammad bergerak tidak hanya dengan tentara, hukum, kerajaan, rakyat dan dinasti, tapi jutaan manusia di dua per tiga wilayah dunia saat itu; lebih dari itu, ia telah m erubah altar-altar pemujaan, sesembahan, agama, pikiran, kepercayaan serta jiwa… Kesabarannya dalam kemenangan dan ambisinya yang dipersembahkan untuk satu tujuan tanpa sama sekali berhasrat membangun kekuasaan, sembahyang-sembahyangnya, dialognya dengan Tuhan, kematiannnya dan kemenangan-kemenangan (umatnya) setelah kematiannya; semuanya membawa keyakinan umatnya hingga ia memiliki kekuatan untuk mengembalikan sebuah dogma. Dogma yang mengajarkan ketunggalan dan kegaiban (immateriality) Tuhan yang mengajarkan siapa sesungguhnya Tuhan. Dia singkirkan tuhan palsu dengan kekuatan dan mengenalkan tuhan yang sesungguhnya dengan kebijakan. Seorang filsuf yang juga seorang orator, apostle (hawariyyun, 12 orang pengikut Yesus-pen.), prajurit, ahli hukum, penakluk ide, pengembali dogma-dogma rasional dari sebuah ajaran tanpa pengidolaan, pendiri 20 kerajaan di bumi dan satu kerajaan spiritual, ialah Muhammad. Dari semua standar bagaimana kehebatan seorang manusia diukur, mungkin kita patut bertanya: adakah orang yang lebih agung dari dia?” <o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><i><br /> <b>Lamar tine, HISTOIRE DE LA TURQUIE, Paris, 1854, Vol. II, pp 276-277</b><o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><b><i>Spoiler</i></b><i> for : <o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><i>“Dunia telah menyaksikan banyak pribadi-pribadi agung. Namun, dari orang orang tersebut adalah orang yang sukses pada satu atau dua bidang saja misalnya agama atau militer. Hidup dan ajaran orang-orang ini seringkali terselimuti kabut waktu dan zaman. Begitu banyak spekulasi tentang waktu dan tempat lahir mereka, cara dan gaya hidup mereka, sifat dan detail ajaran mereka, serta tingkat dan ukuran kesuksesan mereka sehingga sulit bagi manusia untuk merekonstruksi ajaran dan hidup tokoh-tokoh ini.<br /> <br /> Tidak demikian dengan orang ini. Muhammad (SAW) telah begitu tinggi menggapai dalam berbagai bidang pikir dan perilaku manusia dalam sebuah episode cemerlang sejarah manusia. Setiap detil dari kehidupan pribadi dan ucapan-ucapannya telah secara akurat didokumentasikan dan dijaga dengan teliti sampai saat ini. Keaslian ajarannya begitu terjaga, tidak saja oleh karena penelusuran yang dilakukan para pengikut setianya tapi juga oleh para penentangnya. Muhammad adalah seorang agamawan, reformis sosial, teladan moral, administrator massa, sahabat setia, teman yang menyenangkan, suami yang penuh kasih dan seorang ayah yang penyayang - semua menjadi satu.<br /> <br /> Tiada lagi manusia dalam sejarah melebihi atau bahkan menyamainya dalam setiap aspek kehidupan tersebut -hanya dengan kepribadian seperti dia-lah keagungan seperti ini dapat diraih.”<br /> <br /> K. S. RAMAKRISHNA RAO, Professor Philosophy dalam bookletnya, “Muhammad, The Prophet of Islam”<br /> <br /> <br /> Kepribadian Muhammad, hhmm sangat sulit untuk menggambarkannya dengan tepat. Saya pun hanya bisa menangkap sekilas saja: betapa ia adalah lukisan yang indah. Anda bisa lihat Muhammad s ang Nabi, Muhammad sang pejuang, Muhammad sang pengusaha, Muhammad sang negarawan, Muhammad sang orator ulung, Muhammad sang pembaharu, Muhammad sang pelindung anak yatim-piatu,<br /> Muhammad sang pelindung hamba sahaya, Muhammad sang pembela hak wanita, Muhammad sang hakim, Muhamad sang pemuka agama. Dalam setiap perannya tadi, ia adalah seorang pahlawan.<br /> Saat ini, 14 abad kemudian, kehidupan dan ajaran Muhammad tetap selamat, tiada yang hilang atau berubah sedikit pun. Ajaran yang menawarkan secercah harapan abadi tentang obat atas segala penyakit kemanusiaan yang ada dan telah ada sejak masa hidupnya. Ini bukanlah klaim seorang pengikutnya tapi juga sebuah simpulan tak terelakkan dari sebuah analisis sejarah yang kritis dan tidak bias. <o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><i><br /> <b>PROF. (SNOUCK) HURGRONJE</b><o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><b><i>Spoiler</i></b><i> for : <o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><i>Liga bangsa-bangsa yang didirikan Nabi umat Islam telah meletakkan dasar-dasar persatuan internasional dan persaudaraan manusia di atas pondasi yang universal yang menerangi bagi bangsa lain. Buktinya, sampai saat ini tiada satu bangsa pun di dunia yang mampu menyamai Islam dalam capaiannya mewujudkan ide persatuan bangsa-bangsa.<br /> <br /> Dunia telah banyak mengenal konsep ketuhanan, telah banyak individu yang hidup dan misinya lenyap menjadi legenda. Sejarah menunjukkan tiada satu pun legenda ini yang menyamai bahkan sebagian dari apa yang Muhammad capai. Seluruh jiwa raganya ia curahkan untuk satu tujuan: menyatukan manusia dalam pengabdian kapada Tuhan dalam aturan-aturan ketinggian moral. Muhammad atau pengikutnya tidak pernah dalam sejarah menyatakan bahwa ia adalah putra Tuhan atau reinkarnasi Tuhan atau seorang jelmaan Tuhan dia selalu sejak dahulu sampai saat ini menganggap dirinya dan dianggap oleh pengikutnya hanyalah sebagai seorang pesuruh yang dipilih Tuhan. <o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><i><br /> <b>THOMAS CARLYLE in his HEROES AND HEROWORSHIP</b><o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><b><i>Spoiler</i></b><i> for : <o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><i>Betapa menakjubkan seorang manusia sendirian dapat mengubah suku-suku yang saling berperang dan kaum nomaden (Baduy) menjadi sebuah bangsa yang paling maju dan paling berperadaban hanya dalam waktu kurang dari dua dekade.<br /> <br /> “Kebohongan yang dipropagandakan kaum Barat yang diselimutkan kepada orang ini (Muhammad) hanyalah mempermalukan diri kita sendiri. “Sesosok jiwa besar yang tenang, seorang yang mau tidak mau harus dijunjung tinggi. Dia diciptakan untuk menerangi dunia, begitulah perintah Sang Pencipta Dunia. <o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><i><br /> <b>EDWARD GIBBON and SIMON OCKLEY speaking on the profession of ISLAM</b><o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><b><i>Spoiler</i></b><i> for : <o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><i>Saya percaya bahwa Tuhan adalah tunggal dan Muhammad adalah pesuruh-Nya adalah pengakuan kebenaran Islam yang simpel dan seragam. Tuhan tidak pernah dihinakan dengan pujaan-pujaan kemakhlukan; penghormatan terhadap Sang Nabi tidak pernah berubah menjadi pengkultusan berlebihan; dan prinsip-prinsip hidupnya telah memberinya penghormatan dari pengikutnya dalam batas-batas akal dan agama (HISTORY OF THE SARACEN EMPIRES, London, 1870, p. 54).<br /> <br /> Muhammad tidak lebih dari seorang manusia biasa. Tapi ia adalah manusia dengan tugas mulia untuk menyatukan manusia dalam pengabdian terhadap satu dan hanya satu Tuhan serta untuk mengajarkan hidup yang jujur dan lurus sesuai perintah Tuhan. Dia selalu menggambarkan dirinya sebagai ‘hamba dan pesuruh Tuhan dan demikianlah juga setiap tindakannya.<br /> <br /> SAROJINI NAIDU, penyair terkenal <st1:country-region st="on">India</st1:country-region> (S. Naidu, IDEALS OF ISLAM, vide Speeches & Writings, Madras, 1918, p. 169):<br /> <br /> Inilah agama pertama yang mengajarkan dan mempraktekkan demokrasi; di setiap masjid, ketika adzan dikumandangkan dan jemaah telah berkumpul, demokrasi dalam Islam terwujud <st1:city st="on"><st1:place st="on">lima</st1:place></st1:City> kali sehari ketika seorang hamba dan seorang raja berlutut berdampingan dan mengakui: ‘Allah Maha Besar�E.. Saya terpukau lagi dan lagi oleh kebersamaan Islam yang secara naluriah membuat manusia menjadi bersaudara. <o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><i><br /> <b>DIWAN CHAND SHARMA</b><o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><b><i>Spoiler</i></b><i> for : <o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><i>“Muhammad adalah sosok penuh kebaikan, pengaruhnya dirasakkan dan tak pernah dilupakan orang-orang terdekatnya. (D.C. Sharma, THE PROPHETS OF THE EAST, Calcutta, 1935, pp. 12)<br /> <br /> James A. Michener, “Islam: The Misunderstood Religion,” in READER’S DIGEST (American edition), May 1955, pp. 68-70.<br /> <br /> Muhammad, seorang inspirator yang mendirikan Islam, dilahirkan pada tahun 570 masehi dalam masyarakat Arab penyembah berhala. Yatim semenjak kecil dia secara khusus memberikan perhatian kepada fakir miskin, yatim piatu dan janda, serta hamba sahaya dan kaum lemah. Di usia 20 tahun, dia sudah menjadi seorang pengusaha yang sukses, dan menjadi pengelola bisnis seorang janda kaya. Ketika mencapai usia 25, sang majikan melamarnya. Meski usia perempuan tersebut 15 tahun lebih tua Muhammad menikahinya dan tetap setia kepadanya sepanjang hayat sang istri.<br /> “Seperti halnya para nabi lain, Muhammad memulai tugas kenabiannya dengan sembunyi2 dan ragu2 karena menyadari kelemahannya. Tapi “Baca adalah perintah yang diperolehnya, -dan meskipun sampai saat ini diyakini bahwa Muhammad tidak bisa membaca dan menulis dan keluarlah dari mulutnya satu kalimat yang akan segera mengubah dunia: “Tiada tuhan selain Tuhan.<br /> <br /> “Dalam setiap hal, Muhammad adalah seorang yang mengedepankan akal. Ketika putranya, Ibrahim, meninggal disertai gerhana dan menimbulkan anggapan ummatnya bahwa hal tersebut adalah wujud rasa belasungkawa Tuhan kepadanya, Muhammad berkata: “Gerhana adalah sebuah kejadian alam biasa, adalah suatu kebodohan mengkaitkannya dengan kematian atau kelahiran seorang manusia.<br /> “Sesaat setelah ia meninggal, sebagian pengikutnya hendak memujanya sebagaimana Tuhan dipuja, akan tetapi penerus kepemimpinannya (Abu Bakar-pen. ) menepis keingingan ummatnya itu dengan salah satu pidato relijius terindah sepanjang masa: ‘Jika ada diatara kalian yang menyembah Muhammad, maka ketahuilah bahwa ia telah meninggal. Tapi jika Tuhan-lah yang hendak kalian sembah, ketahuilah bahwa Ia hidup selamanya (Ayat terkait: Q.S. Al Imran, 144 - pen.) <o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><i><br /> <b>W. Montgomery Watt, MOHAMMAD AT <st1:city st="on">MECCA</st1:City>, <st1:city st="on"><st1:place st="on">Oxford</st1:place></st1:City>, 1953, p. 52.</b><o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><b><i>Spoiler</i></b><i> for : <o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><i>“Kesiapannya menempuh tantangan atas keyakinannya, ketinggian moral para pengikutnya, serta pencapaiannya yang luar biasa semuanya menunjukkan integritasnya. Mengira Muhammad sebagai seorang penipu hanyalah memberikan masalah dan bukan jawaban. Lebih dari itu, tiada figur hebat yang digambarkan begitu buruk di Barat selain Muhammad. <o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><i><br /> <b>Annie Besant, THE LIFE AND TEACHINGS OF MUHAMMAD, <st1:city st="on"><st1:place st="on">Madras</st1:place></st1:City>, 1932, p. 4.</b><o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><b><i>Spoiler</i></b><i> for : <o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><i>“Sangat mustahil bagi seseorang yang memperlajari karakter Nabi Bangsa Arab, yang mengetahui bagaimana ajarannya dan bagaimana hidupnya untuk merasa kan selain hormat terhadap beliau, salah satu utusan-Nya. Dan meskipun dalam semua yang saya gambarkan banyak hal-hal yang terasa biasa, namun setiap kali saya membaca ulang kisah-kisahnya, setiap kali pula saya mersakan kekaguman dan penghormatan kepada sang Guru Bangsa Arab tersebut.” <o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><i><br /> <b>Bosworth Smith, MOHAMMAD AND MOHAMMADANISM, <st1:city st="on"><st1:place st="on">London</st1:place></st1:City>, 1874, p. 92.</b><o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><b><i>Spoiler</i></b><i> for : <o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><i>“Dia adalah perpaduan Caesar dan Paus; tapi dia adalah sang Paus tanpa pretensinya dan seorang caesar tanpa Legionnaire-nya: tanpa tentara, tanpa pengawal, tanpa istana, tanpa pengahasilan tetap; jika ada seorang manusia yang pantas untuk berkata bahwa dia-lah wakil Tuhan penguasa dunia, Muhammad lah orang itu, karena dia memiliki kekuatan meski ia tak memiliki segala instrument atau penyokongnya. <o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><i><br /> <b>John William Draper, M.D., L.L.D., A History of the Intellectual Development of Europe, London 1875, Vol.1, pp.329-330</b><o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><b><i>Spoiler</i></b><i> for : <o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><i>“Empat tahun setelah kematian Justinianus, pada 569 AD, telah lahir di Mekkah Arabia seorang manusia yang sangat besar pengaruhnya terhadap ummat manusia Muhammad. <o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><i><br /> <b>John Austin, “Muhammad the Prophet of Allah,” in T.P. ’s and <st1:place st="on">Cassel</st1:place>’s Weekly for 24th September 1927.</b><o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><b><i>Spoiler</i></b><i> for : <o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><i>Dalam kurun waktu hanya sedikit lebih dari satu tahun, ia telah menjadi pemimpin di Madinah. Kedua tangannya memegang sebuah tuas yang siap mengguncang dunia. <o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><i><br /> <b>Professor Jules Masserman</b><o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><b><i>Spoiler</i></b><i> for : <o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><i>“Pasteur dan Salk adalah pemimpin dalam satu hal (intelektualitas-pen). Gandhi dan Konfusius pada hal lain serta Alexander, Caesar dan Hitler mungkin pemimpin pada kategori kedua dan ketiga (reliji dan militer pen.). Jesus dan Buddha mungkin hanya pada kategori kedua. Mungkin pemimpin terbesar sepanjang masa adalah Muhammad, yang sukses pada ketiga kategori<br /> tersebut. Dalam skala yang lebih kecil Musa melakukan hal yang sama. <o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 12pt;"><i><br /> <b>In English tambahan dr kaskuser <!--[if gte vml 1]><v:shape id="_x0000_i1026" type="#_x0000_t75" alt="" style="'width:48pt;height:24pt'"> <v:imagedata src="file:///C:\DOCUME~1\SARDI~1.SCT\LOCALS~1\Temp\msohtml1\01\clip_image002.gif" href="http://www.kaskus.us/images/smilies/sumbangan/smiley_beer.gif"> </v:shape><![endif]--><!--[if !vml]--><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/SARDI%7E1.SCT/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image002.gif" title="Angkat Beer" class="inlineimg" shapes="_x0000_i1026" border="0" height="32" width="64" /><!--[endif]--></b><br /> <!--[if !supportLineBreakNewLine]--><br /> <!--[endif]--><o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><b><i>Spoiler</i></b><i> for sumber: <o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><i><a href="http://www.britannica.com/" target="_blank">Encylopedia Britania</a> <o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><i><br /> sumber : http://www.kaskus.us/showthread.php?t=882902&page=12<br /> smoga manfaat<o:p></o:p></i></p> </td> </tr> </tbody></table>bagussamiajiblogspothttp://www.blogger.com/profile/03082448887657518369noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2421651761883177696.post-4543364140150170792009-05-11T02:12:00.000-07:002009-05-11T02:14:33.899-07:00Gambaran Orang Yang Telah Mencapai Ma'rifat<p class="MsoNormal"><b style="">MAKNA AJARAN DEWA RUCI</b><br /><br />Orang Jawa menganggap cerita wayang merupakan cermin dari pada kehidupannya.<br /><br />Dewa Ruci yang merupakan cerita asli wayang Jawa memberikan gambaran yang jelas mengenai hubungan harmonis antara Kawula dan Gusti, yang diperagakan oleh Bima atau Aria Werkudara dan Dewa Ruci.<br /><br /><b style="">Pencarian air suci Prawitasari<br /></b><br />Guru Durna memberitahukan Bima untuk menemukan air suci Prawitasari. Prawita dari asal kata Pawita artinya bersih, suci; sari artinya inti. Jadi Prawitasari pengertiannya adalah inti atau sari dari pada ilmu suci.<br /><br /><b style="">Hutan Tikbrasara dan Gunung Reksamuka</b><br /><br />Air suci itu dikatakan berada dihutan Tikbrasara, dilereng Gunung Reksamuka. Tikbra artinya rasa prihatin; sara berarti tajamnya pisau, ini melambangkan pelajaran untuk mencapai landeping cipta (tajamnya cipta). Reksa berarti mamalihara atau mengurusi; muka adalah wajah, jadi yang dimaksud dengan Reksamuka dapat diartikan: mencapai sari ilmu sejati melalui samadi.<br /><br />1. Sebelum melakukan samadi orang harus membersihkan atau menyucikan badan dan jiwanya dengan air.<br /><br />2. Pada waktu samadi dia harus memusatkan ciptanya dengan fokus pandangan kepada pucuk hidung. Terminologi mistis yang dipakai adalah mendaki gunung Tursina, Tur berarti gunung, sina berarti tempat artinya tempat yang tinggi.<br /><br />Pandangan atau paningal sangat penting pada saat samadi. Seseorang yang mendapatkan restu dzat yang suci, dia bisa melihat kenyataan antara lain melalui cahaya atau sinar yang datang kepadanya waktu samadi. Dalam cerita wayang digambarkan bahwasanya Resi Manukmanasa dan Bengawan Sakutrem bisa pergi ketempat suci melalui cahaya suci.<br /><br /><b style="">Raksasa Rukmuka dan Rukmakala</b><br /><br />Di hutan, Bima diserang oleh dua raksasa yaitu Rukmuka dan Rukmakala. Dalam pertempuran yang hebat Bima berhasil membunuh keduanya, ini berarti Bima berhasil menyingkirkan halangan untuk mencapai tujuan supaya samadinya berhasil.<br /><br />Rukmuka : Ruk berarti rusak, ini melambangkan hambatan yang berasal dari kemewahan makanan yang enak (kemukten).<br /><br />Rukmakala : Rukma berarti emas, kala adalah bahaya, menggambarkan halangan yang datang dari kemewahan kekayaan material antara lain: pakaian, perhiasan seperti emas permata dan lain-lain (kamulyan)<br /><br />Bima tidak akan mungkin melaksanakan samadinya dengan sempurna yang ditujukan kepada kesucian apabila pikirannya masih dipenuhi oleh kamukten dan kamulyan dalam kehidupan, karena kamukten dan kamulyan akan menutupi ciptanya yang jernih, terbunuhnya dua raksasa tersebut dengan gamblang menjelaskan bahwa Bima bisa menghapus halangan-halangan tersebut.<br /><br /><b style="">Samudra dan Ular</b><br /><br />Bima akhirnya tahu bahwa air suci itu tidak ada di hutan , tetapi sebenarnya berada didasar samudra. Tanpa ragu-ragu sedikitpun dia menuju ke samudra. Ingatlah kepada perkataan Samudra Pangaksama yang berarti orang yang baik semestinya memiliki hati seperti luasnya samudra, yang dengan mudah akan memaafkan kesalahan orang lain.<br /><br />Ular adalah simbol dari kejahatan. Bima membunuh ular tersebut dalam satu pertarungan yang seru. Disini menggambarkan bahwa dalam pencarian untuk mendapatkan kenyataan sejati, tidaklah cukup bagi Bima hanya mengesampingkan kamukten dan kamulyan, dia harus juga menghilangkan kejahatan didalam hatinya. Untuk itu dia harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:<br /><br />1. Rila: dia tidak susah apabila kekayaannya berkurang dan tidak iri kepada orang lain.<br /><br />2. Legawa : harus selalu bersikap baik dan benar.<br /><br />3. Nrima : bersyukur menerima jalan hidup dengan sadar.<br /><br />4. Anoraga : rendah hati, dan apabila ada orang yang berbuat jahat kepadanya, dia tidak akan membalas, tetap sabar.<br /><br />5. Eling : tahu mana yang benar dan salah dan selalu akan berpihak kepada kebaikan dan kebenaran.<br /><br />6. Santosa : selalu beraa dijalan yang benar, tidak pernah berhenti untuk berbuat yang benar antara lain : melakukan samadi. Selalu waspada untuk menghindari perbuatan jahat.<br /><br />7. Gembira : bukan berarti senang karena bisa melaksanakan kehendak atau napsunya, tetapi merasa tentram melupakan kekecewaan dari pada kesalahan-kesalahan dari kerugian yang terjadi pada masa lalu.<br /><br />8. Rahayu : kehendak untuk selalu berbuat baik demi kepentingan semua pihak.<br /><br />9. Wilujengan : menjaga kesehatan, kalau sakit diobati.<br /><br />10. Marsudi kawruh : selalu mencari dan mempelajari ilmu yang benar.<br /><br />11. Samadi.<br /><br />12. Ngurang-ngurangi: dengan antara lain makan pada waktu sudah lapar, makan tidak perlu banyak dan tidak harus memilih makanan yang enak-enak: minum secukupnya pada waktu sudah haus dan tidak perlu harus memilih minuman yang lezat; tidur pada waktu sudah mengantuk dan tidak perlu harus tidur dikasur yang tebal dan nyaman; tidak boleh terlalu sering bercinta dan itu pun hanya boleh dilakukan dengan pasangannya yang sah.<br /><br /><b style="">Pertemuan dengan Dewa Suksma Ruci</b><br /><br />Sesudah Bima membunuh ular dengan menggunakan kuku Pancanaka, Bima bertemu dengan Dewa kecil yaitu Dewa Suksma Ruci yang rupanya persis seperti dia. Bima memasuki raga Dewa Suksma Ruci melalui telinganya yang sebelah kiri. Didalam, Bima bisa melihat dengan jelas seluruh jagad dan juga melihat dewa kecil tersebut.<br /><br />Pelajaran spiritual dari pertemuan ini adalah :<br /><br />Bima bermeditasi dengan benar, menutup kedua matanya, mengatur pernapasannya, memusatkan perhatiannya dengan cipta hening dan rasa hening.<br /><br />Kedatangan dari dewa Suksma Ruci adalah pertanda suci, diterimanya samadi Bima yaitu bersatunya kawula dan Gusti.<br /><br />Didalam paningal (pandangan didalam) Bima bisa melihat segalanya. Segalanya terbuka untuknya (Tinarbuka) jelas dan tidak ada rahasia lagi. Bima telah menerima pelajaran terpenting dalam hidupnya yaitu bahwa dalam dirinya yang terdalam, dia adalah satu dengan yang suci, tak terpisahkan. Dia telah mencapai kasunyatan sejati. Pengalaman ini dalam istilah spiritual disebut “mati dalam hidup” dan juga disebut “hidup dalam mati”. Bima tidak pernah merasakan kebahagiaan seperti ini sebelumnya. Mula-mula di tidak mau pergi tetapi kemudian dia sadar bahwa dia harus tetap melaksanakan pekerjaan dan kewajibannya, ketemu keluarganya dan lain-lain.<br /><br /><b style="">Arti simbolis pakaian dan perhiasan Bima</b><br /><br />Bima mengenakan pakaian dan perhiasan yang dipakai oleh orang yang telah mencapai kasunytan-kenyataan sejati. Gelang Candrakirana dikenakan pada lengan kiri dan kanannya. Candra artinya bulan, kirana artinya sinar. Bima yang sudah tinarbuka, sudah menguasai sinar suci yang terang yang terdapat didalam paningal.<br /><br />Batik poleng : kain batik yang mempunyai 4 warna yaitu; merah, hitam, kuning dan putih. Yang merupakan simbol nafsu, amarah, alumah, supiah dan mutmainah. Disini menggambarkan bahwa Bima sudah mampu untuk mengendalikan nafsunya.<br /><br />Tusuk konde besar dari kayu asem<br /><br />Kata asem menunjukkan sengsem artinya tertarik, Bima hanya tertarik kepada laku untuk kesempurnaan hidup, dia tidak tertarik kepada kekeyaan duniawi.<br /><br /><br /><br />Tanda emas diantara mata.<br /><br />Artiya Bima melaksanakan samadinya secara teratur dan mantap.<br /><br /><br /><br />Kuku Pancanaka<br /><br />Bima mengepalkan tinjunya dari kedua tangannya.<br /><br />Melambangkan :<br /><br />1. Dia telah memegang dengan kuat ilmu sejati.<br /><br />2. Persatuan orang-orang yang bermoral baik adalah lebih kuat, dari persatuan orang-orang yang tidak bertanggung jawab, meskipun jumlah orang yang bermoral baik itu kalah banyak.<br /><br />Contohnya <st1:place st="on"><st1:city st="on">lima</st1:City></st1:place> pandawa bisa mengalahkan seratus korawa. Kuku pancanaka menunjukkan magis dan wibawa seseorang yang telah mencapai ilmu sejati.</p>bagussamiajiblogspothttp://www.blogger.com/profile/03082448887657518369noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2421651761883177696.post-37945064831018125922009-04-29T02:21:00.001-07:002009-04-29T02:21:59.848-07:00Tasawuf dan Pengetahuan Diri (Suluk Wujil karya Sunan Bonang)<b style=""><span style="font-size: 14pt;"></span></b> <p class="MsoNormal"><b style=""><span style="font-size: 14pt;">Tasawuf dan Pengetahuan Diri</span></b> <span style=""> </span><i style="">(Suluk Wujil karya Sunan Bonang)<o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><br /><i style="">Di antara suluk karya Sunan Bonang yang paling dikenal dan relevan bagi kajian ini ialah Suluk Wujil. Dari segi bahasa dan puitika yang digunakan, serta konteks sejarahnya dengan perkembangan awal sastra Pesisir, SW benar-benar mencerminkan zaman peralihan Hindu ke Islam (abad ke-15 dan 16 M) yang sangat penting dalam sejarah Jawa Timur. Teks SW dijumpai antara lain dalam MS Bataviasche Genotschaft 54 (setelah RI merdeka disimpan di Museum Nasional, kini di Perpustakaan Nasional Jakarta) dan transliterasinya ke dalam huruf Latin dilakukan oleh Poerbatjaraka dalam tulisannya ”De Geheime Leer van Soenan Bonang (Soeloek Woedjil)” (majalah Djawa vol. XVIII, 1938). Terjemahannya dalam bahasa Indonesia pernah dilakukan oleh Suyadi Pratomo (1985), tetapi karena tidak memuaskan, maka untuk kajian ini kami berusaha menerjemahkan sendiri teks hasil transliterasi Poerbatjaraka.<br />Sebagai karya zaman peralihan Hindu ke Islam, pentingnya karya Sunan Bonang ini tampak dalam hal-hal seperti berikut: <o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><i style=""><o:p> </o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><i style="">Pertama, dalam SW tergambar suasana kehidupan budaya, intelektual dan keagamaan di Jawa pada akhir abad ke-15, yang sedang beralih kepercayaan dari agama Hindu ke agama Islam. Di arena politik peralihan itu ditandai denga runtuhnya Majapahit, kerajaan besar Hindu terakhir di Jawa, dan bangunnya kerajaan Demak, kerajaan Islam pertama. Demak didirikan oleh Raden Patah, putera raja Majapahit Prabu Kertabumi atau Brawijaya V daripada perkawinannya dengan seorang puteri Cina yang telah memeluk Islam. Dengan runtuhnya Majapahit terjadilah perpindahan kegiatan budaya dan intelektual dari sebuah kerajaan Hindu ke sebuah kerajaan Islam dan demikian pula tata nilai kehidupan masyarakat pun berubah.<br /> <!--[if !supportLineBreakNewLine]--><br /> <!--[endif]--><o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><i style="">Di lapangan sastra peralihan ini dapat dilihat dengan berhentinya kegiatan sastera Jawa Kuna setelah penyair terakhir Majapahit, Mpu Tantular dan Mpu Tanakung, meninggal dunia pda pertengahan abad ke-15 tanpa penerus yang kuat. Kegiatan pendidikan pula mula beralih ke pusat-pusat baru di daerah pesisir. Dari segi bahasa suluk ini memperlihatkan “keanehan-keanehan bahasa Jawa Kuna zaman Hindu” (Purbatjaraka: 1938) karena memang ditulis pada zaman permulaan munculnya bahasa Jawa Madya. <o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><i style=""><o:p> </o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><i style="">Dari segi puitika pula, cermin zaman peralihan begitu ketara. Penulisnya menggunakan tembang Aswalalita yang agak menyimpang, selain tembang Dhandhanggula. Aswalalita adalah metrum Jawa Kuna yang dicipta berdasarkan puitika Sanskerta. Setelah wafatnya Sunan Bonang tembang ini tidak lagi digunakan oleh para penulis tembang di Jawa.<br />Sunan Bonang sebagai seorang penulis Muslim awal dalam sastra Jawa, menunjukkan sikap yang sangat berbeda dengan para penulis Muslim awal di Sumatra. Yang terakhir sudah sejak awal kegiatan kreatifnya menggunakan huruf Jawi atau Arab Melayu, sedangkan Sunan Bonang dan penulis-penulis Muslim Jawa yang awal masih menggunakan huruf Jawa, dan baru ketika agama Islam telah tersebar luas huruf Arab digunakan untuk menulis teks-teks berbahasa Jawa. Dalam penulisan puisinya, Sunan Bonang juga banyak menggunakan tamsil-tamsil yang tidak asing dalam kebudayaan Jawa pada masa itu. Misalnya tamsil wayang, dalang dan lakon cerita pewayangan seperti Perang Bharata antara Kurawa dan Pandawa. Selain itu dia juga masih mempertahankan penggunaan bentuk tembang Jawa Kuno, yaitu aswalalita, yang didasarkan pada puitika Sanskerta. Dengan cara demikian, kehadiran karyanya tidak dirasakan sebagai sesuatu yang asing bagi pembaca sastra Jawa, malahan dipandangnya sebagai suatu kesinambungan.<br /> <!--[if !supportLineBreakNewLine]--><br /> <!--[endif]--><o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal"><i style="">Kedua, pentingnya Suluk Wujil karena renungan-renungannya tentang masalah hakiki di sekitar wujud dan rahasia terdalam ajaran agama, memuaskan dahaga kaum terpelajar Jawa yang pada umumnya menyukai mistisisme atau metafisika, dan seluk beluk ajaran keruhanian. SW dimulai dengan pertanyaan metafisik yang esensial dan menggoda sepanjang zaman, di Timur maupun Barat:<br /></i><br /> <!--[if !supportLineBreakNewLine]--><br /> <!--[endif]--></p> <p class="MsoNormal">SULUK WUJIL KARYA SUNAN BONANG </p> <p class="MsoNormal"><br />1<br />Inilah ceritera si Wujil<br />Berkata pada guru yang diabdinya<br />Ratu Wahdat<br />Ratu Wahdat nama gurunya<br />Bersujud ia ditelapak kaki Syekh Agung<br />Yang tinggal di desa Bonang<br />Ia minta maaf<br />Ingin tahu hakikat<br />Dan seluk beluk ajaran agama<br />Sampai rahsia terdalam<br /><br />2<br />Sepuluh tahun lamanya<br />Sudah Wujil<br />Berguru kepada Sang Wali<br />Namun belum mendapat ajaran utama<br />Ia berasal dari Majapahit<br />Bekerja sebagai abdi raja<br />Sastra Arab telah ia pelajari<br />Ia menyembah di depan gurunya<br />Kemudian berkata<br />Seraya menghormat<br />Minta maaf<br /><br />3<br />“Dengan tulus saya mohon<br />Di telapak kaki tuan Guru<br />Mati hidup hamba serahkan<br />Sastra Arab telah tuan ajarkan<br />Dan saya telah menguasainya<br />Namun tetap saja saya bingung<br />Mengembara kesana-kemari<br />Tak berketentuan.<br />Dulu hamba berlakon sebagai pelawak<br />Bosan sudah saya<br />Menjadi bahan tertawaan orang<br /><br />4<br />Ya Syekh al-Mukaram!<br />Uraian kesatuan huruf<br />Dulu dan sekarang<br />Yang saya pelajari tidak berbeda<br />Tidak beranjak dari tatanan lahir<br />Tetap saja tentang bentuk luarnya<br />Saya meninggalkan Majapahit<br />Meninggalkan semua yang dicintai<br />Namun tak menemukan sesuatu apa<br />Sebagai penawar<br /><br />5<br />Diam-diam saya pergi malam-malam<br />Mencari rahsia Yang Satu dan jalan sempurna<br />Semua pendeta dan ulama hamba temui<br />Agar terjumpa hakikat hidup<br />Akhir kuasa sejati<br />Ujung utara selatan<br />Tempat matahari dan bulan terbenam<br />Akhir mata tertutup dan hakikat maut<br />Akhir ada dan tiada<br /><br /><i style="">Pertanyaan-pertanyaan Wujil kepada gurunya merupakan pertanyaan universal dan eksistensial, serta menukik hingga masalah paling inti, yang tidak bisa dijawab oleh ilmu-ilmu lahir. Terbenamnya matahari dan bulan, akhir utara dan selatan, berkaitan dengan kiblat <span style=""> </span>dan gejala kehidupan yang senantiasa berubah. Jawabannya menghasilkan ilmu praktis dan teoritis seperti fisika, kosmologi, kosmogeni, ilmu pelayaran, geografi dan astronomi. Kapan mata tertutup berkenaan dengan pancaindra dan gerak tubuh kita. Sadar dan tidak sadar, bingung dan gelisah, adalah persoalan psikologi. <st1:city st="on"><st1:place st="on">Ada</st1:place></st1:City> dan tiada merupakan persoalan metafisika. Setiap jawaban yang diberikan sepanjang zaman di tempat yang berbeda-beda, selalu uni, sebagaimana pertanyaan terhadap hakikat hidup dan kehidupan. Lantas apakah dalam hidupnya manusia benar-benar menguasai dirinya dan menentukan hidupnya sendiri? Siapa kuasa sejati itu? Persoalan tentang rahasia Yang Satu akan membawa orang pada persoalan tentang Yang Abadi, Yang Maha Hidup, Wujud Mutlak yang ada-Nya tidak tergantung pada sesuatu yang lain.<br />Tampaknya pertanyaan itu memang ditunggu oleh Sunan Bonang, sebab hanya melalui pertanyaan seperti itu dia dapat menyingkap rahasia ilmu tasawuf dan relevansinya, kepada Wujil. Maka Sunan Bonang pun menjawab:<br /></i><br /><br /><br />6<br />Ratu Wahdat tersenyum lembut<br />“Hai Wujil sungguh lancang kau<br />Tuturmu tak lazim<br />Berani menagih imbalan tinggi<br />Demi pengabdianmu padaku<br />Tak patut aku disebut Sang Arif<br />Andai hanya uang yang diharapkan<br />Dari jerih payah mengajarkan ilmu<br />Jika itu yang kulakukan<br />Tak perlu aku menjalankan tirakat<br /><br />7<br />Siapa mengharap imbalan uang<br />Demi ilmu yang ditulisnya<br />Ia hanya memuaskan diri sendiri<br />Dan berpura-pura tahu segala hal<br />Seperti bangau di sungai<br />Diam, bermenung tanpa gerak.<br />Pandangnya tajam, pura-pura suci<br />Di hadapan mangsanya ikan-ikan<br />Ibarat telur, dari luar kelihatan putih<br />Namuni isinya berwarna kuning<br /><br />8<br />Matahari terbenam, malam tiba<br />Wujil menumpuk potongan kayu<br />Membuat perapian, memanaskan<br />Tempat pesujudan Sang Zahid<br />Di tepi pantai sunyi di Bonang<br />Desa itu gersang<br />Bahan makanan tak banyak<br />Hanya gelombang laut<br />Memukul batu karang<br />Dan menakutkan<br /><br />9<br />Sang Arif berkata lembut<br />“Hai Wujil, kemarilah!”<br />Dipegangnya kucir rambut Wujil<br />Seraya dielus-elus<br />Tanda kasihsayangnya<br />“Wujil, dengar sekarang<br />Jika kau harus masuk neraka<br />Karena kata-kataku<br />Aku yang akan menggantikan tempatmu”<br /><br />...<br /><br />11<br />“Ingatlah Wujil, waspadalah!<br />Hidup di dunia ini<br />Jangan ceroboh dan gegabah<br />Sadarilah dirimu<br />Bukan yang Haqq<br />Dan Yang Haqq bukan dirimu<br />Orang yang mengenal dirinya<br />Akan mengenal Tuhan<br />Asal usul semua kejadian<br />Inilah jalan makrifat sejati”<br /><br />Dalam bait-bait yang telah dikutip dapat kita lihat bahwa pada permulaan suluknya Sunan Bonang menekankan bahwa Tuhan dan manusia itu berbeda. Tetapi karena manusia adalah gambaran Tuhan, maka ’pengetahuan diri’ dapat membawa seseorang mengenal Tuhannya. ’Pengetahuan diri’ di sini terangkum dalam pertanyaan: Apa dan siapa sebenarnya manusia itu? Bagaimana kedudukannya di atas bumi? Dari mana ia berasal dan kemana ia pergi setelah mati? </p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal">Pertama-tama, ‘diri’ yang dimaksud penulis sufi ialah ‘diri ruhani’, bukan ‘diri jasmani’, karena ruhlah yang merupakan esensi kehidupan manusia, bukan jasmaninya. </p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal">Kedua kali, sebagaimana dikemukakan dalam al-Qur’an, surat al-Baqarah, manusia dicipta oleh Allah sebagai ‘khalifah-Nya di atas bumi’ dan sekaligus sebagai ‘hamba-Nya’. Itulah hakikat kedudukan manusia di muka bumi. </p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal">Ketiga, persoalan dari mana berasal dan kemana perginya tersimpul dari ucapan ”Inna li Allah wa inna li Allahi raji’un” (Dari Allah kembali ke Allah).<br /> <!--[if !supportLineBreakNewLine]--><br /> <!--[endif]--></p> <p class="MsoNormal">Demikianlah sebagai karya bercorak tasawuf paling awal dalam sastra Jawa, kedudukan Suluk Wujil dan suluk-suluk Sunan Bonang yang lain sangatlah penting. Sejak awal pengajarannya tentang tasawuf, Sunan Bonang menekankan bahwa konsep fana’ atau persatuan mistik dalam tasawuf tidak mengisyaratkan kesamaan manusia dengan Tuhan, yaitu yang menyembah dan Yang Disembah.<br /> <!--[if !supportLineBreakNewLine]--><br /> <!--[endif]--></p> <p class="MsoNormal">Seperti penyair sufi Arab, Persia dan Melayu, Sunan Bonang – dalam mengungkapkan ajaran tasawuf dan pengalaman keruhanian yang dialaminya di jalan tasawuf – menggunakan baik simbol (tamsil) yang diambil dari budaya Islam universal maupun dari budaya lokal. Tamsil-tamsil dari budaya Islam universal yang digunakan ialah burung, cermin, laut, Mekkah (tempat Ka’bah atau rumah Tuhan) berada, sedangkan dari budaya lokal antara lain ialah tamsil wayang, lakon perang Kurawa dan Pandawa (dari kisah Mahabharata) dan bunga teratai. </p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal">Tamsil-tamsil ini secara berurutan dijadikan sarana oleh Sunan Bonang untuk menjelaskan tahap-tahap perjalanan jiwa manusia dalam upaya mengenal dirinya yang hakiki, yang melaluinya pada akhirnya mencapai makrifat, yaitu mengenal Tuhannya secara mendalam melalui penyaksian kalbunya.</p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal">Tasawuf dan Pengetahuan Diri<br /><br />Secara keseluruhan jalan tasawuf merupakan metode-metode untuk mencapai pengetahuan diri dan hakikat wujud tertinggi, melalui apa yang disebut sebagai jalan Cinta dan penyucian diri. Cinta yang dimaksudkan para sufi ialah kecenderungan kuat dari kalbu kepada Yang Satu, karena pengetahuan tentang hakikat ketuhanan hanya dicapai tersingkapnya cahaya penglihatan batin (kasyf) dari dalam kalbu manusia (Taftazani 1985:56). Tahapan-tahapan jalan tasawuf dimulai dengan‘penyucian diri’, yang oleh Mir Valiuddin (1980;1-3) dibagi tiga: Pertama, penyucian jiwa atau nafs (thadkiya al-nafs); kedua, pemurnian kalbu (tashfiya al-qalb); ketiga, pengosongan pikiran dan ruh dari selain Tuhan (takhliya al-sirr).<br />Istilah lain untuk metode penyucian diri ialah mujahadah, yaitu perjuangan batin untuk mengalah hawa nafsu dan kecenderungan-kecenderungan buruknya. Hawa nafsu merupakan representasi dari jiwa yang menguasai jasmani manusia (‘diri jasmani’). Hasil dari mujahadah ialah musyahadah da mukasyafah. Musyahadah ialah mantapnya keadaan hati manusia sehingga dapat memusatkan penglihatannya kepada Yang Satu, sehingga pada akhirnya dapat menyaksikan kehadiran rahasia-Nya dalam hati. Mukasyafah ialah tercapainya kasyf, yaitu tersingkapnya tirai yang menutupi cahaya penglihatan batin di dalam kalbu.<br />Penyucian jiwa dicapai dengan memperbanyak ibadah dan amal saleh. Termasuk ke dalam ibadah ialah melaksanakan salat sunnah, wirid, zikir, mengurangi makan dan tidur untuk melarih ketangguhan jiwa. Semua itu dikemukakan oleh Sunan Bonang dalam risalahnya Pitutur Seh Bari dan juga oleh Hamzah Fansuri dalam Syarab al-`Asyiqin (“Minuman Orang Berahi”). Sedangkan pemurnian kalbu ialah dengan membersihkan niat buruk yang dapat memalingkan hati dari Tuhan dan melatih kalbu dengan keinginan-keinginan yang suci. Sedangkan pengosongan pikiran dilakukan dengan tafakkur atau meditasi, pemusatan pikiran kepada Yang Satu. Dalam sejarah tasawuf ini telah sejak lama ditekankan, terutama oleh Sana’i, seorang penyair sufi <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Persia</st1:place></st1:country-region> abad ke-12 M. Dengan tafakkur, menurut Sana’i, maka pikiran seseorang dibebaskan dari kecenderungan untuk menyekutuhan Tuhan dan sesembahan yang lain (Smith 1972:76-7).<br />Dalam Suluk Wujil juga disebutkan bahwa murid-muridnya menyebut Sunan Bonang sebagai Ratu Wahdat. Istilah ‘wahdat’ merujuk pada konsep sufi tentang martabat (tinbgkatan) pertama dari tajalli Tuhan atau pemanifestasian ilmu Tuhan atau perbendaharaan tersembunyi-Nya (kanz makhfiy) secara bertahap dari ciptaan paling esensial dan bersifat ruhani sampai ciptaan yang bersifat jasmani. Martabat wahdat ialah martabat keesaan Tuhan, yaitu ketika Tuhan menampakkan keesaan-Nya di antara ciptaan-ciptaan-Nya yang banyak dan aneka ragam. Pada peringkat ini Allah menciptakan esensi segala sesuatu (a’yan tsabitah) atau hakikat segala sesuatu (haqiqat al-ashya). Esensi segala sesuatu juga disebut ‘bayangan pengetahuan Tuhan’ (suwar al-ilmiyah) atau hakikat Muhammad yang berkilau-kilauan (nur muhammad). Ibn `Arabi menyebut gerak penciptaaan ini sebagai gerakan Cinta dari Tuhan, berdasar hadis qudsi yang berbunyi, “Aku adalah perbendaharaan tersembunyi, Aku cinta (ahbabtu) untuk dikenal, maka aku mencipta hingga Aku dikenal” (Abdul Hadi W. M. 2002:55-60). Maka sebutan Ratu Wahdat dalam suluk ini dapat diartikan sebagai orang yang mencapai martabat tinggi di jalan Cinta, yaitu memperoleh makrifat dan telah menikmati lezatnya persatuan ruhani dengan Yang Haqq.<br /><br /><br />Pengetahuan Diri, Cermin dan Ka’bah<br />Secara keseluruhan bait-bait dalam Suluk Wujil adalah serangkaian jawaban Sunan Bonang terhadap pertanyaan-pertanyaan Wujil tentang aka yang disebut <st1:city st="on"><st1:place st="on">Ada</st1:place></st1:City> dan Tiada, mana ujung utara dan selatan, apa hakikat kesatuan huruf dan lain-lain. Secara berurutan jawaban yang diberikan Sunan Bonang berkenaan dengan soal: </p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">(1)<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Pengetahuan diri, meliputi pentingnya pengetahuan ini dan hubungannya dengan hakikat salat atau memuja Tuhan. Simbol burung dan cermin digunakan untuk menerangkan masalah ini; </p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">(2)<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Hakikat diam dan bicara; </p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">(3)<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Kemauan murni sebagai sumber kebahagiaan ruhani; </p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">(4)<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Hubungan antara pikiran dan perbuatan manusia dengan kejadian di dunia; </p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">(5)<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Falsafah Nafi Isbat serta kaitannya dengan makna simbolik pertunjukan wayang, khususnya lakon perang besar antara Kurawa dan Pandawa dari epik Mahabharata; </p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">(6)<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Gambaran tentang Mekkah Metafisisik yang merupakan pusat jagat raya, bukan hanya di alam kabir (macrokosmos) tetapi juga di alam saghir (microcosmos), yaitu dalam diri manusia yang terdalam; </p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.5in; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="">(7)<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]-->Perbedaan jalan asketisme atau zuhud dalam agama Hindu dan Islam.<br /> <!--[if !supportLineBreakNewLine]--><br /> <!--[endif]--></p> <p class="MsoNormal">Sunan Bonang menghubungkan hakikat salat berkaitan dengan pengenalan diri, sebab dengan melakukan salat seseorang sebenarnya berusaha mengenal dirinya sebagai ‘yang menyembah’, dan sekaligus berusaha mengenal Tuhan sebagai ‘Yang Disembah’. Pada bait ke-12 dan selanjutnya Sunan Bonang menulis:<br /><br />12<br />Kebajikan utama (seorang Muslim)<br />Ialah mengetahui hakikat salat<br />Hakikat memuja dan memuji<br />Salat yang sebenarnya<br />Tidak hanya pada waktu isya dan maghrib<br />Tetapi juga ketika tafakur<br />Dan salat tahajud dalam keheningan<br />Buahnya ialah mnyerahkan diri senantiasa<br />Dan termasuk akhlaq mulia<br /><br />13<br />Apakah salat yang sebenar-benar salat?<br />Renungkan ini: Jangan lakukan salat<br />Andai tiada tahu siapa dipuja<br />Bilamana kaulakukan juga<br />Kau seperti memanah burung<br />Tapi anak panahnya kau lembar begitu saja<br />Mana mungkin mengena pada sasaran<br />Karena yang dipuja wujud khayalmu semata<br /><br />14<br />Lalu apa pula zikir yang sebenarnya?<br />Dengar: Walau siang malam berzikir<br />Jika tidak dibimbing petunjuk Tuhan<br />Zikirmu tidak sempurna<br />Zikir sejati tahu bagaimana<br />Datang dan perginya nafas<br />Di situlah Yang Ada, memperlihatkan<br />Hayat melalui yang empat<br /><br />15<br />Yang empat ialah tanah atau bumi<br />Lalu api, udara dan air<br />Ketika Allah mencipta Adam<br />Ke dalamnya dilengkapi<br />Anasir ruhani yang empat:<br />Kahar, jalal, jamal dan kamal<br />Di dalamnya delapan sifat-sifat-Nya<br />Begitulah kaitan ruh dan badan<br />Dapat dikenal bagaimana<br />Sifat-sifat ini datang dan pergi, serta ke mana<br /><br />16<br />Anasir tanah melahirkan<br />Kedewasaan dan keremajaan<br />Apa dan di mana kedewasaan<br />Dan keremajaan? Dimana letak<br />Kedewasaan dalam keremajaan?<br />Api melahirkan kekuatan<br />Juga kelemahan<br />Namun di mana letak<br />Kekuatan dalam kelemahan?<br />Ketahuilah ini<br /><br />17<br />Sifat udara meliputi ada dan tiada<br />Di dalam tiada, di mana letak ada?<br />Di dalam ada, di mana tempat tiada?<br />Air dua sifatnya: mati dan hidup<br />Di mana letak mati dalam hidup?<br />Dan letak hidup dalam mati?<br />Kemana hidup pergi<br />Ketika mati datang?<br />Jika kau tidak mengetahuinya<br />Kau akan sesat jalan<br /><br />18<br />Pedoman hidup sejati<br />Ialah mengenal hakikat diri<br />Tidak boleh melalaikan shalat yang khusyuk<br />Oleh karena itu ketahuilah<br />Tempat datangnya yang menyembah<br />Dan Yang Disembah<br />Pribadi besar mencari hakikat diri<br />Dengan tujuan ingin mengetahui<br />Makna sejati hidup<br />Dan arti keberadaannya di dunia<br /><br /><br /><br />19<br />Kenalilah hidup sebenar-benar hidup<br />Tubuh kita sangkar tertutup<br />Ketahuilah burung yang ada di dalamnya<br />Jika kau tidak mengenalnya<br />Akan malang jadinya kau<br />Dan seluruh amal perbuatanmu, Wujil<br />Sia-sia semata<br />Jika kau tak mengenalnya.<br />Karena itu sucikan dirimu<br />Tinggalah dalam kesunyian<br />Hindari kekeruhan hiruk pikuk dunia<br /><br />Pertanyaan-pertanyaan itu tidak diberi jawaban langsung, melainkan dengan isyarat-isyarat yang mendorong Wujil melakukan perenungan lebih jauh dan dalam. Sunan Bonang kemudian berkata dan perkatannya semakin memasuki inti persoalan:<br /><br />20<br />Keindahan, jangan di tempat jauh dicari<br />Ia ada dalam dirimu sendiri<br />Seluruh isi jagat ada di sana<br />Agar dunia ini terang bagi pandangmu<br />Jadikan sepenuh dirimu Cinta<br />Tumpukan pikiran, heningkan cipta<br />Jangan bercerai siang malam<br />Yang kaulihat di sekelilingmu<br />Pahami, adalah akibat dari laku jiwamu!<br /><br />21<br />Dunia ini Wujil, luluh lantak<br />Disebabkan oleh keinginanmu<br />Kini, ketahui yang tidak mudah rusak<br />Inilah yang dikandung pengetahuan sempurna<br />Di dalamnya kaujumpai Yang Abadi<br />Bentangan pengetahuan ini luas<br />Dari lubuk bumi hingga singgasana-Nya<br />Orang yang mengenal hakikat<br />Dapat memuja dengan benar<br />Selain yang mendapat petunjuk ilahi<br />Sangat sedikit orang mengetahui rahasia ini<br /><br />22<br />Karena itu, Wujil, kenali dirimu<br />Kenali dirimu yang sejati<br />Ingkari benda<br />Agar nafsumu tidur terlena<br />Dia yang mengenal diri<br />Nafsunya akan terkendali<br />Dan terlindung dari jalan<br />Sesat dan kebingungan<br />Kenal diri, tahu kelemahan diri<br />Selalu awas terhadap tindak tanduknya<br /><br />23<br />Bila kau mengenal dirimu<br />Kau akan mengenal Tuhanmu<br />Orang yang mengenal Tuhan<br />Bicara tidak sembarangan<br />Ada yang menempuh jalan panjang<br />Dan penuh kesukaran<br />Sebelum akhirnya menemukan dirinya<br />Dia tak pernah membiarkan dirinya<br />Sesat di jalan kesalahan<br />Jalan yang ditempuhnya benar<br /><br />24<br />Wujud Tuhan itu nyata<br />Mahasuci, lihat dalam keheningan<br />Ia yang mengaku tahu jalan<br />Sering tindakannya menyimpang<br />Syariat agama tidak dijalankan<br />Kesalehan dicampakkan ke samping<br />Padahal orang yang mengenal Tuhan<br />Dapat mengendalikan hawa nafsu<br />Siang malam penglihatannya terang<br />Tidak disesatkan oleh khayalan<br /><br />Selanjutnya dikatakan bahwa diam yang hakiki ialah ketika seseorang melaksanakan salat tahajud, yaitu salat sunnah tengah malam setelah tidur. Salat semacam ini merupakan cara terbaik mengatasi berbagai persoalan hidup. Inti salat ialah bertemu muka dengan Tuhan tanpa perantara. Jika seseorang memuja tidak mengetahui benar-benar sispa yang dipuja, maka yang dilakukannya tidak bermanfaat. Salat yang sejati mestilah dilakukan dengan makrifat. Ketika melakukan salat, semestinya seseorang mampu membayangkan kehadiran dirinya bersama kehadiran Tuhan. Keadaan dirinya lebih jauh harus dibayangkan sebagai ’tidak ada’, sebab yang sebenar-benar Ada hanyalah Tuhan, Wujud Mutlak dan Tunggal yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu. Sedangkan adanya makhluq-makhluq, termasuk manusia, sangat tergantung kepada Adanya Tuhan.<br /><br />35<br />Diam dalam tafakur, Wujil<br />Adalah jalan utama (mengenal Tuhan)<br />Memuja tanpa selang waktu<br />Yang mengerjakan sempurna (ibadahnya)<br />Disebabkan oleh makrifat<br />Tubuhnya akan bersih dari noda<br />Pelajari kaedah pencerahan kalbu ini<br />Dari orang arif yang tahu<br />Agar kau mencapai hakikat<br />Yang merupakan sumber hayat<br /><br />36<br />Wujil, jangan memuja<br />Jika tidak menyaksikan Yang Dipuja<br />Juga sia-sia orang memuja<br />Tanpa kehadiran Yang Dipuja<br />Walau Tuhan tidak di depan kita<br />Pandanglah adamu<br />Sebagai isyarat ada-Nya<br />Inilah makna diam dalam tafakur<br />Asal mula segala kejadian menjadi nyata<br /><br />Setelah itu Sunan Bonang lebih jauh berbicara tentang hakikat murni ‘kemauan’. Kemauan yang sejati tidak boleh dibatasi pada apa yang dipikirkan. Memikirkan atau menyebut sesuatu memang merupakan kemauan murni. Tetapi kemauan murni lebih luas dari itu.<br /><br />38<br />Renungi pula, Wujil!<br />Hakikat sejati kemauan<br />Hakikatnya tidak dibatasi pikiran kita<br />Berpikir dan menyebut suatu perkara<br />Bukan kemauan murni<br />Kemauan itu sukar dipahami<br />Seperti halnya memuja Tuhan<br />Ia tidak terpaut pada hal-hal yang tampak<br />Pun tidak membuatmu membenci orang<br />Yang dihukum dan dizalimi<br />Serta orang yang berselisih paham<br /><br />39<br />Orang berilmu<br />Beribadah tanpa kenal waktu<br />Seluruh gerak hidupnya<br />Ialah beribadah<br />Diamnya, bicaranya<br />Dan tindak tanduknya<br />Malahan getaran bulu roma tubuhnya<br />Seluruh anggota badannya<br />Digerakkan untuk beribadah<br />Inilah kemauan murni<br /><br />40<br />Kemauan itu, Wujil!<br />Lebih penting dari pikiran<br />Untuk diungkapkan dalam kata<br />Dan suara sangatlah sukar<br />Kemauan bertindak<br />Merupakan ungkapan pikiran<br />Niat melakukan perbuatan<br />Adalah ungkapan perbuatan<br />Melakukan shalat atau berbuat kejahatan<br />Keduanya buah dari kemauan<br /><br />Di sini Sunan Bonang agaknya berpendapat bahwa kemauan atau kehendak (iradat) , yaitu niat dan iktiqad, mestilah diperbaiki sebelum seseorang melaksanakan sesuatu perbuatan yang baik. Perbuatan yang baik datang dari kemauan baik, dan sebaliknya kehendak yang tidak baik melahirkan tindakan yang tidak baik pula. Apa yang dikatakan oleh Sunan Bonang dapat dirujuk pada pernyataan seorang penyair Melayu (anonim) dalam Syair Perahu, seperti berikut:<br /><br />Inilah gerangan suatu madah<br />Mengarangkan syair terlalu indah<br />Membetulkan jalan tempat berpindah<br />Di sanalah iktiqad diperbaiki sudah<br /><br />Wahai muda kenali dirimu<br />Ialah perahu tamsil tubuhmu<br />Tiada berapa lama hidupmu<br />Ke akhirat jua kekal diammu<br /><br />Hai muda arif budiman<br />Hasilkan kemudi dengan pedoman<br />Alat perahumu jua kerjakan<br />Itulah jalan membetuli insan<br /><br />...<br />La ilaha illa Allah tempat mengintai<br />Medan yang qadim tempat berdamai<br />Wujud Allah terlalu bitai<br />Siang malam jangan bercerai<br /><br />(Doorenbos 1933:33)<br /><br />Tamsil Islam universal lain yang menonjol dalam SulukWujil ialah cermin beserta pasangannya gambar atau bayang-bayang yang terpantul dalam cermin, serta Mekkah. <st1:place st="on">Para</st1:place> sufi biasa menggunakan tamsil cermin, misalnya Ibn `Arabi. Sufi abad ke-12 M dari Andalusia ini menggunakannya untuk menerangkan falsafahnya bahwa Yang Satu meletakkan cermin dalam hati manusia agar Dia dapat melihat sebagian dari gambaran Diri-Nya (kekayaan ilmu-Nya atau perbendaharaan-Nya yang tersembunyi) dalam ciptaan-Nya yang banyak dan anekaragam. Yang banyak di alam kejadian (alam al-khalq) merupakan gambar atau bayangan dari Pelaku Tunggal yang berada di tempat rahasia dekat cermin (Abu al-Ala Affifi 1964:15-7).<br />Pada pupuh atau bait ke-74 diceritakan Sunan Bonang menyuruh muridnya Ken Satpada mengambil cermin dan menaruhnya di pohon Wungu. Kemudian dia dan Wujil disuruh berdiri di muka cermin. Mereka menyaksikan dua bayangan dalam cermin. Kemudian Sunan Bonang menyuruh salah seorang dari mereka menjauh dari cermin, sehingga yang tampak hanya bayangan satu orang. Maka Sunan Bonang bertanya: ”Bagaimana bayang-bayang datang/Dan kemana dia menghilang?” (bait 81). Melalui contoh datang dan perginya bayangan dari cermin, Wujil kini tahu bahwa ”Dalam Ada terkandung tiada, dan dalam tiada terkandung ada” Sang Guru membenarkan jawaban sang murid. Lantas Sunan Bonang menerangkan aspek nafi (penidakan) dan isbat (pengiyaan) yang terkandung dalam kalimah La ilaha illa Allah (Tiada tuhan selain Allah). Yang dinafikan ialah selain dari Allah, dan yang diisbatkan sebagai satu-satunya Tuhan ialah Allah.<br />Pada bait atau pupuh 91-95 diceritakan perjalanan seorang ahli tasawuf ke pusat renungan yang bernama Mekkah, yang di dalamnya terdapat rumah Tuhan atau Baitullah. Mekkah yang dimaksud di sini bukan semata Mekkah di bumi, tetapi Mekkah spiritual yang bersifat metafisik. Ka’bah yang ada di dalamnya merupakan tamsil bagi kalbu orang yang imannya telah kokoh. Abdullah Anshari, sufi abad ke-12 M, misalnya berpandapat bahwa Ka’bah yang di Mekkah, <st1:place st="on">Hejaz</st1:place>, dibangun oleh Nabi Ibrahim a.s. Sedangkan Ka’bah dalam kalbu insan dibangun oleh Tuhan sebagai pusat perenungan terhadap keesaan Wujud-Nya (Rizvi 1978:78).<br />Sufi Persia lain abad ke-11 M, Ali Utsman al-Hujwiri dalam kitabnya menyatakan bahwa rumah Tuhan itu ada dalam pusat perenungan orang yang telah mencapai musyahadah. Kalau seluruh alam semesta bukan tempat pertemuan manusia dengan Tuhan, dan juga bukan tempat manusia menikmati hiburan berupa kedekatan dengan Tuhan, maka tidak ada orang yang mengetahui makna cinta ilahi. Tetapi apabila orang memiliki penglihatan batin, maka seluruh alam semesta ini akan merupakan tempat sucinya atau rumah Tuhan. Langkah sufi sejati sebenarnya merupakan tamsil perjalanan menuju Mekkah. Tujuan perjalanan itu bukan tempat suci itu sendiri, tetapi perenungan keesaan Tuhan (musyahadah), dan perenungan dilakukan disebabkan kerinduan yang mendalam dan luluhnya diri seseorang (fana’) dalam cinta tanpa akhir (Kasyful Mahjub 293-5).<br />Berdasarkan uraian tersebut, dapatlah dipahami apabila dalam Suluk Wujil dikatakan, “Tidak ada orang tahu di mana Mekkah yang hakiki itu berada, sekalipun mereka melakukan perjalanan sejak muda sehingga tua renta. Mereka tidak akan sampai ke tujuan. Kecuali apabila seseorang mempunyai bekal ilmu yang cukup, ia akan dapat sampai di Mekkah dan malahan sesudah itu akan menjadi seorang wali. Tetapi ilmu semacam itu diliputi rahasia dan sukar diperoleh. Bekalnya bukan uang dan kekayaan, tetapi keberanian dan kesanggupan untuk mati dan berjihad lahir batin, serta memiliki kehalusan budi pekerti dan menjauhi keseangan duniawi. Di dalam masjid di Mekkah itu terdapat singgasana Tuhan, yang berada di tengah-tengah. Singgasana ini menggantung di atas tanpa tali. Dan jika orang melihatnya dari bawah, maka tampak bumi di atasnya. Jika orang melihat ke barat, ia akan melihat timur, dan jika melihat timur ia akan menyaksikan barat. Di situ pemandangan terbalik. Jika orang melihat ke selatan yang tampak ialah utara, sangat indah pemandangannya. Dan jika ia melihat ke utara akan tampak selatan, gemerlapan seperti ekor burung merak. Apabila satu orang shalat di <st1:city st="on"><st1:place st="on">sana</st1:place></st1:City>, maka hanya ada ruangan untuk satu orang saja. Jika ada dua atau tiga orang shalat, maka ruangan itu juga akan cukup untuk dua tiga orang. Apabila ada 10.000 orang melakukan shalat di <st1:city st="on"><st1:place st="on">sana</st1:place></st1:City>, maka Ka`bah dapat menampung mereka semua. Bahkan seandainya seluruh dunia dimasukkan ke dalamnya, seluruh dunia pun akan tertampung juga”.<br />Wujil menjadi tenang setelah mendengarkan pitutur gurunya. Akan tetapi dia tetap merasa asing dengan lingkungan kehidupan keagamaan yang dijumpainya di Bonang. Berbeda dengan di Majapahit dahulu, untuk mencapai rahsia Yang Satu orang harus melakukan tapa brata dan yoga, pergi jauh ke hutan, menyepi dan melakukan kekearsan ragawi. Di Pesantren Bonang kehidupan sehari-hari berjalan seprti biasa. Shalat fardu <st1:city st="on"><st1:place st="on">lima</st1:place></st1:City> waktu dijalankan dengan tertib. Majlis-majlis untuk membicarakan pengalaman kerohanian dan penghayatan keagamaan senantiasa diadakan. Di sela-sela itu para santri mengerjakan pekerjaan sehari-hari, di samping mengadakan pentas-pentas seni dan pembacaan tembang<br />Sunan Bonang menjelaskan bahwa seperti ibadat dalam agama Hindu yang dilakukan secara lahir dan batin, demikian juga di dalam Islam. Malahan di dalam agama Islam, ibadat ini diatur dengan jelas di dalam syariat. Bedanya di dalam Islam kewajiban-kewajiban agama tidak hanya dilakukan oleh ulama dan pendeta, tetapi oleh seluruh pemeluk agaa Islam. Sunan bonang mengajarkan tentang egaliterianissme dalam Islam. Sunan bonang mengajarkan tentang egaliterisme di dalam Islam. Jika ibadat zahir dilakukan dengan mengerjakan rukun Islam yang <st1:city st="on"><st1:place st="on">lima</st1:place></st1:City>, ibadat batin ditempuh melalui tariqat atau ilmu suluk, dengan memperbanyak ibadah seperti sembahyang sunnah, tahajud, taubat nasuha, wirid dan zikir. Zikir berarti mengingat Tuhan tanpa henti. Di antara cara berzikir itu ialah dengan mengucapkan kalimah La ilaha illa Allah. Di dalamnya terkandung rahsia keesaan Tuhan, alam semesta dan kejadian manusia.<br />Berbeda dengan dalam agama Hindu, di dalam agama Islam disiplin kerohanian dan ibadah dapat dilakukan di tengah keramaian, sebab perkara yang bersifat transendental tidak terpisah dari perkara yang bersifat kemasyarakatan. Di dalam agama Islam tidak ada garis pemisah yang tegas antara dimensi transendental dan dimensi sosial. Dikatakan pula bahwa manusia terdiri daripada tiga hal yang pemiliknya berbeda. Jasmaninya milik ulat dan cacing, rohnya milik Tuhan dan milik manusia itu sendiri hanyalah amal pebuatannya di dunia.</p>bagussamiajiblogspothttp://www.blogger.com/profile/03082448887657518369noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2421651761883177696.post-8689223553252400092009-04-28T03:25:00.001-07:002009-04-28T03:36:25.838-07:00Bacaan Untuk Caleg Kita<p class="MsoNormal"><b><span style="font-size: 24pt;">Umar bin Abdul Aziz r.a.</span></b><br /><span style="font-size: 18pt;">(61 - 101 H)</span><br /><br />Saat itu tengah malam di <st1:city st="on"><st1:place st="on">kota</st1:place></st1:City> Madinah. Kebanyakan warga <st1:city st="on"><st1:place st="on">kota</st1:place></st1:City> sudah tidur. Umar bin Khatab r.a. berjalan menyelusuri jalan-jalan di <st1:city st="on"><st1:place st="on">kota</st1:place></st1:City>. Dia coba untuk tidak melewatkan satupun dari pengamatannya. Menjelang dini hari, pria ini lelah dan memutuskan untuk beristirahat. Tanpa sengaja, terdengarlah olehnya percakapan antara ibu dan anak perempuannya dari dalam rumah dekat dia beristirahat.<br /><br />"Nak, campurkanlah susu yang engkau perah tadi dengan air," kata sang ibu.<br />"Jangan ibu. Amirul mukminin sudah membuat peraturan untuk tidak menjual susu yang dicampur air," jawab sang anak.<br />"Tapi banyak orang melakukannya Nak, campurlah sedikit saja. Tho insyaallah Amirul Mukminin tidak mengetahuinya," kata sang ibu mencoba meyakinkan anaknya.<br />"Ibu, Amirul Mukminin mungkin tidak mengetahuinya. Tapi, Rab dari Amirul Mukminin pasti melihatnya," tegas si anak menolak.<br /><br />Mendengar percakapan ini, berurailah air mata pria ini. Karena subuh menjelang, bersegeralah dia ke masjid untuk memimpin shalat Subuh. Sesampai di rumah, dipanggilah anaknya untuk menghadap dan berkata, "Wahai Ashim putra Umar bin Khattab. Sesungguhnya tadi malam saya mendengar percakapan istimewa. Pergilah kamu ke rumah si anu dan selidikilah keluarganya."<br /><br />Ashim bin Umar bin Khattab melaksanakan perintah ayahndanya yang tak lain memang Umar bin Khattab, Khalifah kedua yang bergelar Amirul Mukminin. Sekembalinya dari penyelidikan, dia menghadap ayahnya dan mendengar ayahnya berkata,<br />"Pergi dan temuilah mereka. Lamarlah anak gadisnya itu untuk menjadi isterimu. Aku lihat insyaallah ia akan memberi berkah kepadamu dan anak keturunanmu. Mudah-mudahan pula ia dapat memberi keturunan yang akan menjadi pemimpin bangsa."<br /><br />Begitulah, menikahlah Ashim bin Umar bin Khattab dengan anak gadis tersebut. Dari pernikahan ini, Umar bin Khattab dikaruniai cucu perempuan bernama Laila, yang nantinya dikenal dengan <b>Ummi Ashim</b>. Suatu malam setelah itu, Umar bermimpi. Dalam mimpinya dia melihat seorang pemuda dari keturunannya, bernama Umar, dengan kening yang cacat karena luka. Pemuda ini memimpin umat Islam seperti dia memimpin umat Islam. Mimpi ini diceritakan hanya kepada keluarganya saja. Saat Umar meninggal, cerita ini tetap terpendam di antara keluarganya.<br /><br />Pada saat kakeknya Amirul Mukminin Umar bin Khattab terbunuh pada tahun 644 Masehi, Ummi Ashim turut menghadiri pemakamannya. Kemudian Ummi Ashim menjalani 12 tahun kekhalifahan Ustman bin Affan sampai terbunuh pada tahun 656 Maserhi. Setelah itu, Ummi Ashim juga ikut menyaksikan 5 tahun kekhalifahan Imam Ali bin Abi Thalib r.a. Hingga akhirnya Muawiyah berkuasa dan mendirikan Dinasti Umayyah.<br /><br />Pergantian sistem kekhalifahan ke sistem dinasti ini sangat berdampak pada Negara Islam saat itu. Penguasa mulai memerintah dalam kemewahan. Setelah penguasa yang mewah, penyakit-penyakit yang lain mulai tumbuh dan bersemi. Ambisi kekuasaan dan kekuatan, penumpukan kekayaan, dan korupsi mewarnai sejarah Islam dalam Dinasti Umayyah. Negara bertambah luas, penduduk bertambah banyak, ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang, tapi orang-orang semakin merindukan ukhuwah persaudaraan, keadilan dan kesahajaan Ali, Utsman, Umar, dan Abu Bakar. Status kaya-miskin mulai terlihat jelas, posisi pejabat-rakyat mulai terasa. Kafir dhimni pun mengeluhkan resahnya, "Sesungguhnya kami merindukan Umar, dia datang ke sini menanyakan kabar dan bisnis kami. Dia tanyakan juga apakah ada hukum-hukumnya yang merugikan kami. Kami ikhlas membayar pajak berapapun yang dia minta. Sekarang, kami membayar pajak karena takut."<br /><br />Kemudian Muawiyah membaiat anaknya Yazid bin Muawiyah menjadi penggantinya. Tindakan Muawiyah ini adalah awal malapetaka dinasti Umayyah yang dia buat sendiri. Yazid bukanlah seorang amir yang semestinya. Kezaliman dilegalkan dan tindakannya yang paling disesali adalah membunuh sahabat-sahabat Rasul serta cucunya Husein bin Ali bin Abi Thalib. Yazid mati menggenaskan tiga hari setelah dia membunuh Husein.<br /><br />Akan tetapi, putra Yazid, Muawiyah bin Yazid, adalah seorang ahli ibadah. Dia menyadari kesalahan kakeknya dan ayahnya dan menolak menggantikan ayahnya. Dia memilih pergi dan singgasana dinasti Umayah kosong. Terjadilah rebutan kekuasaan dikalangan bani Umayah. Abdullah bin Zubeir, seorang sahabat utama Rasulullah dicalonkan untuk menjadi amirul mukminin. Namun, kelicikan mengantarkan Marwan bin Hakam, bani Umayah dari keluarga Hakam, untuk mengisi posisi kosong itu dan meneruskan sistem dinasti. Marwan bin Hakam memimpin selama sepuluh tahun lebih dan lebih zalim daripada Yazid.<br /><br /><b><span style="font-size: 13.5pt;">Kelahiran Umar bin Abdul Aziz </span></b><br /><br />Saat itu, Ummi Ashim menikah dengan Abdul Aziz bin Marwan. Abdul Aziz adalah Gubernur Mesir di era khalifah Abdul Malik bin Marwan (685 - 705 M) yang merupakan kakaknya. Abdul Mallik bin Marwan adalah seorang shaleh, ahli fiqh dan tafsir, serta raja yang baik terlepas dari permasalahan ummat yang diwarisi oleh ayahnya (Marwan bin Hakam) saat itu.<br /><br />Dari perkawinan itu, lahirlah Umar bin Abdul Aziz. Beliau dilahirkan di Halawan, kampung yang terletak di Mesir, pada tahun 61 Hijrah. Umar kecil hidup dalam lingkungan istana dan mewah. Saat masih kecil Umar mendapat kecelakaan. Tanpa sengaja seekor kuda jantan menendangnya sehingga keningnya robek hingga tulang keningnya terlihat. Semua orang panik dan menangis, kecuali Abdul Aziz seketika tersentak dan tersenyum. Seraya mengobati luka Umar kecil, dia berujar,<br /><br />"<b>Bergembiralah engkau wahai Ummi Ashim. Mimpi Umar bin Khattab insyaallah terwujud, dialah anak dari keturunan Umayyah yang akan memperbaiki bangsa ini.</b>"<br /><br />Umar bin Abdul Aziz menuntut ilmu sejak beliau masih kecil. Beliau sentiasa berada di dalam majlis ilmu bersama-sama dengan orang-orang yang pakar di dalam bidang fikih dan juga ulama-ulama. Beliau telah menghafaz al-Quran sejak masih kecil. Merantau ke Madinah untuk menimba ilmu pengetahuan. Beliau telah berguru dengan beberapa tokoh terkemuka spt Imam Malik b. Anas, Urwah b. Zubair, Abdullah b. Jaafar, Yusuf b. Abdullah dan sebagainya. Kemudian beliau melanjutkan pelajaran dengan beberapa tokoh terkenal di Mesir.<br /><br />Semasa Khalifah Walid bin Abdul Malik memerintah, beliau memegang jawatan gabernur Madinah/Hijaz dan berjaya mentadbir wilayah itu dengan baik. Ketika itu usianya lebih kurang 28 tahun. Pada zaman Sulaiman bin Abdul Malik memerintah, beliau dilantik menjadi menteri kanan dan penasihat utama khalifah. Pada masa itu usianya 33 tahun.<br /><b><span style="font-size: 13.5pt;"><br /></span></b>Umar bin Abdul Aziz mempersunting Fatimah binti Abdul Malik bin Marwan sebagai istrinya. Fatimah binti Abdul Malik bin Marwan adalah putri dari khalifah Abdul Malik bin Marwan. Demikian juga, keempat saudaranya pun semua khalifah, yaitu Al Walid Sulaiman, Al Yazid, dan Hisyam. Ketika Fatimah dipinang untuk Umar bin Abdul Aziz, pada waktu itu Umar masih layaknya orang kebanyakan bukan sebagai calon pemangku jabatan khalifah.<br /><br /><b><span style="font-size: 13.5pt;">Pengangkatan Umar bin Abdul Aziz sebagai Khalifah<br /></span></b><br />Atas wasiat yang dikeluarkan oleh khalifah Sulaiman bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi khalifah pada usianya 37 tahun. Beliau dilantik menjadi Khalifah selepas kematian Sulaiman bin Abdul Malik tetapi beliau tidak suka kepada pelantikan tersebut. Lalu beliau memerintahkan supaya memanggil orang ramai untuk mendirikan sembahyang. Selepas itu orang ramai mula berpusu-pusu pergi ke masjid. Apabila mereka semua telah berkumpul, beliau bangun menyampaikan ucapan. Lantas beliau mengucapkan puji-pujian kepada Allah dan berselawat kepada Nabi s.a.w kemudian beliau berkata:<br /><br />"Wahai sekalian umat manusia! Aku telah diuji untuk memegang tugas ini tanpa meminta pandangan daripada aku terlebih dahulu dan bukan juga permintaan daripada aku serta tidak dibincangkan bersama dengan umat Islam. Sekarang aku membatalkan baiah yang kamu berikan kepada aku dan pilihlah seorang Khalifah yang kamu reda".<br /><br />Tiba-tiba orang ramai serentak berkata:<br /><br />"Kami telah memilih kamu wahai Amirul Mukminin dan kami juga reda kepada kamu. Oleh yang demikian perintahlah kami dengan kebaikan dan keberkatan".<br /><br />Lalu beliau berpesan kepada orang ramai supaya bertakwa, zuhud kepada kekayaan dunia dan mendorong mereka supaya cintakan akhirat kemudian beliau berkata pula kepada mereka: "Wahai sekalian umat manusia! Sesiapa yang taat kepada Allah, dia wajib ditaati dan sesiapa yang tidak taat kepada Allah, dia tidak wajib ditaati oleh sesiapapun. Wahai sekalian umat manusia! Taatlah kamu kepada aku selagi aku taat kepada Allah di dalam memimpin kamu dan sekiranya aku tidak taat kepada Allah, janganlah sesiapa mentaati aku". Setelah itu beliau turun dari mimbar.<br /><br />Umar rahimahullah pernah menghimpunkan sekumpulan ahli fekah dan ulama kemudian beliau berkata kepada mereka: "Aku menghimpunkan kamu semua untuk bertanya pendapat tentang perkara yang berkaitan dengan barangan yang diambil secara zalim yang masih berada bersama-sama dengan keluarga aku?" Lalu mereka menjawab: "Wahai Amirul Mukminin! perkara tersebut berlaku bukan pada masa pemerintahan kamu dan dosa kezaliman tersebut ditanggung oleh orang yang mencerobohnya." Walau bagaimanapun Umar tidak puas hati dengan jawapan tersebut sebaliknya beliau menerima pendapat daripada kumpulan yang lain termasuk anak beliau sendiri Abdul Malik yang berkata kepada beliau: "Aku berpendapat bahawa ia hendaklah dikembalikan kepada pemilik asalnya selagi kamu mengetahuinya. Sekiranya kamu tidak mengembalikannya, kamu akan menanggung dosa bersama-sama dengan orang yang mengambilnya secara zalim." Umar berpuas hati mendengar pendapat tersebut lalu beliau mengembalikan semula barangan yang diambil secara zalim kepada pemilik asalnya.<br /><br />Sesudah Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi khalifah dan Amirul Mukminin, Umar langsung mengajukan pilihan kepada Fatimah, isteri tercinta. <br /><br />Umar berkata kepadanya, "Isteriku sayang, aku harap engkau memilih satu di antar dua."<br />Fatimah bertanya kepada suaminya, "Memilih apa, kakanda?"<br />Umar bin Abdul Azz menerangkan, "Memilih antara perhiasan emas berlian yang kau pakai dengan Umar bin Abdul Aziz yang mendampingimu."<br />Kata Fatimah, "Demi Allah, Aku tidak memilih pendamping lebih mulia daripadamu, ya Amirul Mukminin. Inilah emas permata dan seluruh perhiasanku."<br /><br />Kemudian Khalifah Umar bin Abdul Aziz menerima semua perhiasan itu dan menyerahkannya ke Baitulmal, kas Negara kaum muslimin. Sementara Umar bin Abdul Aziz dan keluarganya makan makanan rakyat biasa, yaitu roti dan garam sedikit.<br /><br />Setelah menjadi khalifah, beliau mengubah beberapa perkara yang lebih mirip kepada sistem feodal. Di antara perubahan awal yang dilakukannya ialah :<br />1) menghapuskan cacian terhadap Saidina Ali b Abu Thalib dan keluarganya yang disebut dalam khutbah-khutbah Jumaat dan digantikan dengan beberapa potongan ayat suci al-Quran<br />2) merampas kembali harta-harta yang disalahgunakan oleh keluarga Khalifah dan mengembalikannya ke Baitulmal<br />3) memecat pegawai-pegawai yang tidak cekap, menyalahgunakan kuasa dan pegawai yang tidak layak yang dilantik atas pengaruh keluarga Khalifah<br />4) menghapuskan pegawai pribadi bagi Khalifah sebagaimana yang diamalkan oleh Khalifah terdahulu. Ini membolehkan beliau bebas bergaul dengan rakyat jelata tanpa sekatan tidak seperti khalifah dahulu yang mempunyai pengawal peribadi dan askar-askar yang mengawal istana yang menyebabkan rakyat sukar berjumpa.<br /><br />Selain daripada itu, beliau amat menitilberatkan tentang kebajikan rakyat miskin di mana beliau juga telah menaikkan gaji buruh sehingga ada yang menyamai gaji pegawai kerajaan.<br /><br />Beliau juga amat menitikberatkan penghayatan agama di kalangan rakyatnya yang telah lalai dengan kemewahan dunia. Khalifah umar telah memerintahkan umatnya mendirikan solat secara berjammah dan masjid-masjid dijadikan tempat untuk mempelajari hukum Allah sebegaimana yang berlaku di zaman Rasulullah <span class="caps">SAW</span> dan para Khulafa’ Ar-Rasyidin. Baginda turut mengarahkan Muhammad b Abu Bakar Al-Hazni di Mekah agar mengumpul dan menyusun hadith-hadith Raulullah <span class="caps">SAW</span>. Beliau juga meriwayatkan hadis dari sejumlah tabiin lain dan banyak pula ulama hadis yang meriwayatkan hadis daripada beliau.<br /><br />Dalam bidang ilmu pula, beliau telah mengarahkan cendikawan Islam supaya menterjemahkan buku-buku kedoktoran dan pelbagai bidang ilmu dari bahasa Greek, Latin dan Siryani ke dalam bahasa Arab supaya senang dipelajari oleh umat Islam.<br /><br />Dalam mengukuhkan lagi dakwah Islamiyah, beliau telah menghantar 10 orang pakar hukum Islam ke Afrika Utara serta menghantar beberapa orang pendakwah kepada raja-raja India, Turki dan Barbar di Afrika Utara untuk mengajak mereka kepada Islam. Di samping itu juga beliau telah menghapuskan bayaran Jizyah yang dikenakan ke atas orang yang bukan Islam dengan harapan ramai yang akan memeluk Islam.<br /><br />Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang terkenal dengan keadilannya telah menjadikan keadilan sebagai keutamaan pemerintahannya. Beliau ingin semua rakyat dilayani dengan adil tidak memandang keturunan dan pangkat supaya keadilan dapat berjalan dengan sempurna. Keadilan yang beliau perjuangan adalah menyamai keadilan di zaman kakeknya, Khalifah Umar Al-Khatab.<br /><br />Pada masa pemerintahan beliau, kerajaan Umaiyyah semakin kuat tiada pemberontakan dalaman, kurang berlaku penyelewengan, rakyat mendapat layanan yang sewajarnya dan menjadi kaya-raya hinggakan Baitulmal penuh dengan harta zakat kerana tiada lagi orang yang mahu menerima zakat. Rakyat umumnya sudah kaya ataupun sekurang-kurangnya mau berdikari sendiri. Pada zaman pemerintahan Umar bin Abdul Aziz ra, pasukan kaum muslimin sudah mencapai pintu <st1:city st="on">kota</st1:City> <st1:city st="on"><st1:place st="on">Paris</st1:place></st1:City> di sebelah barat dan negeri Cina di sebelah timur. Pada waktu itu kekausaan pemerintahan di <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Portugal</st1:place></st1:country-region> dan Spanyol berada di bawah kekuasaannya.<br /><br /><b><span style="font-size: 13.5pt;">Kematian beliau</span></b><br /><br />Beliau wafat pada tahun 101 Hijrah ketika berusia 39 tahun. Beliau memerintah hanya selama 2 tahun 5 bulan saja. Setelah beliau wafat, kekhalifahan digantikan oleh iparnya, Yazid bin Abdul Malik.<br /><br />Muhammad bin Ali bin Al-Husin rahimahullah berkata tentang beliau: "Kamu telah sedia maklum bahwa setiap kaum mempunyai seorang tokoh yang menonjol dan tokoh yang menonjol dari kalangan Bani Umaiyyah ialah Umar bin Abdul Aziz, beliau akan dibangkitkan di hari kiamat kelak seolah-olah beliau satu umat yang berasingan."<br /><br />Terdapat banyak riwayat dan athar para sahabat yang menceritakan tentang keluruhan budinya. Di antaranya ialah :<br />1) At-Tirmizi meriwayatkan bahwa Umar Al-Khatab telah berkata : “Dari anakku (zuriatku) akan lahir seorang lelaki yang menyerupainya dari segi keberaniannya dan akan memenuhkan dunia dengan keadilan”<br />2) Dari Zaid bin Aslam bahawa Anas bin Malik telah berkata : “Aku tidak pernah menjadi makmum di belakang imam selepas wafatnya Rasulullah <span class="caps">SAW</span> yang mana solat imam tersebut menyamai solat Rasulullah <span class="caps">SAW</span> melainkan daripada Umar bin Abdul Aziz dan beliau pada masa itu adalah Gabenor Madinah”<br />3) Al-Walid bin Muslim menceritakan bahawa seorang lelaki dari Khurasan telah berkata : “Aku telah beberapa kali mendengar suara datang dalam mimpiku yang berbunyi : “Jika seorang yang berani dari Bani Marwan dilantik menjadi Khalifah, maka berilah baiah kepadanya kerana dia adalah pemimpin yang adil”.” Lalu aku menanti-nanti sehinggalah Umar b. Abdul Aziz menjadi Khalifah, akupun mendapatkannya dan memberi baiah kepadanya”.<br />4) Qais bin Jabir berkata : “Perbandingan Umar b Abdul Aziz di sisi Bani Ummaiyyah seperti orang yang beriman di kalangan keluarga Firaun”<br />5) Hassan al-Qishab telah berkata :”Aku melihat serigala diternak bersama dengan sekumpulan kambing di zaman Khalifah Umar Ibnu Aziz”<br />6) Umar b Asid telah berkata :”Demi Allah, Umar Ibnu Aziz tidak meninggal dunia sehingga datang seorang lelaki dengan harta yang bertimbun dan lelaki tersebut berkata kepada orang ramai :”Ambillah hartaku ini sebanyak mana yang kamu mahu”. Tetapi tiada yang mahu menerimanya (kerana semua sudah kaya) dan sesungguhnya Umar telah menjadikan rakyatnya kaya-raya”<br />7) ‘Atha’ telah berkata : “Umar Abdul Aziz mengumpulkan para fuqaha’ setiap malam. Mereka saling ingat memperingati di antara satu sama lain tentang mati dan hari qiamat, kemudian mereka sama-sama menangis kerana takut kepada azab Allah seolah-olah ada jenayah di antara mereka.”</p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal">sumber:<span style="color: rgb(51, 153, 153);"><br /></span><span style="color: rgb(204, 0, 0);">http://cafe.degromiest.nl/node/260<br />http://permai1.tripod.com/umaraziz.html<br /><a href="http://kotasantri.com/galeria.php?aksi=DetailArtikel&artid=120">http://kotasantri.com/galeria.php?aksi=DetailArtikel&artid=120</a><o:p></o:p></span></p>bagussamiajiblogspothttp://www.blogger.com/profile/03082448887657518369noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2421651761883177696.post-63482474214150942512009-04-21T00:22:00.000-07:002009-04-21T00:23:18.749-07:00Kabar dari Calon Legislatif Kita!<h1><span style="font-size: 18pt;">Lakon Caleg Terguncang<o:p></o:p></span></h1> <h1><span style="font-size: 12pt; font-weight: normal;">Tempo 19 April 2009<o:p></o:p></span></h1> <p class="MsoNormal">Mereka mengalami gangguan jiwa, dari ringan, menengah, hingga berat, bahkan ada yang bunuh diri. Banyak pula yang menarik kembali sumbangan yang telah diberikan kepada masyarakat.</p> <p>Selasa pagi lalu, ketika matahari naik sepenggalah, warga Desa Bangunjaya, Langkaplancar, Ciamis, Jawa Barat, gempar. Sesosok mayat perempuan muda ditemukan tergantung di sebuah gubuk di tengah sawah. Kain kerudung menjerat leher perempuan yang tengah hamil empat bulan itu. </p> <p>Belakangan, diketahui bahwa perempuan berusia 23 tahun itu adalah Sri Hayati, calon legislator dari Partai Kebangkitan Bangsa untuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Banjar, Jawa Barat, bernomor urut 8. Namun, Sri tak banyak memperoleh suara. Berdasarkan penghitungan suara sementara, di daerah pemilihannya dia hanya memperoleh 10 suara. </p> <p>Sri samak hati. Kenyataan pahit itu membuat Sri berubah menjadi pendiam dan kerap meminta maaf kepada sejumlah orang meski tak ada persoalan di antara mereka. Pada Senin pagi lalu, dia pergi dari rumahnya, tanpa menyebutkan tujuannya. Keesokan harinya, dia ditemukan tewas bunuh diri. </p> <p>Sri merupakan salah satu potret tragis calon legislator yang terguncang jiwanya lantaran gagal menjadi anggota Dewan. Pascapemilu, yang digelar pada 9 April lalu, puluhan caleg mengalami guncangan jiwa, dari yang ringan hingga berat. Di Cirebon, Jawa Barat, misalnya, 15 caleg depresi dan memilih melakukan terapi spiritual untuk penyembuhan kepada Ustad Ujang Bustomi di Desa Sinarancang, Mundu, Cirebon. </p> <p>Balai Kesehatan Jiwa Masyarakat, Kalawa Atei, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, pascapemungutan suara menerima <st1:city st="on"><st1:place st="on">lima</st1:place></st1:City> pasien gangguan jiwa. Mereka dua caleg dan tiga simpatisan partai politik peserta pemilu. Bahkan satu di antaranya datang sudah dalam keadaan gila. </p> <p>Sementara itu, di Bogor, Jawa Barat, Rumah Sakit Jiwa Marzuki Mahdi, empat hari setelah hari pemungutan suara, menerima 20 caleg yang melakukan konsultasi kejiwaan. "Sebatas konsultasi saja," kata Farid Patuti, Kepala Biro Hukum dan Humas Rumah Sakit Jiwa Jiwa Marzuki Mahdi. Sebetulnya, Farid menambahkan, di Bogor ada dua caleg yang langsung harus dirawat karena mengalami gangguan jiwa. Tapi Farid merahasiakan nama dan tempat mereka dirawat. </p> <p>Masih banyak caleg yang jiwanya terguncang dan berperilaku "aneh" pascapemilu (baca "Ketika Mereka Tersisih"). Dan sebetulnya fenomena banyaknya caleg yang mengalami gangguan jiwa itu sudah diperkirakan para ahli kejiwaan jauh sebelum pemilu digelar. Bahkan hasil sebuah penelitian yang dilakukan ahli kejiwaan pada tahun lalu menyebutkan para caleg yang maju pertarungan pemilu berpotensi terganggu jiwanya. Itu pulalah yang kemudian mendorong sejumlah rumah sakit jiwa ramai-ramai menyiapkan bangsal VIP, mengantisipasi para caleg stres (<i>Koran Tempo</i>, edisi Minggu, 5 April 2009; "Siaga Satu Pascapemilu"). </p> <p>Konsultan psikoterapi Limas Sutanto menyatakan pesta demokrasi <st1:city st="on"><st1:place st="on">lima</st1:place></st1:City> tahunan itu kini pada kenyataannya justru mengancam kesehatan jiwa warga. "Sistem Pemilu 2009 tak hanya mahal dari perspektif keuangan, tapi juga dari sisi kejiwaan," kata Limas kepada <i>Tempo</i> di Malang, Jawa Timur, Rabu lalu. </p> <p>Limas menilai sistem seleksi caleg juga kurang ketat, sehingga jumlah caleg yang bersaing tak sepadan dengan kursi yang diperebutkan. Sebanyak 11.215 calon legislator berebut 560 kursi di <st1:place st="on"><st1:city st="on">DPR</st1:City> <st1:state st="on">RI</st1:State></st1:place>. Dan 1.109 orang bersaing memperebutkan 132 kursi Dewan Perwakilan Daerah. Lalu, 112 ribu orang berebut kursi DPRD provinsi dan 11,5 juta orang bersaing untuk mendapatkan 15.750 kursi DPRD kabupaten/kota. </p> <p>Sistem suara terbanyak, tutur Limas, secara tak sadar memicu para caleg bertindak irasional dan menghalalkan segala cara. Tak sesuai dengan kemampuan, baik psikologi maupun materi. </p> <p>Lalu dari sisi keuangan, Limas menambahkan, sistem pemilu mengharuskan seorang caleg mengeluarkan uang yang besar. Mulai pendaftaran nomor urut, pembuatan alat peraga, hingga kebutuhan dalam masa kampanye. Tak jarang para calon legislator menggunakan pelbagai macam cara demi tercapainya tujuan: menjadi anggota Dewan. </p> <p>Akibatnya, tutur Limas, para caleg kerap melakukan perbuatan tak realistis. Tak sesuai dengan kemampuan. Duit yang dikeluarkan bukan hanya dari kantong pribadi, melainkan juga dari utang kiri-kanan. Lalu utang pun bertumpuk. "Ketika gagal, tentu akan menjadi beban pikiran bagi caleg," ujar Limas. "Ini berpotensi meningkatkan gangguan kejiwaan pada seseorang." </p> <p>Limas menyatakan tes kejiwaan saat mendaftar sebagai calon legislator tak bisa dijadikan tolok ukur. Seharusnya tes tak hanya dilakukan saat itu, tapi mencakup juga rekam jejak caleg, baik kesehatan fisik maupun kejiwaan. Memang seleksi yang ketat hanya akan menghasilkan sedikit caleg bermutu. "Namun, tidak mengancam atau mengorbankan kejiwaan rakyat," Wakil Presiden Asia-Pacific Association of Psychotherapists ini menjelaskan. </p> <p>Spesialis kejiwaan dari Universitas Sebelas Maret Surakarta, Jawa Tengah, Syamsul Hadi, mengatakan stres bisa menimpa siapa saja yang tengah kehilangan. Misalnya kehilangan orang terdekat maupun harta benda. "Tidak hanya (menimpa) calon anggota legislatif," ujar Syamsul ketika dihubungi <i>Tempo</i> via telepon selulernya pada Kamis lalu. </p> <p>Khusus para caleg, tutur Syamsul, perjuangan mereka meraih kursi Dewan sudah jauh hari dilakukan. Mulai saat pendaftaran, mendapat nomor urut, mengumpulkan modal, saat kampanye, hingga pemungutan suara. Semua proses ini sangat menguras tenaga dan menyebabkan para caleg lelah fisik dan psikis. Kondisi itu berpotensi membuat mereka terguncang. </p> <p>Menurut Syamsul, kepribadian manusia ibarat sebuah piring. <st1:city st="on"><st1:place st="on">Ada</st1:place></st1:City> yang tahan banting dan ada yang tidak. "(Caleg) yang tahan banting tentu akan menyikapi dengan santai. Tapi yang tidak tahan, begitu kalah, langsung terguncang," kata Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kejiwaan ini. </p> <p>Stres bisa dikenali ketika ada perubahan perilaku seseorang. Misalnya tidak bisa bekerja sebagaimana sebelumnya. Syamsul menyatakan terdapat tiga tingkatan stres: ringan, menengah, dan berat. Stres ringan ditandai dengan perasaan gelisah, sudah tidur, merasa bersalah, dan tak berguna. Contoh yang masuk kategori ini adalah 15 caleg yang melakukan terapi spiritual di Cirebon dan 20 caleg yang berkonsultasi ke Rumah Sakit Jiwa Bogor. </p> <p>Stres menengah ditandai dengan murung dan mengurung diri. IS, seorang caleg di daerah <st1:city st="on"><st1:place st="on">Cirebon</st1:place></st1:City>, Jawa Barat, yang kerap melamun dan mengurung diri, termasuk dalam kategori stres menengah. </p> <p>Adapun stres berat ditandai dengan <i>ngomong</i> sendiri, sering meminta maaf kepada orang lain tanpa alasan yang jelas, hingga bunuh diri. Contohnya caleg dari Partai Kebangkitan Bangsa Kota Banjar, Jawa Barat, Sri Hayati, yang nekat bunuh diri. </p> <p>Contoh lainnya, seorang caleg di Tangerang, Banten, yang frustrasi, kemudian merangkak di pinggir jalan dengan membawa-bawa cangkir sambil meminta-minta uang kepada orang yang berlalu lalang. </p> <p>Lantas bagaimana dengan para caleg yang berperilaku aneh, seperti menarik kembali bantuan yang telah diberikan kepada masyarakat? Menurut Syamsul, itu bukan kategori stres, melainkan kepribadian caleg yang tak terpuji, rela merendahkan harga dirinya. "Mereka itu memang punya kepribadian pelit dan selalu pamrih," Syamsul menerangkan. </p> <p>Selain itu, ada caleg yang langsung meninggal begitu mengetahui perolehan suaranya jeblok. Penyebabnya, mereka diduga terkena serangan jantung. Contohnya Sri Sumini, caleg dari Partai Demokrat di Solo, Jawa Tengah. Dia meninggal begitu tahu dirinya tak lolos menjadi anggota Dewan. </p> <p>Hal serupa menimpa Ni Putu Lilik Heliawati, caleg nomor tiga Partai Hanura untuk DPRD Buleleng. Caleg berusia 45 tahun itu meninggal mendadak setelah mendapat laporan tentang perolehan suaranya yang tak sesuai dengan harapan. Diduga Lilik terkena serangan jantung. </p> <p>Menurut Jetty Sedyawan, konsultan kardiovaskular bagian obstetri dari Fakultas Kedokteran Universitas <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region>, kematian secara mendadak caleg itu bisa saja disebabkan oleh penyakit jantung yang diderita sebelumnya. Atau bisa juga karena gangguan irama detak jantung. </p> <p>Seorang caleg yang harus mengikuti keseluruhan proses pemilu bisa mengalami kelelahan dan dehidrasi. Begitu perolehan suaranya jeblok, dia kaget, <i>shocked</i>, jantung berdebar dengan cepat, sehingga <i>output</i> darah tak sampai ke otak. Akibatnya, terjadi penyempitan pembuluh darah. "Akhirnya jantung berhenti berdetak," Jetty menjelaskan. <b>ERWIN DARIYANTO DAN TIM TEMPO</b></p> <h1><span style="font-size: 16pt;">Ketika Mereka Tersisih<o:p></o:p></span></h1> <p class="MsoNormal">Sejumlah calon legislator yang kalah dalam Pemilu 2009 dan anggota tim suksesnya terguncang jiwanya. Mereka berperilaku "aneh", stres, bunuh diri, dan terkena serangan jantung karena gagal menjadi anggota Dewan. Berikut ini beberapa di antara mereka.</p> <p>1. PS, calon legislator dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di Medan, Sumatera Utara, ditemukan tewas di rumahnya karena menenggak obat pembasmi serangga. </p> <p>2. MI, tim sukses seorang calon yang kalah. Lelaki yang menetap di Jalan Eka Surya, Gang Pribadi, Kelurahan Gedung Johor, Medan Johor, ini nekat gantung diri di kediamannya Jumat dua pekan lalu. </p> <p>3. Caleg nomor urut 9 dari Partai Golkar dari Kota Bogor, Yuniar, melalui tim suksesnya berinisial SB, menarik kembali ratusan buku tabungan masing-masing senilai Rp 50 ribu yang dibagikan saat berkampanye di Kampung Muara, RW 11/14, Kelurahan Pasirjaya, Kecamatan Bogor Barat. Jawa Barat. </p> <p>4. Caleg dari Partai Kebangkitan Bangsa Kota Banjar, Jawa Barat, SH, nekat mengakhiri hidupnya. </p> <p>5. Sebanyak 15 orang caleg mengalami depresi dan memilih melakukan terapi spiritual untuk menyembuhkan depresi kepada Ustad Ujang Bustomi di Desa Sinarancang, Mundu, <st1:city st="on"><st1:place st="on">Cirebon</st1:place></st1:City>, Jawa Barat. </p> <p>6. Seorang caleg sebuah partai di Tangerang, Banten, terlihat frustrasi dan merangkak di pinggir jalan dengan membawa-bawa cangkir sambil meminta-minta uang kepada orang yang berlalu lalang. </p> <p>7. Seorang caleg berinisial IS dari Partai Patriot Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, kini sering melamun dan mengurung diri. </p> <p>8. Caleg DPRD Kulon Progo, <st1:place st="on">Yogyakarta</st1:place>, menarik kembali sejumlah hadiah dan sumbangan yang pernah ia berikan kepada warga Desa Karangsari, Pengasih, Kulon Progo. Seperti 14 sak semen untuk pembuatan jalan <i>con block</i>. Menurut warga, S juga memberikan bantuan alat musik <i>drum band</i> dan uang tunai Rp 2,5 juta. </p> <p>9. SS, calon legislator dari Partai Demokrat di Solo, Jawa Tengah, meninggal akibat serangan jantung dan lever pada Ahad lalu. </p> <p>10. CA, caleg dari Partai Demokrat di Malang, Jawa Timur, mengalami gangguan jiwa. Hampir setiap hari dia berjalan tanpa mengenakan pakaian. </p> <p>11. NPL, calon legislator nomor urut tiga Partai Hanura untuk DPRD Buleleng, Bali, meninggal secara mendadak di rumahnya Desa Bengkel, Buleleng, setelah menerima laporan perolehan suara dari tim suksesnya. </p> <p>12. SK, calon legislator di <st1:place st="on">Sumbawa</st1:place>, Nusa Tenggara Barat, menarik kembali bantuan genset yang telah diberikannya untuk sebuah masjid. Dia juga menarik kembali bantuan uang untuk dua musala. </p> <p>13. Caleg AH di Kabupaten Sumbawa, yang menyumbangkan 100 buah kursi plastik dan 25 sak semen ke sebuah madrasah tsanawiyah di Kecamatan Labangka, menarik kembali sumbangannya itu karena kecewa tak meraih suara yang diharapkan. </p> <p>14. LZ, seorang calon legislator DPRD Kota Pontianak, Kalimantan Barat, meninggal Senin malam lalu. Ia meninggal beberapa jam setelah mengikuti penghitungan suara pemilu. </p> <p>15. Seorang caleg Partai Golkar dari daerah pemilihan I Dumai Timur, Aswin, melalui tim suksesnya mencabut kembali <st1:city st="on"><st1:place st="on">lima</st1:place></st1:City> tiang listrik yang telah dipasang untuk menyalurkan listrik kepada warga setempat. </p> <p>16. EP, seorang caleg di Halmahera Utara, menggusur 42 keluarga dari lahan tempat mereka tinggal di kawasan Daeo, Tobelo, Halmahera Utara, karena tak ada satu pun warga yang memilih dia. </p> <p>17. Seorang caleg di <st1:city st="on">Kota</st1:City> <st1:place st="on">Ambon</st1:place>, Maluku, berinisial S hendak menarik kembali karpet yang telah disumbangkan kepada ibu-ibu pengajian setempat. </p> <p>18. Di Kalimantan Tengah, ada dua caleg dan tiga simpatisan partai yang mengalami tekanan psikis. Kelimanya kini dirawat di Balai Kesehatan Jiwa Masyarakat, Kalawa Atei, Kalimantan Tengah. </p> <p>19. DL, calon legislator DPRD Bulukumba dari Partai Peduli Rakyat Nasional, menyegel gedung SDN 225 Kajang-kajang, Desa Borong, Herlang, Sulawesi Selatan. </p> <p>20. Tim sukses salah satu caleg dari Partai Golkar di daerah pemilihan I Ternate menarik kembali televisi yang diberikan di pangkalan ojek Falajawa II, Kelurahan Kayu Merah, termasuk merusak pangkalan tersebut, hanya beberapa jam setelah penghitungan suara berakhir. </p> <p>21. Tim sukses caleg berinisial MG di Kelurahan Jati, Ternate, menarik kembali televisi dan bantuan semen. Hal ini dilakukan karena suara yang diperolehnya tak sesuai dengan harapan. <b>ERWIN DARIYANTO | Pelbagai sumber</b></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p>bagussamiajiblogspothttp://www.blogger.com/profile/03082448887657518369noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2421651761883177696.post-85947500942057480592009-04-17T00:27:00.001-07:002009-04-17T00:27:46.302-07:00Ibadah Haji<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b style=""><span style="font-size: 14pt;">Ibadah Haji<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><st1:place st="on">Para</st1:place> sahabat dan karib yang budiman, perkenankan disini saya sedikit sharing mengenai ibadah haji, yang saya sendiri tak tahu apa ini merupakan oleh-oleh atau bahkan pr buat saya pribadi atau mungkin orang yang sudi membacanya.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Haji merupakan rukun islam yang kelima. Artinya merupakan tingkatan tertinggi, dari<span style=""> </span>ajaran islam. Dengan menunaikan ibadah haji, ibarat bangunan maka sudah lengkap dan rapih, ibarat manusia, telah menjadi manusia yang dewasa. Sebagai orang dewasa, tentunya kita sudah selayaknya mengetahui, dan memahami akan semua yang kita lakukan, karma setiap perbuatan akan mengandung konsekuensi. Dan hidup merupakan pilihan, dan setiap pilihan akan mengantarkan kita kepada sebuah kata konsekuensi tadi.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Antusiasme umat islam di <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> tergolong tinggi, untuk bisa menunaikan ibadah haji. Andai tidak dibatasi kwuota, atau dibikin system bergilir dari satu negara dan berganti negara berikutnya, mungkin satu musim haji, cukup orang Indonesia saja yang menunai- kan ibadah haji, masjidil haram sudah penuh.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Daftar tunggu jamaah haji <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> saat ini sudah sampai dua atau tiga tahun kedepan. Itu artinya yang baru mendaftar sekarang, baru bisa berangkat dua atau bahkan tiga tajun lagi. Dan itu terus<span style=""> </span>bertambah dan bertambah tiap tahun, sedang kwuota kita tetap, itu artinya tehun-tahun mendatang orang untuk berangkat haji daftar sekarang bisa empat, <st1:place st="on"><st1:city st="on">lima</st1:city></st1:place>, enam tahun dan terus bergeser kebelakang. <span style=""> </span>Satu hal yang sangat luarbiasa tentunya. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Nominal memang bukan ukuran, untuk sebuah keyakinan. Apapun bisa dilakukan untuk bisa menunaikan ibadah haji. Dari mengencangkan pinggang, menabung sedikit demi sedikit, ada yang memang secara financial memang mendukung, atau bahkan rela menjual sebidang tanah, untuk itu. Masih banyak jalan yang bisa ditempuh untuk itu. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Dan apalagi untuk masyarakat Indonesia secara umum, ada kebanggaan tersendiri setelah menunaikan ibadah haji, status sosialnya bertambah dengan ada tambahan didepan namanya singkatan huruf H. Sehingga ketika sepulang menunaikan ibadah haji tetangganya masih memanggil dengan sebutan namanya saja, orang akan marah dan merasa dilecehkan, setidak-tidaknya dia akan ngedumel dan mengumpat dalam hatinya. Namun ini hanya sebagai ilustrasi saja, mudah-mudahan tidak semua orang begitu.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Yang seharusnya menjadi renungan, hikmah apa yang kita peroleh setelah kita menunaikan ibadah haji, perubahan perilaku apa yang ada pada diri kita?.<span style=""> </span>Seandainya rukun islam adalah sebuah fase-fase yang harus dijalani, yang identik dengan perjalanan hidup kita, tentunya setelah menunaikan ibadah haji, kita seudah menjadi pribadi yang tumbuh sempurna.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Ketika kita syahadat (bersaksi), sebenarnya ada semacam tuntutan, dimana kalau kita bersaksi itu artinya kita adalah benar-benar orang yang sudah menyaksikan (asyhadu = bersaksi). Mudah-mudahan penulis tidak salah mengkorelasikan, antara haji dengan syahadat (kesaksian). Ketika kita syahadat, mungkin sudah dilandasi keyakinan dan kesadaran diri bahwa kita memang sudah menyaksikan, atau mungkin baru belajar jadi masih samar-samar, atau bahkan gelap sama sekali tentang apa yang sebenarnya kita semestinya kita saksikan. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Lantas kita harus menjalankan pengabdian, atas kesaksian itu. Artinya mengimplementasikanya dalam gerak ibadah yang berupa, solat zakat, dan puasa lalu disempurnakan dengan ibadah haji. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Dengan kita menunaikan ibadah haji, ibarat bangunan sempurna sudah islam kita. Sehingga segala gerak dan perbuatan kita haruslah islami, ini barangkali yang dicita-citakan, atau yang disebut haji mabrur.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Seandainya ini menjadi parameter umat islam di Indonesia, tentunya bangsa ini akan menjadi sebuah bangsa yang besar, bahkan teramat besar, karna islam merupakan agama yang dianut lebih dari 80% penduduknya, dan minat untuk menunaikan ibadah haji sangat tinggi pula.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Ini barangkali yang menjadi pertanyaan besar, perubahan perilaku apa yang<span style=""> </span>bisa kita saksikan dari para haji kita. Dalam artian sejauhmana ibadah haji yang telah kita lakukan mampu membingkai kita untuk menjadi pribadi muslim yang bisa menjadi suritauladan dimasyarakat, sehingga patut menjadi panutan masyarakat, sehingga bisa mengerakkan sebuah perubahan kearah perbaikan. Ataukah hanya sekedar mengejar status social dan bangga diri dengan status sosialnya itu.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style=""> </span><span style=""> </span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Semoga dengan banyaknya umat muslim dan tingginya minat menunaikan ibadah haji ini bisa memberikan perubahan yang kebih baik bagi negeri ini. Sehingga ibadah haji tidak sekedar menjadi perilaku bisnis semata, yang menunaikan ibadah haji, hanya demi status sosial, sedang yang menyelenggarakan ibadah haji hanya mengejar fulus.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Lepas dari itu semua, tentunya ibadah haji memiliki makna yang mendalam. Seandainya kita bisa dan mampu mengkaji dan menggali ajaran ini. Dimana kita disyariatkan menziarahi tempat-tempat yang menjadikan symbol kebesaran ajaran islam. Masjid Nabawi contohnya, dengan <st1:city st="on"><st1:place st="on">kota</st1:place></st1:city> Madinahnya yang menjadi tolok ukur kerukunan masyarakat, dimana kita dicontohkan untuk menjadi sebuah masyarakat yang solid, kita harus menanggalkan ego masing-masing. Perpaduan dua kelompok, dimana yang satu punya keyakinan (kebenaran), satu golongan lagi memiliki kemampuan menopang tegaknya dan berkembaangnya kebenaran itu, sehinggan membentuk sebuah masyarakat madani yang patut diteladani.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Tapi sebagai ajaran, haji sendiri adalah sebuah symbol, yang tentunya memerlukan pemecahan. Jadi ketika kita menunaikan ibadah haji tidak terjebak pada rutinitas ritualnya, tapi lebih menghayati tujuanya. Sehingga makna dan tujuan ibadah haji bisa kita fahami dan bisa menjalani.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Dalam renungan saat wukuf<span style=""> </span>di Arofah, seorang ustad ketua rombongan yang saya ikuti, memaparkan, bahwa haji adalah Arofah. Jadi semua yang dilakukan sebelumnya yang menjadi rukun dan wajib haji, hanya pelengkap saja, karena sebenarnya haji adalah Arofah, yang merupakan puncak ibadah haji itu sendiri.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;">Jadi pada dasarnya ibadah haji itu, bisa dilaksanakan dalam waktu satu hari, asal kita sudah wukuf di Arofah artinya sudah haji. Mengenai yang laen-laenya bisa jadi bagian dari unsure devisa tadi, karena dalam hadistpun diterangkan bahwa :</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <h2 style="margin: 0in 0.5in 0.0001pt 0in; text-align: justify;"><em>Alhajju a’rofah </em></h2> <p class="MsoNormal" style="margin-right: 0.5in; text-align: justify;"><em><b><span style="font-size: 14pt;"> </span></b></em></p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: 0.5in; text-align: justify;"><b><i><span style="font-size: 14pt;">Artinya : haji adalah wukuf di Arofah </span></i></b>( HR Bukhari dan Muslim)</p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: 0.5in; text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: 0.5in; text-align: justify;">Jadi, inti ibadah haji Cuma itu. Wukuf di Arofah. </p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: 0.5in; text-align: justify;">Jadi haji = <span style=""> </span>wukuf + Arofah. </p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: 0.5in; text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: 0.5in; text-align: justify;">Mungkin dua kata ini yang punya makna, yang nilainya mungkin jauh lebih besar dari sekedar angka tadi.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: 0.5in; text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: 0.5in; text-align: justify;"><b style=""><i style="">Wukuf</i></b><span style=""> </span>= berhenti = diam </p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: 0.5in; text-align: justify;"><b style=""><i style="">Arofah</i></b> = Tahu = Ngerti = Faham</p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: 0.5in; text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: 0.5in; text-align: justify;">Wukuf = Diam, Nabi Muhammad saw sendiri bisa mendapat pencerahan, mendapat amanah kerosulan setelah kholwat di goa Hiro selama 41 hari. Dia menyepi dan mengasingkan diri dari keramaian, untuk mencapai kefahaman diri. (diam)</p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: 0.5in; text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: 0.5in; text-align: justify;">Nabi Musa Menyepi di gunung Tursina, sebelum menerima wahyu, dan diberi petunjuk untuk berguru kepada nabi Hidir. (diam)</p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: 0.5in; text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: 0.5in; text-align: justify;">Jadi kesimpulan dari perintah ibadah haji, adalah memerintahkan kita untuk bisa diam sejenak, merenungi diri, siapa aku ini.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: 0.5in; text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: 0.5in; text-align: justify;">Pertanyaan ini sangat mudah diucapkan, tapi sangat sulit untuk bisa dijawab, sesulit kita disuruh meluhat wajah kita, kita bisa merabanya, tapi tak sanggup menerangkan seperti apa bentuknya. Padahal ada dan nyata. Tapi kita tak sanggup melihatnya. Disinilah sulitnya pemahaman diri, orang akan lebih mudah mencari kekurangan orang laen ketibang kekurangan diri, debu disebrang lautan kelihatan tapi gajah dipelupuk mata tidak kelihatan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: 0.5in; text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: 0.5in; text-align: justify;">Dalam ibadah haji kita disuruh diam agar faham. </p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: 0.5in; text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: 0.5in; text-align: justify;">Untuk dapat pencerahan rosulullah diam dalam tahanutnya di gua Hiro, nabi Musa di Gunung Tursina, Sidarta Gautama di pohon Bodhi, dan mereka mendapat pencerahan dari diamnya.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: 0.5in; text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: 0.5in; text-align: justify;">Mungkin bisa ditarik kesimpulan, bahwa perintah ibadah haji adalah sebuah sasmito atau sandi, yang memerintahkan kita untuk bisa men-<b style=""><i style="">Diam-</i></b>kan diri kita, dalam artian, <span style=""> </span>merenung dan berfikir, ngudoroso kata orang jawa, untuk mencapai pemahaman diri. Karena siapa yang mengenal dirinya akan mengenal Gustinya.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: 0.5in; text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: 0.5in; text-align: justify;"><b style=""><i style="">“Man arofa nafsahu faqod arof robbahu”.</i></b> Dari sinilah kita bisa dikatakan awal kita beragama.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: 0.5in; text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: 0.5in; text-align: justify;"><b style=""><i style="">“Al Awaludiin ma’rifatullah, wa awallu ma’rifatullah ma’rifatunnafs”<o:p></o:p></i></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: 0.5in; text-align: justify;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin-right: 0.5in; text-align: justify;">Mengapa perintah fahami diri tidak diletakkan diawal sebelum <b style=""><i style="">Syahadat</i></b> <b style=""><i style="">(bersaksi)</i></b> yang artinya, orang yang sudah bersyahadat, adalah orang yang sudah <b style=""><i style="">menyaksikan</i></b> sehingga berani menjadi saksi!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!?</p>bagussamiajiblogspothttp://www.blogger.com/profile/03082448887657518369noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2421651761883177696.post-9153556805743333272009-04-16T23:33:00.000-07:002009-04-16T23:35:50.012-07:00Sidik Jari<p style="text-align: center;" align="center"><span class="bigtitle"><b><span style="color: red;">Keajaiban Jari Jemari</span></b></span><b><span style="font-size: 13.5pt; color: red;"> <br /> </span></b></p> <p><b><i><span style="font-size: 10pt; color: purple;">Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksian kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.</span></i></b><span style="font-size: 10pt; color: purple;"> (QS. 36. Yaasin: 65) </span></p> <p><span style="font-size: 10pt; color: purple;">Di antara ni'mat Allah yang besar kepada manusia adalah diberikannya tangan dan kaki yang sangat besar manfaat kegunaannya. Di ujung tangan itu ada jari jemari yang memiliki banyak sekali fungsi dan kegunaan. Selain untuk mengambil, meletakkan atau membawa sesuatu bersama telapak tangan jari jemari dapat mengepal, memijit, menggosok, memukul, menonjok, menjitak, memilin, memelintir, meremas, membelai, menusuk, mencengkeram, dan lain-lain. </span></p> <p><span style="font-size: 10pt; color: purple;">Jari-jemari tangan kita kiri kanan masing-masing terdiri dari 5 sehingga semuanya ada 10 dan masing-masing memiliki 4 ruas (kecuali jempol = 3 ruas) sehingga jumlah keseluruhannya 38 ruas. </span></p> <p><span style="font-size: 10pt; color: purple;">Tahukah anda, jumlah jari jemari anda mengandung keajaiban angka 19 ? (catatan: dengan mengabaikan ruas-ruas tulang pergelangan). Silakan anda hitung sendiri maka akan anda dapati sbb: </span></p> <p><span style="font-size: 10pt; color: purple;">jari kelingking ==> ada empat ruas<br />jari manis ==> ada empat ruas<br />jari tengah ==> ada empat ruas<br />jari telunjuk ==> ada empat ruas<br />jari jempol (ibu jari) == > ada tiga ruas<br />----------------------- +<br />( 4 + 4 + 4 + 4 + 3 ) Total jumlah = 19 ruas </span></p> <p><span style="font-size: 10pt; color: purple;">Keduanya berfungsi seimbang dan dapat bekerjasama dengan baik untuk kepentingan sang pemilik. Keseluruhan ruas jari ini ini dapat ditekuk-tekuk sedemikian rupa sehingga bersama dengan telapak tangan dapat melakukan banyak aktifitas. Bila satu ruas saja bermasalah, pemiliknya pasti akan merasa susah. Jika satu saja jari Anda terkilir, dapat dipastikan Anda akan menjadi repot. Jari jemari yang posisinya seimbang itu dilengkapi dengan kuku-kuku bermanfaat. Dia bisa digunakan untuk mencubit, mengambil barang yang kecil dengan jalan mencabut, jari dan kuku juga berfungsi untuk keindahan.</span></p> <p><span style="font-size: 10pt; color: purple;">Kebaikan dan Keburukan Setiap jari - ibu jari, telunjuk, jari tengah, jari manis, dan kelingking punya aktifitas masing-masing sesuai profesi pemiliknya. <st1:place st="on"><st1:city st="on">Ada</st1:City></st1:place> yang sering dipakai untuk menjahit, memegang uang, memegang cangkul, mesin, mengetik, dan lain-lain. sesuai dengan jenis kerja pemiliknya. Jari jemari sangat penting bagi para olahragawan yang keahliannya menggunakan tangan dan para seniman yang berkarya dengan jemarinya.. Aktifits jari jemari memang untuk membantu manusia melaksanakan pekerjaan dan merealisasikan keinginannya. </span></p> <p><span style="font-size: 10pt; color: purple;">Gerakan-gerakan jari-jemari pun memiliki makna sendiri-sendiri. Acungan jempol misalnya berarti ungkapan, "bagus" atau "hebat". Anda tidak mendapat sesuatu yang Anda inginkan atau "kecele" biasanya diistilahkan dengan "gigit jari". Jari-jemari pun jadi alat isyarat. Ketika kita menyatakan persabatan kita pun berjabat tangan yang merekatkan telapak tangan dan jari jemari kita ke tangan sahabat kita. Jari yang telunjuk yang ditaruh tegak di depan mulut berarti "Hati-hati" atau "Berhentilah bicara". Jari yang diletakkan melintang di kening menandakan bahwa pelakunya hendak memberi tahu bahwa seseorang itu tidak waras (sinting). Telunjuk yang diarahkan kepada seseorang berarti menuding. Bila kesemua jari dan telapak tangan diangkat ke atas berarti lambaian. Banyak isyarat lain dilakukan dengan jari. </span></p> <p><span style="font-size: 10pt; color: purple;">Al Qur-an juga menggambarkan fungsi jari sebagai alat isyarat. Orang munafik yang menolak kebenaran dalam Al Qur-an dilukiskan sebagai orang-orang yang menyumbat kuping dengan jarinya. </span></p> <p><strong><i><span style="font-size: 10pt; color: purple;">Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir</span></i></strong><span style="font-size: 10pt; color: purple;"> . (QS. 2. Al Baqarah:19) </span></p> <p><span style="font-size: 10pt; color: purple;">Menyumbat telinga dengan jari dalam ayat di atas adalah kiasan menutup hati dari bimbingan hidayah Allah. Inilah kiasan terhadap orang-orang munafik yang hatinya berpenyakit dan enggan menerima kebenaran. </span></p> <p><st1:place st="on"><span style="font-size: 10pt; color: purple;">Para</span></st1:place><span style="font-size: 10pt; color: purple;"> koruptor menggunakan jari jemarinya untuk memindahkan angka-angka hitungan uang dalam memanipulasi para pemeriksa keuangan di tempatnya bekerja. Jempol dan telunjuk digunakan menulis dengan pulpen atau pinsil di atas kertas. Seorang direktur menandatangani surat-surat penting dengan pulpennya. para pelajar mencatat pelajaran, para pelukis menggambar di atas kanvas, dan lain-lain. </span></p> <p><span style="font-size: 10pt; color: purple;">Jari jemari digunakan untuk keburukan misalnya oleh para pengarang yang mengotak-ngatik tulisan sehingga menyesatkan orang lain. Ujung jari-jemarinya digunakan untuk menekan tuts huruf di atas keyboard ketika membuat tulisan yang membangkitkan selera rendah orang lain. Seorang pembunuh yang menggunakan pistol memakai telunjuknya untuk menarik picu pistolnya sehingga pistol itupun memuntahkan peluru. <st1:place st="on">Para</st1:place> penjahat dan pelaku kecurangan menggunakan jari jemari dalam menjalankan aksinya, </span></p> <p><span style="font-size: 10pt; color: purple;">Sebaliknya jari jemari juga dilakukan untuk kebaikan dan ibadah kepada Allah. Dengan jari jemari Anda dapat menolong orang lain. Anda yang sedang berzikir kepada Allah juga menggunakan jari jemari untuk menghitung puji-pujian terhadap Allah. Jumlah kalimat thoyyibah : Subhanallah, Alhamdulillah, dan Allahu Akbar biasanya dihitung masing-masing 33 kali sedangkan istighfar dan Laa ilaha-illallah 100 kali sehingga mudah dilakukan dengan menekan jari jemari yang berjumlah 30 dan ditambah 3. Ketika Anda berdiri dalam sholat jari-jari tangan sebelah kanan di taruh di atas tangan kiri. Jari telunjuk pun diacungkan ketika seseorang mengucapkan dua kalimat syahadat di dalam sholatnya. Karena itu jari jemari ini tahu persis apa yang telah dilakukan pemiliknya.. Apakah jari Anda digunakan berdzikir, bersyahadat ataupun melaksanakan ibadah lainnya. Apakah dia membuat kebaikan ataukah keburukan, semua ada balasannya. </span></p> <p><strong><i><span style="font-size: 10pt; color: purple;">Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.</span></i></strong><span style="font-size: 10pt; color: purple;"> (QS. 9. Az Zalzalah:7-8) </span></p> <p><span style="font-size: 10pt; color: purple;">Menjadi Saksi Kendati banyak sekali fungsi dan perannya, jari jemari tidak menentukan segalanya dalam aktifitas hidup manusia. Sebab pengendali utama hidup manusia adalah hatinya. Jika hatinya sehat manusia menjadi baik. Jika harinya berpenyakit maka perbuatannya pun akan buruk. Jari jemari melakukan tugas yang diperintahkan otak manusia. Otak ini dikendalikan hati yang terdapat di dalam dada. Dengan sangat indah Nabi Muhammad Shollallahu Alaihi Wa Sallam menggambarkan bahwa hati mukmin berada di antara jemari Ar Rahmaan </span></p> <p><span style="font-size: 10pt; color: purple;">Maksudnya Allah teramat dekat dengan manusia sehingga sewaktu-waktu dapat membolak-balik hatinya dari posisi beriman menjadi kufur atau dari kufur menjadi mukmin. Setiap muslim dituntut memelihara imannya dan berdo'a kepada Allah, </span></p> <p><span style="font-size: 10pt; color: purple;">Ya Allah yang mampu membolak-balik hati teguhkanlah hatiku dalam agama-Mu (Al hadits) </span></p> <p><span style="font-size: 10pt; color: purple;">Muslim hendaknya memelihara keteguhan hatinya di dalam agama Allah dan mencegah jari jemarinya dari perbuatan durhaka. Sebab, jari jemari itu akan menjadi saksi atas apa yang diperbuat pemiliknya. Al Qur-an menyatakan tentang kondisi hari kiamat dimana jari jemari manusia yang telah hancur bercampur tanah akan dikembalikan, </span></p> <p><em><b><span style="font-size: 10pt; color: purple;">Bukan demikian, sebenarnya Kami kuasa menyusun (kembali) jari jemarinya dengan sempurna.</span></b></em><span style="font-size: 10pt; color: purple;"> (QS. 75. Al Qiyamah:4) </span></p> <p><span style="font-size: 10pt; color: purple;">Inilah penggambaran yang sempurna tentang kehidupan sesudah mati. Allah akan menyusun kembali tulang belulang manusia yang berserakan. Bahkan setiap ruas jari-jemari akan kembali utuh sebagaimana semula.. Si empunya jari jemari itu pun dituntut pertanggungjawaban terhadap apa yang telah diperbuat nya. </span></p> <p><em><b><span style="font-size: 10pt; color: purple;">Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksian kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.</span></b></em><span style="font-size: 10pt; color: purple;"> (QS. 36. Yaasin:65) </span></p> <p><span style="font-size: 10pt; color: purple;">Tidak itu saja, persaksian terhadap sikap, ucapan, dan perilaku bukan hanya disampaikan oleh jari jemari tetapi juga oleh kulit manusia. Karena seperti halnya jari jemari setiap sel kulit akan kembali seperti semula untuk memberikan persaksian terhadap apa yang diperbuat oleh pemiliknya... </span></p> <p><span style="font-size: 10pt; color: purple;">Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang apa yang telah mereka kerjakan. (QS. 41. Fushshilat:20) </span></p> <p><strong><span style="font-size: 10pt; color: purple;">Mukjizat Allah, tanda 99 (Asmaul Husna) pada telapak tangan anda</span></strong><span style="font-size: 10pt; color: purple;"> </span></p> <p><span style="font-size: 10pt; color: purple;">Tahukah sahabat, garis utama kedua telapak tangan kita, (lihat attachment), bertuliskan dalam angka Arab yaitu : <strong>|/\</strong> pada telapak tangan kanan, artinya : 18 dan <strong>/\|</strong> pada telapak tangan kiri, artinya : 81 </span></p> <p><span style="font-size: 10pt; color: purple;">Jika kedua angka ini dijumlahkan, 18+81 = 99, 99 adalah jumlah nama/sifat Allah, Asmaul Husna yang terdapat dalam Al-Quran ! </span></p> <p><span style="font-size: 10pt; color: purple;">Bila 18 dan 81 ini dirangkaikan, maka terbentuk angka 1881. Angka ini adalah angka kelipatan 19 yang ke-99 ! ( 19 x 99 = 1881 ) </span></p> <p><span style="font-size: 10pt; color: purple;">Seperti diketahui angka 19 adalah fenomena tersendiri dalam Al-Quran, yang merupakan bukti kemukjizatan al-Quran. </span></p> <p style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt; color: purple;"><!--[if gte vml 1]><v:shapetype id="_x0000_t75" coordsize="21600,21600" spt="75" preferrelative="t" path="m@4@5l@4@11@9@11@9@5xe" filled="f" stroked="f"> <v:stroke joinstyle="miter"> <v:formulas> <v:f eqn="if lineDrawn pixelLineWidth 0"> <v:f eqn="sum @0 1 0"> <v:f eqn="sum 0 0 @1"> <v:f eqn="prod @2 1 2"> <v:f eqn="prod @3 21600 pixelWidth"> <v:f eqn="prod @3 21600 pixelHeight"> <v:f eqn="sum @0 0 1"> <v:f eqn="prod @6 1 2"> <v:f eqn="prod @7 21600 pixelWidth"> <v:f eqn="sum @8 21600 0"> <v:f eqn="prod @7 21600 pixelHeight"> <v:f eqn="sum @10 21600 0"> </v:formulas> <v:path extrusionok="f" gradientshapeok="t" connecttype="rect"> <o:lock ext="edit" aspectratio="t"> </v:shapetype><v:shape id="_x0000_i1025" type="#_x0000_t75" alt="" style="'width:325.5pt;"> <v:imagedata src="file:///C:\DOCUME~1\SARDI~1.SCT\LOCALS~1\Temp\msohtml1\01\clip_image001.jpg" href="http://www.dudung.net/news/images/Hand_Asmaul-Husna.jpg"> </v:shape><![endif]--><!--[if !vml]--><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/SARDI%7E1.SCT/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image001.jpg" shapes="_x0000_i1025" height="540" width="434" /><!--[endif]--></span></p> <p><span style="font-size: 10pt; color: purple;">Tahukah anda, bahwa ruas-ruas tulang jari (tapak tangan maupun telapak kaki) anda, terkandung jejak-jejak nama Allah, tuhan yang sebenar pencipta alam semesta ini. Kalau nggak percaya bisa didemonstrasikan. Silakan perhatikan salah satu tapak tangan anda (bisa kanan bisa kiri). Perhatikan lagi dengan seksama: </span></p> <p><span style="font-size: 10pt; color: purple;">jari kelingking ==> membentuk huruf alif<br />jari manis, jari tengah, & jari telunjuk == > membentuk huruf lam (double)<br />jari jempol (ibu jari) ==> membentuk huruf ha' </span></p> <p><span style="font-size: 10pt; color: purple;">Jadi jika digabung, maka bagi anda yang mengerti huruf Arab akan mendapati bentuk tapak tangan itu bisa dibaca sebagai Allah (dalam bahasa Arab). </span></p> <p style="text-align: center;" align="center"><span style="font-size: 10pt; color: purple;"><!--[if gte vml 1]><v:shape id="_x0000_i1026" type="#_x0000_t75" alt="" style="'width:215.25pt;height:320.25pt'"> <v:imagedata src="file:///C:\DOCUME~1\SARDI~1.SCT\LOCALS~1\Temp\msohtml1\01\clip_image002.jpg" href="http://www.dudung.net/news/images/hand19.jpg"> </v:shape><![endif]--><!--[if !vml]--><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/SARDI%7E1.SCT/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image002.jpg" shapes="_x0000_i1026" height="427" width="287" /><!--[endif]--></span></p> <p><span style="font-size: 10pt; color: purple;">Maka benarlah firman Allah SWT : <em><b>"Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?"</b></em> QS. Fushshilat 41:53 </span></p> <p> </p> <p><b><span style="font-size: 10pt; color: purple;">KEAJAIBAN SIDIK JARI</span></b></p> <p><span style="font-size: 10pt; color: purple;">Ilmu pengetahuan modern menyingkap banyak hal yang membuat keimanan seorang mukmin terhadap keterangan Al Qur-an semakin mantap. Ayat-ayat Allah di dalam Al Qur-an menjadi benar-benar jelas tergambar dan terbukti kebenarannya manakala kita melihat bukti-bukti nyata dalam alam semesta dan kemajuan ilmu pengetahuan.</span></p> <p><span style="font-size: 10pt; color: purple;">Dalam kasus pembunuhan misalnya, Polisi dapat mengidentifikasi kejahatan berdasarkan sidik jari yang ditinggalkan oleh pelaku di tubuh korban. Hal ini disebabkan struktur sidik jari setiap orang berbeda satu dengan lainnya. Bila kelak penjahat itu telah ditemukan maka untuk membuktikan kejahatannya sidik jarinya akan dicocokkan dengan sidik jari yang ada dalam tubuh korban.. Maka si penjahat tidak dapat memungkiri perbuatannya di hadapan polisi.</span></p> <p><span style="font-size: 10pt; color: purple;">Karena itu pula seorang yang mau menggunakan ATM (Anjungan tunai Mandiri) di masa depan mungkin tidak perlu lagi menggunakan kode-kode PIN yang perlu dia ingat. Cukup dengan menaruh telapak tangan di atas mesin yang dapat mengidentifikasi dirinya. Jumlah uang yang diinginkan pun tidak perlu ditekan-tekan lagi tetapi cukup dengan diucapkan dan komputer akan menerjemahkannya dalam bahasa angka. Berapa jumlah uang yang Anda minta akan diberikan dan uang di rekening Anda akan dipotong dengan sendirinya.</span></p> <p><span style="font-size: 10pt; color: purple;">Pintu rumah di zaman yang akan datang tidak perlu lagi dikunci dengan alat kunci tradisional tetapi bisa dibuka oleh alat sensor yang hanya mengenal jari-jari orang tertentu saja... Demikian juga stir mobil akan mengenal hanya pengemudi tertentu saja karena ada sensor yang mengenal jari pemiliknya.</span></p> <p><span style="font-size: 10pt; color: purple;">Keistimewaan pada jari jemari manusia menunjukkan kebenaran firman Allah yang menyatakan bahwa segala sesuatu ada bekasnya. Allah tidak akan menyia-nyiakan bekas-bekas ini untuk dituntut di yaumil akhir nanti.</span></p> <p><span style="font-size: 10pt; color: purple;">Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan.Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS. 36. Yaasin:12) </span></p>bagussamiajiblogspothttp://www.blogger.com/profile/03082448887657518369noreply@blogger.com0